BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
2.1 Konsep Dasar Medis
2.1.1
Defenisi
Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak berupa kematian sel sel
saraf neurologik akibat gangguan aliran darah ke otak atau terhentinya aliran
darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan. Gangguan saraf atau kelumpuhan
yang terjadi tergantung pada bagian otak yang terkena. ( Suirakoa 2015 )
Stroke haemoragic adalah pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah tertentu di otak
akibat dari
kerapuhan dindingnya atau proses aterosklerosis.
( Karel Dourman, 2013 )
2.1.2
Anatomi-fisiologi
Otak merupakan suatu
alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari
saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (kranium) yang di bungkus
oleh selaput otak yang kuat. Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun
oleh kurang lebih 100 trilium neuron.
Meningen (selaput otak)
adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang untuk melindungi
struktur saraf yang halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi cerebrospinalis memperkecil
benturan atau getaran pada otak atau getaran pada otak dan sumsum tulang
belakang.
Meningen terbagi atas 3 lapisan yaitu:
a. Durameter
(lapisan luar) berfungsi menutupi otak dan medulla spinalis yang bersifat
tebal, tidak elastic, berupa serabut dan berwarna abu-abu.
b. Arakhnoid
(lapisan tengah) merupakan membran yang bersifat tipis dan lembut. Ini
menyerupai sarang laba-laba.
c. Piameter
(lapisan dalam) berupa dinding yang tipis, transparan, yang menutupi otak dan
meluas kesetiap lapisan daerah otak.
Otak dibagi atas 3 bagian besar :
1. Serebrum
( Otak besar )
Serebrum merupakan otak
paling besar dan paling menonjol. Serebrum terdiri dari dua hemisfer yaitu
Substansi Gracea, dan Substansi Alba. Substansi Gracea terdapat pada bagian
luar dinding serebrum dan terbentuk dari badan-badan sel saraf untuk memenuhi
korteks serebri, nucleus, dan basal ganglia, sedangkan substansi alba menutupi
dinding serebrum bagian dalam dan penghubung sel-sel saraf bagian otak dengan
bagian yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri berisi jaringan sistem saraf
pusat dimana berfungsi mengontrol area motorik yaitu terhadap fungsi individu
dan intelegensi Selain hemisfer, serebrum juga mempunyai 4 lobus yang berfungsi
untuk mengatur fungsi sensorik dan motorik yaitu :
a. Lobus
Frontalis
Lobus ini disebut juga lobus
terbesar dari ke 4 lobus tersebut. Terletak diantara fossa anterio Berfungsi mengontrol prilaku individu, membuat
keputusan, kepribadian dan menahan diri serta menyelesaikan masalah.
b. Lobus
Parietalis (Lobus Sensorik )
Lobus ini
menginterprestasikan sensasi (perasaan, rasa sakit, sentuhan, dan tekanan) dan berfungsi mengatur individu mampu mengetahui
posisi dan letak bagian tubuhnya. Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom
hemineglect.
c. Lobus
Temporalis
Lobus ini
berfungsi untuk mengintegrasikan sensasi kecap,bau dan pendengaran. Ingatan jangka
pendek sangat berpengaruh pada lobus ini.
d. Lobus
Oksipitalis
Lobus ini
terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Lobus ini bertanggung jawab
dalam menginterprestasikan pengelihatan (visualisasi).
2.
Batang Otak
Batang otak sering juga
disebut sebagai sum-sum penghubung, karena menghubungkan otak kecil dan sum-sum
tulang belakang yang letaknya di bawah agak kedepan otak kecil dan dibawah otak
besar.
Batang otak terdiri
dari :
a. Diansepalon
Fungsinya
sebagai faso kontruktor untuk mengontrol kegiatan refleks,
memproses rangsangan sensorik, dan memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsangan. Diansepalon berisi thalamus, hipotalamus dan kelenjar hipofisis.
memproses rangsangan sensorik, dan memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsangan. Diansepalon berisi thalamus, hipotalamus dan kelenjar hipofisis.
1) Talamus
Talamus pusat penyambung sensasi
bau yang diterima impuls, memori, sensasi, dan nyeri melalui bagian ini.
2) Hipotalamus
Terletak pada anterior dan inferior
thalamus yang berfungsi untuk mengatur sensasi saraf otonom, hipotalamus juga
sebagai pusat lapar dan mengontrol berat badan.
3) Kelenjar
Hipofisis
Kelenjar ini disebut juga kelenjar
paling hebat karena sejumlah hormon-hormon dan fungsinya di atur oleh kelenjar
hipofisis baik kelenjar yang terdapat pada organ ginjal, pancreas, reproduksi,
tiroid dan organ-organ lain.
b.
Pons
Pons
terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medulla. Pons juga merupakan
jembatan antara dua bagian serebelum, dan juga penghubung antara medulla dan
serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik. Pons berisi pusat-pusat
terpenting dalam mengontrol jantubg, pernafasan, dan tekanan darah serta
sebagai asal-usul saraf otak kelima dan kedelapan.
c. Medula
oblongata
Medula
oblongata adalah bagian batang otak yang berfungsi untuk meneruskan serabut-serabut
motorik dari otak ke medulla spinalis dan serabut-serabut sensorik dari medulla
spinalis ke otak. Dan serabut-serabut tersebut menyilang pada daerah medula
oblongata.
3. Serebel um
Serebelum di sebut juga
otak kecil yang terletak pada fossa posterior yang terpisah dari hemisfer
serebral, lipatan duramater, tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi
yaitu merangsang dan menghambat serta bertanggung jawab yang luas terhadap
koordinasi dan gerak halus. Selain itu, mengontrol gerakan, keseimbangan,
posisi dan mengintegrasikan input sensorik. (brunner & suddarth,2002)
Saraf Kranial
terdiri dari:
1.
Nervus Olfaktorius (sensorik)
Fungsinya :
saraf sebagai alat penciuman atau hidung.
2.
Nervus Optikus (sensorik)
Fungsinya :
untuk penglihatan yaitu bola mata.
3.
Nervus Okulomotoris (motorik)
Fungsinya : saraf penggerak bola mata dan mengangkat
kelopak mata.
4.
Nervus Troklear (motorik)
Fungsinya :
saraf pemutar mata.
5.
Nervus Trigeminal (motorik dan sensorik)
Fungsinya :
sebagai saraf kulit kepala dan kelopak mata.
6.
Nervus Abdusen (motorik)
Fungsinya :
sebagai saraf penggoyang sisi mata.
7.
Nervus Fasialis (motorik dan sensorik)
Fungsinya :
gerakan otot wajah, ekspresi wajah, sekresi air mata dan ludah.
8.
Nervus Auditorius (sensorik)
Fungsinya :
sebagai saraf pendengaran.
9.
Nervus Glosofaringeus (sensorik dan
motorik)
Fungsinya :
membawa rangsangan cita rasa ke otak.
10.
Nervus Vagus (sensorik dan motorik)
Fungsinya :
sebagai saraf perasa.
11.
Nervus Aksesorius (motorik)
Fungsinya :
sebagai saraf penggerak leher.
12.
Nervus Hipoglosus (motorik)
Fungsinya :
sebagai saraf lidah dan otot lidah (gerakan lidah).
2.1.3
Etiologi
a. Trombus
Bekuan darah pada pembuluh darah di
otak biasanya karena aterosklerosis. Dan trombus paling sering terjadi
sepanjang arteri karotis dan cabang-cabangnya, sehingga supplai darah ke otak
berkurang.
b. Infark
otak
Oklusi atau penyumbatan pembuluh
darah serebral akibat emboli. Dan hal ini di pengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu bekuan darah, tumor, penimbunan lemak, bakteri, atau udara. Biasanya,
emboli serebral berhubungan dengan penyakit jantung akibat bekuan darah dan
vegetasi bakteri dari dinding jantung maupun katup pada jantung.
c. Perdarahan
Intraserebral
Perdarahan akibat pecahnya pembuluh
darah di otak yang menyebabkan perdarahan ke jaringan otak. Hal ini, disebkan
oleh arteriosklerosis dan hipertensi paling umum pada usia 50 tahun. Perdarahan
ini biasanya menghasilkan fungsi residual yang luas dan pemulihan yang lambat.
d. Kejang
Kejang arteri serebral, karena
beberapa iritasi pada bagian luar dinding arteri yang mengurangi aliran darah
ke otak akibat pembuluh darah yang menyempit. Kejang berlangsung singkat namun,
menyebabkan kerusakan otak permanen. (black)
2.1.4
Patofisiologi
Infark cerebral adalah berkurangnya suplay darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan biasanya
pembuluh darah yang tersumbat. Suplay darah ke otak dapat berubah (makin lambat
atau cepat) pada gangguan lokasi (thrombus, emboli, perdarahan, dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum (hipoxia karna gangguan paru dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai fator penyebab infark pada otak. Thrombus dapat
berasal dari plak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan aatau terjadi turbulensi.
Thorombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawah sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang di suplay
oleh pembuluh darah dengan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam bebrapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurngnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan oleh karena trombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan pasif. Oklusi pada pembuluh
darah cerebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis di ikuti trombosis.
Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada di dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini dapat
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak di sebabkan oleh ruptur arteriosklerosis dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intra cerebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit
serebrovaskular, karena pedarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan kranial dan yang lebih berat menyebabkan hernia otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat di sebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfeerr otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Pembesaran darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertinya kasus perdarahan
otak terjadi pada sepertiga perdarhan otak di nukleus kaudatus, thalamus, dan
pons.
Jika sirkulasi cerebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan yang di sebabkan oleh anoksia serebral dapat reversible untuk waktu
4-6 menit. Perubahan irreversible jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
cererbal dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung.
Selain kerusakan parenkim otak akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial dan penurunan tekanan
perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoatik darah yang
keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf
di area yang terkena darah dan sekitanya tertekan lagi.
( Arif Mutaqin,
2008 )
2.1.5 Pathway
Penyakit yang mendasari stroke ( alkohol.
Hiperkolesteroid, merokok, stres, depresi, kegemukan )
|
Aterosklerosis (elastisitas pembuluh darah menurun
|
Kepekatan darah meningkat
|
Obstruksi thrombus di otak
|
Pembentukan thrombus
|
Hipoksia serebri
|
Penurunan
aliran darah ke otak
|
Infark jaringan otak
|
Kerusakan
pusat gerakan motorik di lobus frontalis hemiphare hemiplagia
|
MK: gangguan mobilitas fisik
|
Kelemahan
pada nerfus V, VII, IX, X.
|
Tirah baring
|
mobilitas
menurun
|
MK : Perubahan persepsi sensori
|
MK : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
MK : Gangguan refleks menelan
|
MK: Defisit perawatan diri
|
MK: Gangguan kerusakan integritas kulit
|
penurunan
kemampuan otot mengunyah dan menelan
|
Sumber : Price (2008)
|
2.1.6
Manifestasi klinis
a. Hemiplegia
(paralisis atau kelumpuhan pada satu sisi)
Kelumpuhan
yang melibatkan setengah dari bagian tubuh dan dapat mengenai bagian kanan dan
kiri. Dan hemiplegia tergantung pada kerusakannya baik area motor korteks atau piramidal
saluran fiber. Perdarahan di sisi kanan otak menyebabkan hemiplegia sisi kiri,
begitu juga sebaliknya.
b. Aphasia
(tidak lancar berbicara)
Aphasia
terjadi kecacatan dalam menafsirkan simbol-simbol bahasa di sebabkan oleh
korteks serebri disorder. Dan penyebab paling umum adalah penyakit pembuluh
darah otak terutama arteri. Aphasia dibagi dua yaitu :
1) Aphasia
sensorik
Aphasia yang melibatkan kehilangan
kemampuan untuk memahami tulisan atau kata-kata yang diucapkan. Misalnya,
dengan pendengaran dan pengelihatan.
2) Aphasia
motorik
Aphasia yang kemampuan untuk
menulis, bernyanyi, dan berbicara hilang akibat disorder korteks serebral.
c.
Disatria
Disebabkan
karena disfungsi cranial dan disfungsi cranial ini mempengaruhi saraf-saraf
yang mengarah ke bagian facial melemah atau lumpuh yang mengakibatkan otot-otot
bibir, lidah, dan laring kehilangan sensasi. Selain itu, dapat juga kehilangan
fungsi seperti mengunyah dan menelan makanan.
d.
Kinesthesia
Terjadi pada sisi tubuh
yang terkena. dan hal ini menyebabkan :
1) Hemianesthesia
(hilangnya sensasi).
2) Paresthesia
(mati rasa, kesemutan, menusuk-nusuk, kepekaan yang meningkat).
3) Hilangnya
otot-otot sensasi.
e.
Inkontinensia urine
Disebabkan
secara fisiologis karena lesi hemisfer unilateral dan dipengaruhi beberapa
faktor : kurang perhatian, penyimpangan memori, faktor emosional, ketidak
mampuan untuk berkomunikasi.
f.
Nyeri bahu
Nyeri
ini terjadi setelah nyeri pada serebral. Dan nyeri ini semakin parah karena
pembatasan mobilitas dan perawatan diri sehingga, keseimbangan rentang gerak terganggu
bahkan sampai kehilangan sensasi. (Black & joice, 2010)
2.1.7
Faktor Resiko
Faktor resiko penyebab stroke di golongkan menjadi 2
yaitu yang tidak dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan.
Faktor yang tidak dapat dikendalikan :
a.
Umur
Resiko stroke meningkat seiring
pertambahan usia. Setelah memasuki umur diatas 55 tahun keatas, resiko stroke
meningkat dua kali lipat setiap kurun waktu 10 tahun.
b.
Jenis kelamin
Pria memiliki resiko terkena stroke lebih besar 20%
daripada wanita. Namun perempuan menginjak usia 55 tahun, saat kadar
estrogennya menurun resikonya justru lebih tinggi daripada pria.
c.
Garis keturunan
Resiko stroke lebih tinggi jika
dalam keluarga terdapat riwayat keluarga penderita stroke.
d.
Diabetes
Penderita diabetes mempunyai
resiko 2 kali lebih besar menhalami
stroke, hal ini dapat terjadi akibat gangguan metabolisme pada penderita
diabetes.
e.
Aterosklerosis
Kondisi dimana terjadi
penyumbatan dinding pembuluh darah dengan lemak, kolesterol, ataupun kalsium.
f.
Penyakit jantung
Penderita penyakit jantung jauh
lebih banyak resikonya dibandingkan orang berjantung sehat.
Faktor yang dapat dikendalikan :
a.
Obesitas
Resiko stroke akan meningkat pada
orang yang mengalami kegemukan.
b.
Kurang aktivitas fisik dan olahraga
Efeknya akan meningkatkan resiko
hipertensi, rendahnya kadar HDL dan diabetes. Olahraga 30 sampai 40 menit per
hari dapat mengurangi resiko stroke.
c.
Merokok dan minum alkohol
Peluang terjadinya stroke pada
orang yang mempunyai kebiasaan merokok dan minum alkohol 50% lebih tinggi
daripada yang bukan perokok.
d.
Tekanan darah tinggi ( hipertensi )
Hampir sekitar 40% kejadian
stroke dialami penderita hipertensi
e.
Tingkat kolesterol darah yang berbahaya
Kadar kolesterol yang tinggi akan
meningkatkan resiko terjadinya pengerasan pembuluh nadi karena kolesterol
cenderung menumpuk pada dinding pembuluh darah dan membentuk plak.
2.1.8
Komplikasi
a. Hipoksia
serebral
Hipoksia serebral disebabkan karena
adanya oklusi atau penyumbatan pada pembuluh darah serebral. Dan fungsi otak
bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan kejaringan. Jika suplai
oksigen berkurang kejaringan akan mengakibatkan iskemia jaringan otak. Hipoksia
serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi darah adekuat ke otak untuk
mempertahankan hemoglobin dan hematokrit.
b. Gangguan
aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah,
curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. hidrasi adekuat harus
menjamin viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan
hipotensi yang ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran
darah serebral dan potensinya yang meluas ke area cidera.
c. Embolisme
serebral
Dapat terjadi akibat aterosklerosis
atau penyumbatan pada pembuluh darah dan juga bisa komplikasi dari organ
jantung. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan dapat juga ke seluruh
bagian serebral. Disritmia juga bisa menyebabkan emboli serebral yang
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan thrombus lokal. (smeltzer & Bare, 2010)
2.1.9
Pemeriksaan
diagnostic
a. Angiografi
serebral
Membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi
atau ruptur.
b.
Skan CT
Memperlihatkan adanya edema,
hematoma, iskemia, dan adanya infark. Catatan: mungkin tidak dengan segera
menunjukkan semua perubahan tersebut.
c. Fungsi
lumbal
Menunjukkan adanya tekanan normal
dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan intra cranial. Kadar protein
total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
d. MRI
Menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, malformasi, arteriovena (MAV).
e. Ultrasonografi
Doppler
Mengidentifikasi penyakit
arteriovena aliran darah
atau muncul
plak
f. EEG
Mengidentifikasi masalah didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar
x tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas
h. EKG
Tidak ada kelainan pada jantung.
i.
(GCS) Glasgow Coma Scale yaitu:
Respon
Membuka Mata:
Spontan
4
Dengan
perintah 3
Dengan
nyeri 2
Tidak
berespons 1
Respons
Motorik Terbaik :
Dengan
perintah 6
Melokalisasi
nyeri 5
Menarik
area yang nyeri 4
Fleksi
abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak
berespons 1
Respons
Verbal:
Berorientasi 5
Bicara
membingungkan 4
Kata-kata
tidak tepat 3
Suara
tidak dapat di mengerti 2
Tidak
ada respons 1
Total: GCS = 15.
Keterangan GCS: 15 =
Normal
3
– 8 = Berat
9
– 12 = Ringan
(Smeltzer & Bare, 2010)
2.1.9
Penatalaksanaan
1.
Pasien di tempatkan pada posisi lateral
atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur ditinggikan sampai tekanan serebral berkurang.
2.
Intubasi trakeal atau ventilasi mekanik
perlu untuk dengan pasien stroke karena dapat mencegah henti nafas tiba-tiba.
3.
Pasien dipantau jika ada gangguan
saluran nafas (aspirasi, atelektasis, pneumonia), yang dapat mengakibatkan
kehilangan refleks jalan nafas, imobilitas, atau hipoventilasi.
4.
Periksa jantung untuk mencegah
abnormalitas ukuran dan irama dan tanda gagal jantung kongestif.
5.
Pemberian diuretika untuk menurunkan
edema serebral.
6.
Pemberian antikoagulan untuk mencegah
thrombosis atau embolisme serebral dari organ lain seperti jantung dan pembuluh
darah. (Brunner dan seddarth, 2002)
2.2
Konsep
dasar keperawatan
2.2.1 Pengkajian
a.
Identitas klien.
Nama,Umur,
jenis kelamin,ras,suku bangsa dll.
b.
Riwayat kesehatan dahulu.
1. Riwayat
hiipertensi.
2. Riwayat
penyakit kardiovaskuler misalnya emblisme serebral.
3. Obesitas.
4. Riwayat
DM.
5. Riwayat
aterosklerosis.
6. Merokok.
7. Riwayat
konsumsi alokohol.
c. Riwayat
kesehatan sekarang.
1. Kehilangan
komunikasi.
2. Gangguan
persepsi.
3. Kehilangan
motorik Merasa kesulitan untik melakukan
aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis, merasa mudah lelah, susah beristirahat ( nyeri, kejang otot).
4. Riwayat
kesehatan keluarga.
apakah ada riwayat penyakit
degeneratif dalam keluarga.
d. Aktifitas
/ istirahat.
1. Merasa
kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis (hemiplegia).
2. Merasa
mudah lelah,susah beristirahat ( nyeri, kejang otot).
3. Gangguan
tonus otot dan tejadi kelemahan umum.
4. Gangguan
penglihatan.
5. Gangguan
tingkat kesadaran.
e. Sirkulasi.
1. Adanya
penyakit jantung ( misalnya reumatik / penyakit jantung vakuler, riwayat hipotensi postural).
2. Hipotensi
arterial berhubungan dengan embolisme / malformasi vaskuler
3. Frekwensi
nadi dapat bervariasi karena ketidak efektifan fungsi / keadaan jantung.
f. Integritas
ego.
1. Perasaan
tidak berdaya, perasaan putus asa.
2. Emosi labil, ketidaksiapan untuk makan
sendiri dan gembira.
3. Kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
g. Eliminasi.
1.
Perubahan pola berkemih seperi :
inkontinenesia urine, anuria.
2. Distensi
abdomen.
h. Makanan
/ cairan.
1. Nafsu
Makan hilang, mual muntah selama fase akut / peningkatan TIK.
2. Kehilangan
sensasi ( rasa kecap pada lidah).
3. Disfagia,
riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah.
4. Kesulitan
menelan ( gangguan pada refleks palatum dan faringeal), obesitas.
i. Neurosensori.
1. Adanya
sinkope / pusing, sakit kepala berat.
2. Kelemahan,
kesemutan,kebas pada sisi terkena seperti mati / lumpuh.
3. Pengligatan
menurun: buta total, kehilangan daya lihat sebagian, penglihatan ganda.
4. Sentuhan
: hilangnya rangsangan sensoris kontra lateral pada wajah
5. Gangguan
pengecapan dan penciuman .
6. Status
mental/tingkat kesadaran: koma pada tahap awal hemorragik, tetap sadar jika
trombosis alami.
7. Gangguan
fungsi kognitif : penurunan memory.
8. Ekstremitas
: kelemahan paralise, tidak dapat menggemgam refleks tendon melemah secara
kontralateral.
9. Afasia
: gangguan fungsi bahasa, afasia motorik ( kesulitan mengucapkan kata).
10.
Kehilangan kemampuan mengenali /
menghayati masuknya sensasi visual pendengaran, taktil ( agnosia seperti
gangguan kesadaran terhadap citra diri kewaspadaan kelainan terhadap bagian
yang terkena, gangguan persepsi kehilangan
kemampuan menggunakan motorik saat klien ingin menggunakannya
(perdarahan/hernia).
j. Nyeri.
1. Sakit
kepala dengan intensitas berbeda ( karena arteri karotis terkena).
2. Tingkah
laku yang tidak stabil, gelisah, ketergantungan pada otot / fasia.
k. Pernafasan.
1. Merokok.
2. Ketidakmampuan
menelan, batuk / hambatan jalan nafas.
3. Pernafasan
sulit, tidak teratur, suara nafas terdengar / ronki ( aspirasi sekresi).
l. Keamanan
1. Motorik
/sensorik :masalah penglihatan, perubahan persepsi terhadap orientasi tentang
tubuh ( stroke kanan), kesulitan melihat objek dari sisi kiri, hilangnya kewaspadaan
terhadap bagian tubuh yang sakit.
2. Tidak
mampu mengenali objek, warna dan wajah yang pernah dikenal.
3. Gangguan
berespon terhadap
panas dan dingin, gangguan regulasi tubuh.
4. Tidak
mandiri, gangguan dalam memutuskan, perhatian terhadap keamanan sedikit.
5. Tidak
sadar / kurang kesadaran diri.
m. Interaksi
social.
Masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi.
2.2.2
Pemeriksaan
neurologis
1.
Status mental.
a.
Tingkat
kesadaran : kwlitatif dan
kwantitatif
b.
Pemeriksaan kemampuan bicara
c.
Orientasi ( tempat, waktu, orang )
d.
Penilaian daya obstruksi
e.
Pemeriksaan respon emosional
f.
Pemeriksaan daya ingat
g.
Pemeriksaan kemampuan berhitung
2.
Nervus kranials.
a.
Olfaktorius :penciuman.
b.
Optikus : penglihatan.
c.
Okulomotoris : gerak mata, konstriksi
pupil akomodasi.
d.
Troklear : gerak mata.
e.
Trigeminus : sensasi umum pada wajah,
kulit kepala,gigi, gerak mengunyah.
f.
Abdusen : gerak mata.
g.
Fasialis : pengecap, sensasi umum pada
palatum dan telinga luar, sekresi kelenjar
takrimalis,submandibula,sublingulial,ekspresi wajah.
h.
Vestibulokoklearis : pendengaran dan
keseimbangan.
i.
Aksesoris spinal : fonasi,gerakan
kepala, leher dan bahu.
j.
Hipoglosus : gerak lidah.
3.
Fungsi motorik.
a.
Masa otot, kekuatan otot dan tonus
otot.pada pemeriksaan ini ekstremitas diperiksa lebih dahulu.
b.
Fleksi dan ekstensi lengan.
c.
Abduksi lengan dan adduksi lengan.
d.
Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan.
e.
Adduksi dan abduksi jari.
f.
Abduksi dan adduksi pinggul.
g.
Fleksi dan ekstensi lutut.
h.
Dorsofleksi dan fleksi plantar
pergelanangan kaki.
i.
Dorsofleksi dan fleksi plantar ibu jari
kaki.
4.
Fungsi sensori.
a.
Sentuhan ringan.
b.
Sensari nyeri.
c.
Sensasi posisi.
d.
Sensasi getaran.
5.
Fungsi serebelum.
a.
Tes jari hidung.
b.
Tes rumit lutut.
c.
Gerakan berganti.
d.
Gaya berjalan.
6.
Refleks
a.
Biceps.
b.
Triceps.
c.
Brachioradialis.
d.
Patella.
e.
Achilles.
( Black
joyce, 2002)
Diagnosa
keperawatan
1.
Gangguan Perfusi jaringan cerebral b/d
perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori d/d interupsi aliran darah dan
gangguan oklusif.
Tujuan
:
a. Perubahan tingkat kesadaran meningkat.
b. Perubahan dalam respon motorik dan sensorik membaik.
c. Perubahan tanda-tanda vital membaik.
Kriteria hasil:
a.
Mempertahankan tingkat kesadaran
biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/ sensorik
Intervensi
|
Rasional
|
|
Mandiri
:
1. Pantau/catat
satus neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya.
|
Mengetahui kecenderungan tingkat
kesadaran dan potensial TIK dan mengetahui lokasi, luas, dan kemajuan
kerusakan.
|
|
2. Pantau
tanda-tanda vital, seperti catat: adanya hipertensi atau hipotensi,
bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
|
variasi mungkin terjadi oleh karena
tekanan trauma serebral pada daerah vasomotor otak. Hipertensi atau hipotensi
postural dapat menjadi faktor pencetus. Hipotensi dapat terjadi (karena
edema, adanya formasi bekuan darah). Tersumbatnya arteri subklavia dapat
dikatakan dengan adanya perbedaan tekanan pada kedua lengan.
|
|
3. Evaluasi
pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya terhadap cahaya.
|
Reaksi pupil diatur oleh saraf
okulamotor (III) dan berguna menentukan apakah batang otak tersebut masih
baik.
|
|
Kolaborasi
:
1. Berikan
oksigen sesuai indikasi
|
Menurunkan hipoksia yang dapat
menyebabkan vasodilator serebral.
|
|
2. Berikan obat
sesuai Indikasi:
Antikoagulasi,
seperti natrium warfarin (Coumadin); heparin, antitrombosit (ASA); dipridamol
(Persantine).
|
Dapat digunakan untuk meningkatkan
atau memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah
pembekuan saat embolus atau trombus merupakan faktor masalahnya.
|
|
3. Pantau
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi seperti masa protombin.
|
Memberikan informasi tentang
keefektifan pengobatan atau kadar terapeutik.
|
2. Kerusakan
mobilitas fisik b/d neuromuskular d/d
Kelemahan, paralisis, ketidakmampuan, kerusakan koordinasi,
keterbatasan rentang gerak, penurunan
tekanan otot.
Tujuan
:
a.
Mampu
bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik
b.
Kerusakan
koordinasi teratasi
c.
peningkatan
kekuatan otot.
Kriteria Hasil:
a. Mempertahankan
posisi optimal dari fungsi yang di buktikan oleh tidak adanya kontraktur.
b.
Mempertahankan /meningkat kekuatan dan
fungsi bagian tubuh yang kompensasi.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
:
1.
Kaji fungsi motorik dan sensorik
dengan mengobservasi setiap ekstremitas secara terpisah terhadap kekuatan dan
gerakan normal, respon terhadap rangsangan.
|
Lobus frontal dan parietal berisi saraf-saraf
yang mengatur fungsi motorik dan sensorik dan dapat dipengaruhi oleh iskemia
atau peningkatan tekanan.
|
2. Ubah
posisi klien setiap 2 jam (terlentang, miring)
|
Menurunkan resiko terjadinya trauma
atau iskemia jaringan.
|
3. Gunakan
penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi.
|
Selama paralisis flaksid, penggunaan
penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya subluksasio lengan dan sindroma
bahu sampai lengan.
|
4. Evaluasi
penggunaan dari/kebutuhan alat bantu untuk pengaturan posisi dan/atau
pembalut selama periode paralisis spastik.
|
Kontraktur fleksi dapat terjadi akibat
dari otot fleksor lebih kuat dibandinkan dengan otot ekstensor.
|
Kolaborasi
:
1. Konsultasikan
dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
|
Program yang khusus dapat dikembangkan
untuk menemukan kebutuhan yang berarti menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
|
2. Bantu
dengan stimulus elektrik,
|
Dapat membantu memulikan kekuatan otot
dan meningkatkan kontrol otot volunter.
|
3. Berikan
obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi, seperti baklofen,
dantrolen.
|
Diperlukan untuk menghilangkan
spastisitas pada ekstremitas yang terganggu.
|
3. Kurang
perawatan diri (mandi, gigi, berpakaian) b/d klien bedrest, tanda vital,
penurunan
tingkat kesadaran, gangguan
anggota gerak.
Tujuan :
a.
Mampu
membawa makanas dari piring ke mulut.
b.
Mampu
untuk membersihkan diri.
c.
Mampu
memasang pakaian.
Kriteria Hasil:
a.
Melakukan aktivitas perawatan diri dalam
tingkat kemampuan sendiri
b.
Mengidentifikasikan sumber pribadi/
komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
:
1. Lakukan
oral hygien
|
Membersihkan mulut dan gigi klien, perawat
dapat menemukan berbagai kelainan, seperti adanya gigi palsu, gusi berdarah
serta adanya tumor.
|
2. Bantu
klien mandi
|
Memandikan klien merupakan salah satu
cara memperkecil infeksi nasokomial. Dengan memandikan klien, perawat akan
menemukan berbagai kelainan pada kulit seperti tanda lahir, luka memar, kulit
pucat karena dingin.
|
3. Bantu
klien mengganti pakaian
|
Beberapa rumah sakit menyediakan
pakaian khusus untuk klien namun ada yang tidak
|
4. Ganti
pakaian pengalas tempat tidur
|
Pengalas tempat tidur yang kotor
merupakan tempat berkembang biaknya kuman.
|
Kolaborasi
:
1. Berikan
obat supositoria dan pelunak feses
|
Mungkin dibutuhkan pada awal untuk
membantu menciptakan/merangsang fungsi defekasi teratur.
|
2. Konsultasikan
dengan ahli fisioterapi
|
Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong
khusus
|
4. Resiko
tinggi menelan b/d kerusakan neuromuskuler d/d adanya tanda dan gejala membuat diagnosa aktual.
Tujuan :
Dapat diterapkannya tanda-tanda diagnosa yang aktual.
Kriteria Hasil:
a.
Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi induvidual dengan aspirasi
tercegah.
b. Memepertahankan berat badan yang diinginkan.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Tingkatkan
upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif, seperti:
-
Bantu pasien dengan mengontrol
kepala.
|
Menetralkan hiperekstensi membantu
mencegah aspirasi dan meningkatkan kemampuan untuk menelan.
|
2. Letakkan
pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan.
|
Menggunakan gravitasi untuk memudahkan
proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
|
3. Letakkan
makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
|
Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang
dapat mencetuskan usah untuk menelan dan meningkatkan masukan.
|
4. Anjurkan
pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
|
Menguatkan otot fasial dan otot
menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak .
|
5. Pertahankan
masukan dan keluaran dengan akurat, catat jumlah kalori yang masuk.
|
Jika usaha menelan tidak memadai untuk
memenuhi kebutuhan cairan dan makanan harus di caikan metode alternatif untuk
makan.
|
Kolaborasi:
1. Berikan
cairan melalui IV atau makan melalui selang.
|
Mungkin
diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien
tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
|
5. Komunikasi verbal b /d kerusakan sirkulasi
serebral, kehilangan tonus/ kontrol otot fasial/ oral, kelemahan umum d/d
ketidakmampuan untuk bicara, ketidakmampuan memahami bahasa tertulis atau
ucapan.
Tujuan :
a. mampu untuk berbicara.
b. Mampu menghasilkan komunikasi tertulis.
Kriteria
Hasil :
a. Mengindikasikan
pemahaman tentang masalah komunikasi.
b. Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan
dapat di ekspresikan
c. Menggunakan sumber- sumber dengan tepat
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Perhatikan
kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
|
Pasien mungkin
kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari
bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata.
|
2.
Mintalah pasien untuk mengikuti
perintah sederahana (seperti” buka mata”.”tunjuk ke pintu”) ulangi dengan
kata atau kalimat yang sederhana.
|
Melakukan penilaian
terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik).
|
3.
Tunjukkan objek dan minta pasien
untuk menyebutkan nama benda tersebut.
|
Melakukan penilaian
terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin
mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.
|
4.
Antisipasi dan penuhi kebutuhan
pasien.
|
Bermanfaat dalam
menurunkan frustasi bila tergantung pada orang lain dan tidak dapat
berkomunikasi secara berarti.
|
Kolaborasi
:
1.
Konsultasikan dengan/rujuk kepada
ahli terapi wicara.
|
Pengkajian secara
individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif berfungsi untuk
mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan terapi.
|
.
6.
Perubahan persepsi sensori b/d stress psikologis dengan
disorientasi terhadap waktu, tempat, orang.
Tujuan
:
a. Perubahan dalam pola perilaku biasanya terhadap rangsang
yang berlebihan
b. Mampu untuk menyebutkan posisi bagian tubuh,
c. Perubahan proses pikir
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan
fungsi kesadaran dan fungsi perceptual.
b. Mendemonstrasikan
perilaku untuk mengkompensasi terhadap defisit hasil.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Lihat
kembali proses patologis kondisi individual.
|
Kesadaran
akan tipe daerah yang terkena membantu dalam mengantisipasi defisit spesifik
dan perawatan.
|
2. Evaluasi
adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan
ketajaman persepsi (bidang horizontal/ vertical).
|
Munculnya
gangguan penglihatan dapat berdampak negative terhadap kemampuan pasien untuk
menerima lingkungan dan mempelajari kembali keterampilan motorik dan
meningkatkan resiko terjadinya cedera.
|
3. Ciptakan
lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
|
Membatasi
jumlah stimulus penglihatan yang dapat mungkin menimbulkan kebingungan
terhadap interpretasi lingkungan.
|
4. Kaji
kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, posisi
bagian tubuh/ otot, rasa persendian.
|
Penurunan
kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk
terhadap keseimbangan/ posisi tubuh dan kesesuaian dari gerakan yang
mengganggu, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
|
5. Hilangkan
kebisingan/ stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
|
Menurunkan
ansietas dan respons emosi yang berlebihan/ kebingungan yang berhubungan
dengan sensori berlebihan.
|
6. Bicara
dengan tenang, perlahan, dengan menggunakan kalimat yang pendek. Pertahankan
kontak mata.
|
Pasien
mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah
pemahaman. Tindakan ini dapat membantu pasien untuk berkomunikasi.
|
7. Gangguan
harga diri sehubungan dengan perubahan biofisik, psikologis ditandai dengan
perubahan aktual dalam struktur dan/atau fungsi.
Tujuan
:
a.
Perubahan
aktual dalam struktur fungsi.
b.
Respon
verbal, nonverbal terhadap perubahan yang dirasakan.
c.
Perasaan
putus asa dan tidak percaya berkurang.
Kriteria Hasil :
a. Bicara/berkomunikasi
dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi.
b. Mengungkapkan
penerimaan pada diri sendiri dalam situasi sekarang.
c. Mengenali
dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa
menimbulkan harga diri negative.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
:
1. Kaji
luasnya gangguan persepsi dan hubungkan
dengan derajat ketidakmampuannya.
|
Penentuan
faktor-faktor secara individu membantu dalam meningkatkan perencanaan asuhan
dan pilihan intervensi.
|
2. Identifikasi
arti dari disfungsi atau perubahan
pada pasien
|
Kadang-kadang pasien menerima dan
mengatasi gangguan fungsi secara efektif dengan sedikit penanganan.
|
3. Akui
pernyataan perasaan tentang pengikaran terhadap tubuh; tetap pada kenyataan
yang ada tentang realita bahwa pasien masih dapat menggunakan bagian tubuhnya
yang tidak sakit dan belajar untuk mengontrol bagian tubuh yang sakit.
Gunakan kata-kata (seperti lemah, sakit, kana-kiri) yang tidak mengasumsikan
bahwa bagian tersebut sebagai bagian dari seluruh tubuh.
|
Membantu pasien untuk melihat bahwa
pasien menerima kedua bagiannya. Memberikan kesempatan pasien untuk merasakan
pengharapannya secara penuh dan mulai menerima keadaan yang dialami saat
sekarang
|
4. Tekankan
keberhasilan yang kecil sekali pun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh
ataupun kemandirian pasien.
|
Membantu keberhasilan dalam menurunkan
perasaan marah dan ketidakberdayaan dan menimbulkan perasaan adanya
perkembangan.
|
Kolaborasi:
1. Rujuk
pada evaluasi neuropsikologis atau konseling sesuai kebutuhan.
|
Dapat memudahkan adaptasi terhadap
perubahan peran yang perlu untuk perasaan atau merasa menjadi orang yang
produktif.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar