BAB I
PENDAHULUAN
Masa nifas
adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang
diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil
dengan waktu kurang lebih 6 minggu.
Masa nifas
(puerperium), berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi dan
partus yang artinya melahirkan atau berarti masa sesudah melahirkan. Asuhan
kebidanan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien
mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam
keadaaan seperti sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil.
Periode masa
nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan.
Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat
reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat
dari adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Saleha,
2009).
Masa ini
merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu melakukan
pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu
mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas,
seperti sepsis puerperalis.
Jika ditinjau
dari penyabab kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak
nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan
memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan pada ibu
akan berimbas juga kepada kesejahtaraan bayi yang dilahirkan karena bayi
tersebut tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya. Dengan
demikian, angka morbiditas dan mortalitas bayi pun akan semakin meningkat.
Oleh karena
itu, sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk mengetahui gejala-gejala dari
infeksi dan penyakit yang timbul pada masa nifas.
BAB II
PERMASALAHAN PADA MASA NIFAS
2.1
Infeksi
Puerperalis
Infeksi puerperalis adalah infeksi luka jalan lahir
postpartum, biasanya dari endometrium, bekas insersi plasenta.
Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan infeksi
nifas, maka demam dalam nifas merupakan gejala penting dari penyakit ini. Demam
dalam nifas sering disebut juga morbiditas nifas dan merupakan indeks kejadian
infeksi nifas. Demam dalam nifas selain oleh infeksi nifas dapat juga
disebabkan oleh Pyelitis, infeksi
jalan pernafasan, malaria, typhus, dan lain-lain. Morbiditas nifas ditandai
oleh suhu 380C atau lebih, yang terjadi selama dua hari
berturut-turut. Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam postpartum dalam 10
hari pertama masa nifas.
Kejadian infeksi nifas berkurang antara lain karena
adanya anti-biotica, berkurangnya operasi yang merupakan trauma berat,
pembatasan lamanya persalinan, asepsis, transfusi darah dan bertambah baiknya
kesehatan umum (kebersihan, gizi dan lain-lain).
Kuman-kuman penyebab infeksi puerperalis dapat berasal
dari luar (exogen) atau dari jalan klahir penderita sendiri (endogen). Golongan
kedua lebih sering menyebabkan infeksi. Kuman yang sering menjadi infeksi
adalah streptococcus, bacil toli,
staphylococcus, tapi kadang kuman lain yang memegang peranan seperti bacil
Welchii, gonococcus, bacil typhus atau clostridium tetani.
Cara infeksi
Kemungkinan terbesar ialah bahwa si penolong sendiri
membawa kuman ke dalam rahim penderita karena telah membawa kuman dari vagina
ke atas, misalnya dengan pemeriksaan dalam.
Mungkin juga tangan penolong dan alat-alat yang masuk
membawa kuman-kuman dari luar misalnya dengan infeksi tetes.
Karena itu baiknya memakai masker dalam kamar bersalin
dan pegawai dengan infeksi jalan nafas bagian atas hendaknya ditolak dikamar
bersalin. Kadang-kadang infeksi datang dari penolong sendiri, misalnya kalau
ada luka pada tangannya yang kotor atau dari pasien lain, seperti pasien dengan
infeksi puerperalis, luka operasi yang meradang, dengan Carcinoma uteri atau dari bayi dengan infeksi tali pusat. Mungkin
juga infeksi disebabkan karena coitus pada bulan terakhir kehamilan.
Faktor predisposisi
Faktor terpenting yang memudahkan terjadinya infeksi
nifas adalah perdarahan dan trauma persalinan. Perdarahn menurunkan daya tahan
ibu, sedangkan trauma mengadakan porte
d’entree dan jaringan nekrotis merupakan daerah yang subur untuk
kuman-kuman.
Selanjutnya partus lama, retensio plasenta sebagian atau
seluruhnya memudahkan terjadinya infeksi. Akhirnya keadaan umum ibu merupakan
faktor yang ikut menentukan, seperti anemia, malnutrition sangat melemahkan
daya tahan ibu.
Patologi
Setelah persalinan, tempat bekas perlekatan placenta pada
dinding rahim merupakan luka yang cukup besar.
Patologi infeksi puerperalis sama dengan infeksi luka.
Infeksi itu dapat:
a. Terbatas pada lukanya (infeksi luka
perineum, vagina, cervix atau endometrium)
b. Infeksi itu menjalar dari luka ke
jaringan sekitarnya.
Prognosa
Terutama
tergantung pada virulensi kuman dan daya tahan penderita. Yang paling dapat
dipercayai untuk membuat prognosa adalah nadi. Jika nadi tetap dibawah 100 maka
prognosa baik, sebalinya jika nadi di atas 130, apalagi kalau tidak diikuti
dengan penurunan suhu, maka prognosanya kurang baik.
Demam yang kontinyu lebih buruk prognosanya dari demam
yang remittens. Demam mengigil berulang-ulang, insomnia dan ikterus merupakan
tanda-tanda yang kurang baik.
Kadar Hb yang rendah dan jumlah leukosit yang rendah atau
sangat tinggi memburukkan prognosa.
Juga kuman penyebab yang ditentukan dengan pembiakan
menentukan prognosa. Diagnosa peritonitis, thrombophlebitis pelvica mengandung
prognosa yang kurang baik.
2.2
Jenis Infeksi
Puerperalis
1. Infeksi luka perineum
Luka menjadi
nyeri, merah dan bengkak akhirnya luka terbuka dan mengeluarkan nanah.
2. Infeksi luka cervix
Kalau lukanya
dalam, sampai ke parametrium dapat menimbulkan parametritis.
3. Endometritis
Infeksi
puerperalis paling sering menjelma sebagai endometritis. Setelah masa inkubasi,
kuman-kuman menyerbu ke dalam luka endometrium, biasanya bekas perlekatan
placenta.
Leukosit-leukosit segera membuat pagar pertahanan dan di
samping itu keluarlah serum yang mengandung zat anti sedangkan otot-otot
berkontraksi dengan kuat, dengan maksud
menutup jalan darah dan limfa. Adanya kalanya endometritis menghalangi
involusi.
2.3
Jenis Infeksi
Puerperalis Lain
1. Thrombophlebitis
Penjalaran
infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan sebab yang terpenting
kematian karena infeksi puerperalis. Dua golongan vena biasanya memegang
peranan:
a. Trombhophlebitis pelvica (vena-vena
dinding rahim dan ligamentum latum)
Yang paling sering meradang ialah vena ovarica karena
mengalirkan darah dari luka bekas placenta yaitu daerah fundus uteri.
Penjalaran thrombophlebitis pada vena ovarica kiri ialah ke vena renalis dab
dari vena ovarica kanan ke vena cafa inferior. Karena radang terjadi thrombosis
yang bermaksud untuk menghalangi perjalanan kuman-kuman. Dengan proses ini
infeksi dapat sembuh, tapi kalau daya tahan tubuh kurang maka thrombus menjadi
nanah.
Bagian-bagian kecil thrombus terlepas dan terjadilah
emboli atau sepsis dan karena embolus ini mengandung nanah disebut pyaemia.
Embolus ini biasanya tersangkut pada paru-paru. Ginjal atau katup jantung. Pada
paru-paru dapat menimbulkan infarkt. Kalau daerah yang mengalami infarkt besar,
maka pasien meninggal mendadak, tapi kalau pasien tidak meninggal dapat timbul
absces paru-paru.
b. Thrombophlebitis femoralis (vena-vena
tungkai)
Dapat terjadi
sebagai berikut:
Ø Dari thrombophlebitis vena saphena
magna atau peradangan vena femoralis sendiri.
Ø Penjalaran thrombophlebitis vena
uterina.
Ø Akibat parametritis.
Thrombophlebitis pada vena femoralis mungkin terjadi
karena aliran darah lambat di daerah lipat paha karena vena tersebut tertekan
oleh ligamnetum inguinale, lagi pula kadar fibrinogen tinggi dalam masa nifas.
Pada thrombophlebitis femoralis terjadi oedem tungkai
yang mulai pada jari kaki, dan naik ke kai, betis dan paha, kalu
thrombophlebitis itu mulai pada vena saphena atau vena femoralis. Sebaliknya
kalau terjadi sebagai lanjutan thrombophlebitis pelvica, maka oedem mulai
terjadi pada paha dan turun ke betis.
Biasanya hanya satu kaki yang bengkak, tapi ada kalanya
keduanya. Thrombophlebitis femoralis jarang menimbulkan emboli.
Penyakit ini juga terkenal dengan nama phlagmasi alba dolens (radang yang putih
dan nyeri).
2. Sepsis Puerperalis
Sepsis
puerperalis terjadi jiak setelah persalinan ada sarang sepsis dalam badan yang
secara terus menerus atau periodik melepaskan kuman-kuman ke dalam peredaran
darah dan dengan demikian secara mutlak mempengaruhi gambaran penyakit (yang
tadinya hanya dipengaruhi oleh proses dalam sarang).
Pada sepsis
dapat dibedakan:
a. Porte d’entree :biasanya bekas insersi placenta
b.
Sarang sepsis
primer :thrombophlebitis pada vena
uteina atau vena ovarica.
c. Sarang sepsis sekunder (metastatis)
misalnya paru-paru sebagai absces paru-paru atau pada katup jantung sebagai
endocarditis ulcerosa septica, disamping itu dapat terjadi absces di ginjal,
hati, limfa, otak dan lain-lain.
3. Peritonitis
Infeksi
puerperalis melalui jaln limfa dapat menjalar ke peritoneum hingga terjadi
peritonitis atau ke parametrium menyebabkan parametritis.
Kalau
peritonitis ini terbatas pada rongga panggul disebut pelveoperitronitis,
sedangkan kalau seluruh peritoneum meradanag kita menghadapi peritonitis umum.
4. Parametritis (cellulitis pelvica)
Parametritis
dapat terjadi dengan 3 cara:
a. Robekan cervik yang dalam
b. Penjalaran endometritis atau luka
cervix yang berinfeksi melalui jalan limfa
c. Sebagai lanjutan thrombophlebitis
pelvica
Kalau terjadi
infeksi parametrium, maka timbulah pembengkakan yang mula-mula lunak tetapi
kemudian menjadi keras sekali. Infiltrat ini dapat terjadi hanya pada dasar
ligamentum latum tetapi dapat juga bersifat luas, misalnya dapat menempati
seluruh parametrium sampai ke dinding panggul dan dinding perut depan di atas
ligamentum inguinale. Kalau infiltrat menjalar ke belakang dapat menimbulkan
pembengkakan di belakang cervix.
Eksudat ini
lambat laun diresorpsi atau menjadi absces. Absces dapat memecah di daerah
lipat paha di atas lig. Inguinale atau ke dalam cavum Douglasi.
Parametritis
biasanya unilateral dan karena biasanya sebagai akibat luka cervix, lebih
sering terdapat pada primipara daripada multipara.
Secara ikhtisar cara penjalaran infeksi alat kandungan
adalah sebagai berikut:
1. Penjalaran pada permukaan:
a. Endometritis
b. Salpingitis
c. Pelveoperitronitis
d. Peritonitis umum
2. Penjalaran ke lapisan yang lebih dalam:
a. Endometritis
b. Myometritis
c. Perimetritis
d. Peritonitis
3. Penjalaran melalui pembuluh getah
bening:
a. Lymphangitis
b. Perilymphangitis
c. Parametritis
d. Perimetritis
4. Penjalaran melalui pembuluh darah
balik:
a. Phlebitis sepsis
b. Periphlebitis
c. Parametritis
Gejala-gejala:
1. Sapraemia (retention lever)
Demam karena
retensi gumpalan darah atau selaput janin. Demam ini sedikit demi sedikit turun
setelah darah dan selaput keluar. Keadaan ini dicurigai kalau pasien yang demam
terus merasakan HIS royan. Kalau penderita demam dan perdarahan agak banyak,
maka mungkin jaringan placenta yang tertinggal.
2. Luka perineum, vulva, vagina cervix
Perasaan nyeri
dan panas timbul pada luka yang berinfeksi dan kalau terjadi pernanahan dapat
disertai dengan suhu tinggi dan menggigil.
3. Endometritis
a. Gambaran klinis endometritis
berbeda-beda tergantung pada virulensi kuman penyebabnya. Biasanya demam mulai
48 jam postpartum dan bersifat naik turun (remittens).
b. His royan lebih nyeri dari biasa dan
lebih lama dirasakan.
c. Lochia bertambah banyak, berwarna merah
atau coklat dan berbau. Lochia berbau tidak selalu menyertai endometritis
sebagai gejala. Sering ada subinvolusi.
d. Sakit kepala, kurang tidur dan kurang
nafsu makan dapat mengganggu penderita.
e. Kalau infeksi tidak meluas maka suhu
turun dengan berangsur-angsur dan turun pada hari ke 7 – 10.
4. Thrombophlebitis Pelvica
Biasanya
terjadi dalam minggu ke 2 ditandai dengan:
a. Demam menggigil: biasanya sebelumnya
pasien sudah memperlihatkan suhu yang tidak tenang seperti pada endometritis.
b. Kalau membuat kultur darah sebaiknya
diambil waktu pasien menggigil atau sesaat sebelumnya.
c. Penyulit ialah absces paru, pleuritis,
pneumonia dan absces ginjal.
d. Penyakit berlangsung antara 1 – 3 bulan
dan angka kematian tinggi. Kematian biasanya karena penyulit paru-paru.
5. Thrombophlebitis Femoralis
a. Terjadi anatar hari ke 10 – 20 ditandai
dengan kenaikan suhu dan nyeri pada tungkai biasanya kiri.
b. Tungkai itu biasanya tertekuk dan
tertular ke luar dan agak sukar digerakkan. Kaki yang sakit biasanya lebih
panas dari kaki yang sehat.
c. Palpasi menunjukkan adanya nyeri
sepanjang salah satu vena kaki yang teraba sebagai utas yang keras biasanya
pada paha. Timbul oedem yang jelas biasanya mulai pada ujung kaki atau pada
paha dan kemudian naik ke atas.
d. Oedem ini lambat sekali hilang, keadaan
umum pasien yang baik, kadang-kadang terjadi thrombophlebitis pada kedua
tungkai.
6. Sepsis Puerperalis
Ditandai dengan
suhu tinggi (400C atau lebih) biasanya remittens, menggigil, keadaan
umum buruk (pols kecil dan tinggi, nafas cepat, gelisah) dan Hb menurun karena
haemolisis dan leukositosis.
7. Peritonitis
Ditandai dengan
nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi, demam menggigil, pols tinggi,
kecil, perut kembung, tapi kadang-kadang ada diarhhoea, muntah, pasien gelisah,
mata cekung dan sebelum meninggal ada delirium dan koma.
8. Parametritis (cellulitis pelvica)
Jika suhu
postpartum tetap tinggi lebih dari satu minggu, maka parametritis patut
dicurigai. Ada nyeri sebelah atau kedua belah di perut bagian bawah, sering memancar
pada kaki. Setelah beberapa waktu pada toucher dapat teraba infiltrat dalam
parametrium yang kadang-kadang mencapai didning panggul.
Infiltrat ini
dapat diresopsi kembali tetapi lambat sekali dan menjadi keras (sama sekali
tiak dapat dgerakkan), kadang-kadang infiltrat ini menjadi absces.
9. Salpingitis
Sering
disebabkan karena gonorhea, biasanya terajdi pada minggu kedua. Pasien demam
menggigil dan nyeri pada perut bagian bawah biasanya kiri dan kanan.
Salpingitis dapat sembuh dalam dua minggu tapi dapat mengakibatkan sterilitas.
Profilaks
Dalam kehamilan: anemia dalam
kehamilan perlu segera diobati karena anemia memudahkan terjadinya infeksi.
Biasanya pengobatan anemia kehamilan ialah dengan pemberian Fe. Keadaan gizi
penderita juga sangat menentekan, diit harus memenuhi kebutuhan kehamilan dan
nifas, harus seimbang dan mengandung cukup vitamin. Persetubuhan hendaknya
ditinggalkan dalam 1 – 2 bulan terakhir kehamilan.
Selama persalinan: dalam
persalinan 4 usaha penting harus dilaksanakan.
a. Membatasi kemasukan kuman-kuman ke
dalam jalan lahir.
b. Membatasi perlukaan
c. Membatasi perdarahan
d. Membatasi lamanya persalinan
Untuk menghindarkan kemasukan kuman, maka teknik aseptik
harus dipegang teguh.
Toucher hanya dilakukan kalau ada indikasi.
Pegawai kamar bersalin hendaknya memakai masker dan
pegawai dengan infeksi jalan pernafasan bagian atas tidak diperbolehkan bekerja
di kamar bersalin.
Setiap luka merupakan porte d’entree dan menambah
perdarahan, maka perlukaan sedapat-dapatnya dicegah.
Pembatasan perdarahan sangat penting dan ini terutama
berlaku untuk kala III. Kalau juga terjadi perdarahan yang banyak, maka darah
yang hilang ini hendaknya segera diganti.
Untuk wanita Indonesia yang pada umumnya kecil badannya
tiap perdarahan yang melebihi 500 cc sedapat-dapatnya diberi transfusi, darah
yang diberikan hendaknya tidak kurang dari setengahnya darah yang hilang.
Untuk pasien dengan anemia, kehilangand darah yang
sedikit saja sudah memerlukan transfusi.
Dalam nifas: jalan lahir setelah persalinan mudah
dimasukki kuman-kuman mengingat adanya perlukaan. Tetapi jalan lahir terlindung
terhadap kemasukan kuman-kuman karena vulva tertutup. Maka untuk mencegah
infeksi janganlah kita membuka vulva atau memasukkan jari ke dalam vulva misalnya
waktu membersihkan perineum.
Irigasi tidak dibenarkan dalam 2 minggu pertama nifas.
Semua pasien dengan infeksi hendaknya diasingkan supaya infeksi ini tidak
menular kepada pasien lain.
Pengobatan
Adanya antibiotika dan kemoterapika sekarang ini, sangat merubah
prognosa infeksi puerperalis dan pengobatan infeksi puerperalis dengan
obat-obat tersebut merupakan usaha yang terpenting.
Dalam memilih satu antibiotik untuk pengobatan infeksi,
terutama infeksi yang berat seperti pada sepsis puerperalis, kita tentu
menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman penyebab. Tapi sambil
menunggu hasil test tersebut sebaiknya kita segera memberi dulu salah satu
antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam keadaan yang begitu gawat.
Pada saat yang sekarang penisiln ialah penisilin G atau
penisilin setengah sintesis (ampisilin) merupakan pilihan yang paling tepat.
Sebabnya karena penisilin bersifat atoxis. Karena sifat
atoxisnya ini, peniilin dapat diberikan dalam dosis yang sangat tinggi tanpa
memberikan pengaruh toxis. Maka sebaiknya diberikan penisilin G sebanyak 5 juta
S tiap 4 jam dari 30 juta S tiap hari. Penisilin ini diberikan sebagai injeksi
intravena atau secara infus pendek selama 5 – 10 menit.
Penicilin dilarutkan dalam laruta glukosa 5% atau ringerlaktat.
Dapat juga diberikan ampisilin 3 – 4 gram mula-mula intravena atau
intramuskular. Staphylococcus yang penisilin resisten, tahan terhadap penisilin
karena mengeluarkan penisilinase. Preparat penisilin yang tahan penisilinase
ialah axasilin, dicloxasilin dan methacilin.
Disamping pemberian antibiotika dalam pengobatan infeksi
puerperalis, masih diperlukan bebrapa tindakan khusus untuk mempercepat
penyembuhan infeksi tersebut.
1. Luka perineum, vulva vagina
Kalau terjadi
infeksi dari luka luar maka biasanya jahitan diangkat, supaya ada drainage
getah-getah luka. Kompres untuk luka tersebut juga berguna.
2. Endometritis
Pasien
sedapatnya diisolasi, tapi bayi boleh terus menyusu pada ibunya.
Untuk
kelancaran pengaliran lochia, pasien boleh diletakkan dalam letak Fowler dan
diberi juga uterotonica.
3. Thrombophlebitis pelvica
Tujuan terapi
pada thrombophlebitis ialah mencegah emboli pada paru-paru dan mengurangi
akibat-akibat thrombophlebitis (oedema kaki yang lama, perasaan nyeri di
tungkai).
Pengobtan
dengan antikooagulan (heparin, dicumarol) dengan maksud untuk mengurangi
terjadinya thrombus dan mengurangi bahaya emboli.
4. Thrombophlebitis femoralis
Kaki
ditinggikan dan pasien harus tinggal di tempat tidur sampai seminggu sesudah
demam sembuh. Setelah pasien sembuh, ia dianjurkan untuk tidak lama-lama
berdiri dan pemakaian kaos elastik baik sekali.
5. Peritonitis
Antibiotica
diberikan dengan dosis tinggi, untuk menghilangkan gembung perut. Cairan diber
per infus. Transfusi darah dan O2 juga baik. Pasien biasanya diberi
sedativa untuk menghilangkan rasa nyeri. Minuman dan makanan per os dberikan
setelah ada flatus.
6. Parametritis
Pasien diberi antibiotica
dan kalau ada fluktuasi perlu dilakukan incisi. Tempat incisi ialah diatas
lipat paha atau pada cavum Douglasi.
2.4
Perdarahan
dalam Nifas
Perdarahan
pascapersalinan adalah perdarahan yang masif yang berasal dari tempat
implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan
merupakan salah satu penyebab kematian ibu disamping perdarahan karena
kehamilan ektopik dan abortus. Perdarahan pascapersalinan bila tidak mendapat
penanganan yang semestinya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu
serta proses penyembuhan kembali.
Definisi
perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi
lahir. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang abnormal, apalagi telah
menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung,
berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi >
100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan.
Sebab-sebab:
1.
Sisa Placenta dan Placenta Polyp
Sisa placenta
dalam nifas menyebabkan:
a.
Perdarahan
b.
Infeksi
Perdarahan yang banyak dalam nifas
hampir selalu disebabkan oleh sisa placenta
Terapi:
a.
Dengan
perlindungan antibiotik sisa plasenta dikeluarkan secara kuret.
b. Kalau ada demam ditunggu dulu sampai
suhu turun dengan pemberian antibiotik dan 3-4 hari kemudian rahim dibersihkan,
tapi kalau perdarahan banyak maka rahim segera dibersihkan walaupun ada demam.
2.
Endometritis Puerperalis
Perdarahan
biasanya tidak banyak.
3.
Perdarahan Fungsionil
a.
Perdarahan
karena hyperplasia glandularis yang dapat terjadi berhubungan dengan cyclus
anovulatoir dalam nifas
b.
Perubahan
dinding pembuluh darah
Pada perdarahan
ini tidak diketemukan sisa plasenta, endometritis atau pun luka.
4.
Perdarahan luka
Kadang-kadang
robekan servik atau robekan rahim tidak didiagnosa sewaktu persalinan karena
perdarahan pada waktu itu tidak menonjol, beberapa hari postpartum dapat
terjadi perdarahan yang banyak.
2.5
Kelainan
Payudara Saat Nifas
1. Pembendungan Air Susu
Merupakan pembendungan air susu karena penyempitan duktus
laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau
karena kelainan pada puting susu.
Keluhan ibu
adalah payudara bengkak, keras, panas, dan nyeri. Penanganannya sebaiknya
dimulai selama hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah terjadinya
kelainan-kelainan. Bila terjadi juga, maka berikan terapi simptomatis untuk
sakitnya (analgetika), kosongkan payudara (bukan ditekan) dengan BH, sebelum
menyusukan, diurut dulu, sehingga sumbatan hilang. Kalau perlu berikan stil
bestrol atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari untuk membendung
sementara produksi air susu.
2.
Mastitis
Merupakan suatu
peradangan pada payudara disebabkan kuman, terutama Staphylococcus aureus
melalui luka pada puting susu, atau melalui peredaran darah.
Berdasarkan
lokasinya mastitis terbagi atas yang berada di bawah areola mammae, di tengah
areola mammae, dan mastitis yang lebih dalam antara payudara dan otot-otot.
Biasanya
mastitis yang tidak segera diobati akan menyebabkan abses payudara yang bisa
pecah ke permukaan kulit dan menimbulkan borok yang besar. Keluhannya adalah
payudara membesar, keras, nyeri, kulit memerah, dan membisul, dan akhirnya
pecah dengan borok serta keluarnya cairan nanah bercampur air susu. Dapat
disertai suhu naik dan menggigil.
Penanganan
a. Bila terjadi mastitis pada payudara,
hentikan penyususan bayi
b. Karena penyebab utama adalah Staphylococcus aureus, antibiotika jenis
penisilin dengan dosis tinggi dapat membantu, sambil menunggu hasil pembiakkan
dan uji kepekaan air susu
c. Lakukan kompres dan pengurutan ringan
dan penyokong payudara, bila panas dan nyeri berikan obat anti panas dan analgetika.
d. Bila terjadi abses lakukanlah insisi
radial sejajar dengan jalannya duktus laktiferus. Pasang pipa (drain) atau
tamponade untuk mengeringkan nanah.
3. Galaktokel (galactocele)
Air susu
membeku dan terkumpul pada suatu bagian payudara menyerupai tumor kistik.
Terjadi karena sumbatan air susu. Hanya dengan pengurutan dan tekakan ketat
pada payudara, galaktokel dapat hilang dengan sendirinya.
4. Kelainan Puting Susu
a. Puting susu bundar dan menonjol
b. Puting susu terbenam dan cekung
sehingga menyulitkan bayi untuk menyusu. Bila tidak dapat diperbaiki, air susu
dipijat atau dipompa.
c. Ada luka pada puting susu, segera
diobati dengan salep dan sementara menunggu sembuh, air susu dipompa.
5. Jumlah Air Susu
a. Tidak ada air susu (agalaksia)
b. Air susu sedikit keluar (oligogalaksia)
c. Air susu keluar melimpah ruah
(poligalaksia)
d. Air susu tetap keluar terus menerus
dalam waktu lama walaupun sudah menyapih (galaktorea)
Pada sindroma
Chiari-Fromme dijumpai trias yang terdiri dari galaktorea, amenorea, dan atrofi
rahim.
6. Penghentian Laktasi
“Air susu ibu
(ASI) adalah yang terbaik untuk anak ibu dan air susu lembu (sapi) hanya baik
untuk lembu” merupakan motto yang dipakai untuk menggalakkan pemberian air susu
ibu diseluruh dunia dan indonesia. Walaupun demikian kadang kala perlu
penghentian laktasi karena sesuatu sebab, misalnya bayi lahir lalu meninggal,
atau karena ibunya sakit, bekerja, dan sebagainya.
Cara penghentian laktasi
a. Secara alamiah, kebanyakan dilakukan
oleh para ibu yaitu dengan mengikat dada. Hal ini akan menimbulkan rasa nyeri
dan bengkak serta keras.
b. Pemberian obat-obatan:
Ø Dietil stilbestrol peroral 3x30 mg
selama satu minggu atau tablet lynoral 3x1 tablet selama 1 minggu.
Ø Tablet parlodel peroral
Ø Injeksi intramuskular ablakton
Ø Suntikan estradiol valerat 10 mg
intramuskular.
Pada pemberian
estrogen harus hati-hati karena dianggap sebagai predisposisi untuk terjadinya
tromboembolisme. Kadang-kadang setelah pemberian estrogen dihentikan, dapat
terjadi perdarahan rahim. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan.
2.6
Kelainan-kelainan
Lain pada Masa Nifas
1. Embolisme
Trombosis dapat
terjadi saat kehamilan, tetapi lebih sering ditemukan pada masa nifas. Walau
trombosis ada hubungannya dengan kehamilan, kejadian trombosis jarang dijumpai
di Indonesia. Penyebabnya ada 3 hal pokok, yaitu perubahan susunan darah,
perubahan laju peredaran darah dan perlukaan lapisan intima pembuluh darah.
Pada masa hamil
dan khususnya pada persalinan saat terlepasnya plasenta, kadar fibrinogen serta
faktor-faktor pembekuan darah yang lain yang meningkat akan menyebabkan
mudahnya terjadi pembekuan. Pada hamil tua peredaran darah kaki menjadi lambat
karena tekanan dari uterus yang berisi janin serta berkurangnya aktivitas ibu.
Kekurangan aktivitas ini tetap berlangsung sampai masa nifas. Pada persalinan,
terutama yang diselesaikan dengan pembedahan, ada kemungkinan terjadi gangguan
pada pembuluh darah, terutama di daerah pelvis.
Faktor-faktor
yang merupakan predisposisi timbulnya trombosis adalah bedah kebidanan, usia
lanjut, multiparitas, varises, dan infeksi nifas.
Trombosis bisa
terjadi pada vena-vena kaki. Akan tetapi, mungkin pula terjadi pada vena-vena
daerah panggul. Lokalisasi trombus di kaki ialah pada vena-vena yang dekat
permukaan dan/atau yang terletak lebih dalam.
Trombosis pada
vena-vena yang dekat permukaan biasanya disertai peradangan sehingga merupakan
trombo-flebitis. Gejala-gejala setempat ialah nyeri, panas pada palpasi, dan
kemerahan dengan gejala umumnya terjadi kenaikan suhu tubuh.
Trombosis dari
vena-vena yang lebih dalam kira-kira 50 % tidak menimbulkan gejala. Bila ada
gejala biasanya ada rasa nyeri di kaki jika berjalan. Kadang-kadanng dapat
dilihat bahwa kaki yang sakit agak membengkak. Suhu badan dapat meningkat
sedikit. Tekanan pada betis bisa menimbulkan rasa nyeri demikian pula
dorso-fleksi ujung kaki (tanda homan).
Diagnosis
trombosis vena-vena yang terletak dalam kini bisa ditegakkan dengan flebografi,
dengan penggunaan radio-isotop dan dengan cara ultrasonik.
Kadang-kadang
trombosis menutup total vena femoralis dengan timbulnya edema yang padat pada
kaki dan rasa sakit yang sangat. Keadaan ini terkenal dengan nama flegmasia
alba dolens. Sesudah keadaan ini menjadi tenang, bisa tertinggal sindroma
pascaflebitis, terdiri atas edema, varises, eksema dan ulkus pada kaki.
Embolisme paru
jarang terjadi dari trombosis vena kaki yang dekat permukaan, tetapi lebih
sering dari trombus vena yang dalam dan dari vena-vena panggul. Embolus kecil
menimbulkan gejala dispnea dan pleuritis, sedangkan embolus besar dapat menutup
arteria pulmonalis yang bisa menimbulkan syok sampai kematian.
Penanganan
Tromosis
ringan, khususnya dari vena-vena daerah permukaan, ditangani dengan istirahat
dengan kaki agak tinggi dan pemberian obat-obat seperti asidum
asetilosalisilikum. Jika ada tanda keradangan dapat diberi antibiotik. Segera
setelah rasa nyeri hilang, penderita dianjurkan untuk mulai berjalan.
Pada kasus yang
agak berat dan terutama jika vena-vena dalam ikut serta, perlu diberi
antikoagulansia untuk mencegah bertambah luasnya trombus, dan mengurangi bahaya
emboli. Terapi dapat dimulai dengan heparin melalui infus intravena sebanyak
10.000 satuan setiap 6 jam untuk kemudian diteruskan dengan koumarin (misalnya
warfarin) yang dapat diberikan per oral. Perlu dikemukakan bahwa koumarin tidak
boleh diberikan pada ibu hamil karena dapat melewati plasenta dan dapat
menyebabkan perdarahan pada janin. Warfarin diberikan mula-mula 10 mg per hari,
kemudian 3 mg per hari dan sebagai pengawasan dilakukan pemeriksaan masa
protrombon berulang, untuk mencegah terjadinya perdarahan. Pengobatan
dilanjutkan selama 6 minggu untuk kemudian dikurangi dan dihentikan dalam 2
minggu.
Pengobatan embolisme
paru terdiri atas usaha untuk menanggulangi syok dan pemberian antikoagulansia.
Pada embolus kecil yang timbul berulang dapat dipertimbangkan pengikatan vena
di atas tempat trombus.
2. Nekrosis Pars Anterior Hipofisis
Pascapersalinan
Nekrosis pars
anterior hipofisis pascapersalinan (sindroma sheehan) terjadi tidak lama
sesudah persalinan sebagai akibat syok karena perdarahan. Hipofisis berinvolusi
sesudah persalinan dan diduga bahwa pengaruh syok pada hipofisis yang sedang
dalam involusi dapat menimbulkan nekrosis pada pars anterior. Akhir-akhir ini
dicari hubungan antara nekrosis ini dan pembekuan intravaskular dengan
terjadinya trombosis pada sinusoid hipofisis. Dengan demikian, menurrut
pendapat ini nekrosis timbul pada syok yang disertai kelainan pembekuan darah,
seperti pada eklampsia dan solusio plasenta.
Pada kasus yang
berat tanda0tanda sindroma timbul tidak lama sesudah persalinan. Terdapat
agalaktia, amenorea, dan gejala insufisiensi pada organ-organ lain yang
fungsinya dipengaruhi oleh hormon-hormon pars anterior hipofisis (kelenjar
tiroid, kelenjar supra-renalis).
Pengobatan
terdiri dari pemberian hormon-hormon untuk mengganti hormon yang tidak lagi
atau kurang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid, kelenjar supra-renalis, dan ovarium.
3. Sub-involusi uterus
Involusi adalah
keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim dimana berat rahim dari 1000 gram
saat setelah bersalin, menjadi 40-60 gr 6 minggu kemudian. Bila pengecilan ini
kurang baik atau terganggu disebut sub-involusi.
Faktor-faktor
penyebabnya antara lain adalah infeksi (endometritis), sisa uri, mioma uteri,
bekuan-bekuan darah, dan sebagainya.
Pada palpasi
uterus teraba masih besar, fundus masih tinggi, lochea banyak, dapat berbau dan
terjadi perdarahan.
Pengobatan
dilakukan dengan memberikan injeksi methergin setiap hari ditambah dengan
ergometrin peroral. Bila ada sisa plasenta lakukan kuretase. Berikan
antibiotika sebagai pelindung infeksi.
Perdarahan nifas sekunder (Late
puerpural haemorhage)
Yaitu
perdarahan yang terjadi setelah lebih dari 24 jam postpartum, dan biasanya
terjadi pada minggu kedua nifas. Frekuensinya kira-kira 1 % dari semua
persalinan. Faktor-faktor penyebab adalah antara lain seperti sub-involusi,
sisa plasenta, mioma uteri, kelainan uterus, inversio uteri, dan pemberian
estrogen untuk menekan laktasi.
Penanganan
seperti pada sub-involusi, kecuali pada inversio uteri dan mioma uteri
dilakukan penanganan khusus.
4. Flegmasia alba Dolens
Yaitu suatu tromboflebitis
yang mengenai satu atau kedua vena femoralis. Hal ini disebabkan oleh adanya
trombosis atau embolus yang disebabkan karena adanya perubahan atau kerusakan
pada inti pembuluh darah, perubahan darah, perubahan pada susunan darah, laju
peredaran darah, atu karena pengaruh infeksi atau venaseksi.
Frekuensi
Lebih sering
dijumpai dalam masa nifas dan jarang dalam kehamilan. Faktor-faktor
predisposisinya adalah usia lanjut, miltiparitas, obstetri operatif, adanya
varises dan infeksi nifas.
Diagnosis dan gejala klinis
Suhu badan
naik, dan pada daerah yang terkena dijumpai nyeri kaki dan betis bila berjalan
atau ditekan, panas dan bengkak, yang kalau ditekan menjadi cekung. Diagnosis
trombosis dan embolus superfisial mudah, yang lebih dalam dibuat dengan
flebografi atau dengan ultrasonografi.
Penanganan
Daerah yang
terkena diistirahatkan, kaki ditinggikan dan diberikan obat-obatan, seperti
tablet asam asetilsalisilat dan antibiotika. Pada yang agak berat diberikan
antikoagulansia berupa infus intravena heparin 10.000 satuan setiap 6 jam
kemudian dilanjutkan dengan pemberian kumarin (warfarin) peroral sebanyak 10 mg
sehari sebagai inisial lalu diteruskan 3 mg sehari dengan diteksi masa
protrombin.
Perlu diingat
bahwa pemberian kumarin tidak boleh dalam kehamilan, karena dapat menyebabkan
perdarahan pada janin.
BAB III
PENUTUP
Masa nifas merupakan sesuatu yang fisiologis terjadi
terhadap ibu setelah melahirkan. Masa dimana semua organ kandungan akan kembali
seperti sebelum terjadinya kehamilan.
Namun, ternyata tidak semua ibu akan mengalami masa nifas
yang fisiologis. Ada juga ibu yang mengalami masa nifas yang berisiko untuk
terjadinya sebuah infeksi, penyakit bahkan kematian.
Untuk menghindari terjadinya infeksi pada masa nifas,
kita harus mengetahui tanda atau gejala awal yang akan menimbulkan terjadinya
penyakit-penyakit seperti yang disebutkan di atas, dan kita pun harus tetap
menjaga kebersihan pada saat menolong ibu melahirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Wulandari, Diah. 2015. Asuhan Kebidanan (Nifas). Jogjakarta:
Mitra Cendekia Press.
Sastrawinata, R Sulaeman. 2014. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar
Offset Bandung.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Prawihardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina
Pustaka.
sumber http://lipsoil.blogspot.co.id/2012/09/permasalahan-pada-masa-nifas.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar