BAB
IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis
akan membahas kasus tentang Asuhan Keperawatan Ny.A dengan gangguan sistem persyarafan : Stroke Haemoragic di Ruang Neurologi Rumah
Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan
ditemukan beberapa kesenjangan antara teori dan kasus dalam Asuhan Keperawatan
antara lain:
4.1 Pengkajian
Dalam tahap pengkajian
ini, penulis memulai mengkaji selama 3 hari dari tanggal 25-27 april 2014.
Penulis mengumpulkan data dengan cara anamnesa pada Pasien, keluarga, tim kesehatan
lain dan melalui observasi langsung. Pada saat penulis mengkaji tidak menemukan
kesulitan dalam mengumpulkan data karena penulis menggunakan cara dengan cara
berkomunikasi kepada pasien dan keluarga pasien menanyakan tentang hal-hal yang
di alami oleh pasien sehingga data yang diperlukan penulis dapat di peroleh.
Adapun data yang
ditemukan pada teori tetapi tidak ditemukan pada kasus yaitu penyakit
cardiovaskuler, hal ini tidak ditemukan pada pasien karena pasien tidak ada kelainan
penyakit cardiovaskuler.
Adapun gejala-gejala
klinis yang di temukan pada teori tidak ditemukan pada kasus adalah, menggigil,
dan kejang-kejang.
4.2
Diagnosa
Keperawatan
Pada
tahap ini penulis membandingkan dengan diagnosa yang muncul pada teori keperawatan
dengan diagnosa yang di temukan pada Ny.A. Penulis menjumpai kesenjangan antara
teori dan praktek yaitu :
Diagnosa
yang ditemukan penulis pada teori adalah :
1.
Gangguan Perfusi jaringan cerebral b/d
perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori d/d interupsi aliran darah dan
gangguan oklusif.
2.
Kerusakan mobilitas fisik b/d
neuromuskular d/d Kelemahan, paralisis,
ketidakmampuan, kerusakan koordinasi, keterbatasan rentang gerak, penurunan tekanan otot.
3.
Kurang perawatan diri (mandi, gigi, berpakaian)
b/d klien bedrest, tanda vital, penurunan tingkat kesadaran, gangguan anggota gerak.
4.
Gangguan
kebutuhan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan b/d proses menelan tidak efektif
d/d tidak selera makan, dibagaian leher klien sakit pada saat menelan
5.
Komunikasi verbal b /d kerusakan
sirkulasi serebral, kehilangan tonus/ kontrol otot fasial/ oral, kelemahan umum
d/d ketidakmampuan untuk bicara, ketidakmampuan memahami bahasa tertulis atau
ucapan.
6. Perubahan
persepsi sensori b/d stress
psikologis dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, orang.
7.
Gangguan harga diri sehubungan dengan
perubahan biofisik, psikologis ditandai dengan perubahan aktual dalam struktur
dan/atau fungsi.
Sedangkan
diagnosa pada kasus ada 5 diagnosa
keperawatan yaitu :
1.
Perubahan perfusi jaringan serebral b/d gangguan aliran darah pada pembuluh darah otak d/d bagian eksremitas susah di
gerakkan
2. Kerusakan
mobilitas fisik b/d kelemahan
alat gerak d/d kekuatan
otot menurun
3. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan
b/d proses menelan tidak efektif d/d tidak selera makan, dibagaian leher klien
sakit pada saat menelan
4. Gangguan komunikasi verbal b/d kerusakan neuro muscular
d/d klien terlihat bingung, bicara tidak jelas
5. Defisit perawatan diri b/d kerusakan pusat gerak motorik
d/d klien terlihat tidak bersih.
Adapun diagnosa
kpererawatan pada stroke haemoragic yang terdapat dalam teori tetapi tidak
terdapat di kasus :
1.
Perubahan persepsi
sensori b/d stress
psikologis dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, orang. Penulis tidak menemukan masalah tersebut karena pasien
tidak mengalami disorientasi terhadap waktu, tempat, orang.
2. Gangguan
harga diri sehubungan dengan perubahan biofisik, psikologis ditandai dengan
perubahan aktual dalam struktur dan/atau fungsi. Penulis tidak menemukan masalah tersebut karena pasien
menyadari kondisi yang saat ini dialami.
Adapun diagnosa yang terdapat pada kasus tapi tidak ada pada teori tidak
ada. Karena masalah yang terdapat pada kasus, semua ada pada teori.
4.3 Tahap Perencanaan
Pada
tahap perencanaan penulis merecanakan tujuan sesuai dengan masalah yang di
hadapi oleh pasien dapa tahap ini asuhan keperawatan pada ny.A gangguan sistem
saraf “stroke haemorhagic” di susun menurut langkah-langkah proses keperawatan
dengan menetukan tujuan, kriteria hasil dan rencana tindakan. Sesuai dengan
perioritas masalah yang di temukan penulis menyusun intervensi sebagai berikut:
Diagnosa I :
Perubahan perfusi
jaringan serebral b/d
gangguan aliran darah pada pembuluh
darah otak d/d bagian eksremitas susah di gerakkan
Intervensi yang ada pada teori :
1. Pantau/catat
status
neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya.
2. Pantau
tanda-tanda vital, seperti catat : adanya hipertensi atau hipotensi,
bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
3. Evaluasi
pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya terhadap cahaya.
4. Berikan
oksigen sesuai indikasi
5. Berikan
terapi obat sesuai indikasi
6. Pantau
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi seperti masa protombin
Intervensi
yang ada pada kasus:
1.
Monitor tanda-tanda vital.
2.
Bandingkan tekanan darah pada kedua
lengan.
3.
Letakkan kepala lebih tinggi dalam
posisi terlentang.
4.
Pertahankan keadaan tirang baring,
ciptakan lingkungan yang tenang.
Intervensi
yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus
adalah intervensi teori 1, 3, 4, 5, 6 penulis tidak melakukan intervensi
tersebut karena intervensi tersebut sudah dilakukan sebelum penulis melakukan
pengkajian dan tidak ada insrtuksi lagi oleh dokter.
Intervensi yang ada pada kasus
tetapi tida ada pada teori adalah intervensi 2,3,4. Penulis memelakukan intervensi tersebut
karena instruksi dari dokter
Diagnosa II :
Kerusakan mobilitas fisik b/d kelemahan alat gerak d/d kekuatan otot menurun.
Intervensi
yang ada pada teori :
1. Kaji
fungsi motorik dan sensorik dengan mengobservasi setiap ekstremitas secara
terpisah terhadap kekuatan dan gerakan normal, respon terhadap rangsangan.
2.
Ubah posisi klien setiap 2 jam
(terlentang, miring).
3.
Gunakan penyangga lengan ketika pasien
berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi.
4.
Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat
bantu untuk pengaturan posisi dan/atau pembalut selama periode paralisis
spastik.
5.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
6.
Bantu dengan stimulus elektrik
7. Berikan
obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi,
Intervensi
yang ada pada kasus :
1. Kaji
kemampuan otot secara fungsional.
2. Ajarkan
klien melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada extremitas.
3. Anjurkan
keluarga untuk membantu
berpartisipasi dalam pemenuhan kebutuhan pasien.
4. Tinggikan
tangan dan kepala.
Intervensi
yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus
adalah intervensi teori , 3, 4, 5, 6, 7 penulis tidak melakukan intervensi
tersebut karena intervensi tersebut sudah dilakukan sebelum penulis melakukan
pengkajian dan tidak ada insrtuksi lagi oleh dokter.
Intervensi
yang ada pada kasus tetapi tidak ada pada teori adalah intervensi ,4. Penulis
memelakukan intervensi tersebut karena instruksi dari dokter
Diagnosa III :
Gangguan
kebutuhan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan b/d proses menelan tidak efektif
d/d tidak selera makan, dibagaian leher klien sakit pada saat menelan
Intervensi
yang ada pada teori :
1. Tingkatkan
upaya untuk dapat menamnbah
selera makan.
2.
Berikan makanan lunak dalam porsi kecil
tapi sering.
3.
Letakkan makanan pada daerah mulut yang
tidak terganggu.
4.
Anjurkan pasien menggunakan sedotan
untuk meminum cairan.
5.
Pertahankan masukan dan keluaran dengan
akurat, catat jumlah kalori yang masuk.
6. Berikan
cairan melalui IV atau makan melalui selang
Intervensi
yang ada pada kasus
1. Kaji
kebiasaan makan klien.
2. Berikan
makanan lunak dalam porsi kecil tapi sering.
3. Beri
motivasi klien supaya mau makan.
4. Beri
obat sesuai dengan program terapi.
Intervensi
yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus
adalah intervensi teori, 3, 4, 5, 6,
penulis tidak melakukan intervensi tersebut karena intervensi tersebut
sudah dilakukan sebelum penulis melakukan pengkajian dan tidak ada insrtuksi
lagi oleh dokter.
Intervensi
yang ada pada kasus tetapi tidak ada pada teori adalah intervensi 1,,4. Penulis
memelakukan intervensi tersebut karena instruksi dari dokter.
Diagnosa IV :
Gangguan
komunikasi verbal b/d kerusakan neuro muscular d/d klien terlihat bingung,
bicara tidak jelas
Intervensi
yang ada pada teori
1. Perhatikan
kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
2.
Mintalah pasien untuk mengikuti perintah
sederahana ( saperti” buka mata”.”tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata atau
kalimat yang sederhana
3.
Tunjukkan objek dan minta pasien untuk
menyebutkan nama benda tersebut
4.
Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien
5. Konsultasikan
dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara
Intervensi
yang ada pada kasus
1. Kaji
derajat disfungsi cerebral.
2. Perhatikan
dalam komuniksi dan berikan umpan balik.
3. Minta
pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
4. Katakan
secara langsung dengan pasien, bicara perlahan dan dengan tenang.
5. Hargai
kemampuan klien, hindarkan pembicaraan yang merendahkan klien atau hal-hal
menentang klien.
Intervensi
yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus
adalah intervensi teori 1, 5. Penulis tidak melakukan intervensi
tersebut karena intervensi tersebut sudah dilakukan sebelum penulis melakukan
pengkajian dan tidak ada insrtuksi lagi oleh dokter.
Intervensi
yang ada pada kasus tetapi tidak ada pada teori adalah intervensi 1, 5. Penulis memelakukan intervensi tersebut
karena instruksi dari dokter dan bisa mengungkapkan perasaannya lebih baik
Diagnosa V
Defisit
perawatan diri b/d kerusakan pusat gerak motorik d/d klien terlihat tidak
bersih.
Intervensi
yang ada pada teori
1. Lakukan
oral hygien
2.
Bantu klien mandi
3.
Bantu klien mengganti pakaian
4.
Ganti pakaian pengalas tempat tidur
5.
Berikan obat supositoria dan pelunak
feses
6. Konsultasikan
dengan ahli fisioterapi
Intervensi
yang ada pada kasus
1.
Kaji kemampuan klien untuk melakukan
aktivitas perawatan diri.
2.
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan
klien untuk perawatan diri.
3.
Pertahankan suport terhadap klien
memberi dan tanggapan positif pada setiap usahanya
4.
Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi
dalam menjaga kebersihan pasien
Intervensi
yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus
adalah intervensi teori 5, 6. Penulis tidak melakukan intervensi
tersebut karena intervensi tersebut tidak diinsrtuksikan oleh dokter.
Intervensi
yang ada pada kasus tetapi tidak ada pada teori adalah intervensi 1, ,3, 4. Penulis memelakukan intervensi
tersebut karena instruksi dari dokter dan agar keluarga juga berperan dalam
proses terapi.
4.4 Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan
merupakan perwujudan perencanaan perawatan yang telah disusun dan disesuaikan
berdasarkan kebutuhan klien. Pada tahap pelaksanaan ini penulis tidak melakukan
sendiri tapi bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya yang bertugas di ruangan tersebut
dan juga dari pihak keluarga pasien dalam menggunakan fasilitas yang ada di
ruangan itu sendiri untuk kelancaran tindakan keperawatan.
4.5 Tahap eavaluasi
Evaluasi merupakan
tahap akhir dari seluruh rangkaian indikator yang dipakai untuk mengamati dan
mengobservasi perkembangan dan kebersihan.
Dari 5
diagnosa keperawatan yang ditemui tidak semuanya dapat di atasi. Adapun
diagnosa keperawatan yang dapat diatasi sebagian adalah:
1.
Perubahan perfusi jaringan serebral b/d gangguan aliran darah pada pembuluh darah otak d/d bagian eksremitas susah di
gerakkan
2. Kerusakan
mobilitas fisik b/d kelemahan
alat gerak d/d kekuatan
otot menurun
3. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan
b/d proses menelan tidak efektif d/d tidak selera makan, dibagaian leher klien
sakit pada saat menelan
4. Gangguan komunikasi verbal b/d kerusakan neuro muscular
d/d klien terlihat bingung, bicara tidak jelas
5. Defisit perawatan diri b/d kerusakan pusat gerak motorik
d/d klien terlihat tidak bersih.
Dalam
hal ini memerlukan waktu yang banyak dalam tahap pemulihan namun karena
keterbatasan waktu dari penuis sehingga penulus tidak dapat merawat pasien
sampai sembuh, namun penulis sudah berusaha seoptimal mungkin untuk melakukan
tindakan keperawatan pada pasien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar