KARYA
TULIS ILMIAH
GAMBARAN
KASUS KEJADIAN RUPTUR PERINEUM
MEDAN
PERIODE JANUARI S/D JUNI 2013
OLEH :
DEWI SARTIKA PASARIBU
NIM. P00224110047
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES RI
JURUSAN KEBIDANAN MEDAN
PRODI D-III KEBIDANAN
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Ruptur perineum dapat menyebabkan Perdarahan Postpartum.
Perdarahan postpartum merupakan salah satu masalah penting karena berhubungan dengan kesehatan ibu yang dapat
menyebabkan kematian. Walaupun angka kematian maternal telah menurun dari
tahun ke tahun dengan adanya pemeriksaan dan perawatan kehamilan, persalinan
dirumah sakit serta adanya fasilitas transfusi darah, namun perdarahan masih
tetap merupakan faktor utama dalam kematian ibu (Dina D, 2013)
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 bahwa tiap tahunnya angka kematian
ibu ( AKI ) lebih dari 300/100.000 kelahiran hidup hingga 400/kelahiran hipup.
Perempuan yang meninggal akibat perdarahan 28 % eklampsi 24 %, partus lama 15 %
infeksi 11 % abortus 5 % dan menyebab lain 2 % ( Anonim, 2008).
Angka kematian ibu (AKI) di ASEAN ( Association Of Southeast Asian Nations)
tertinggi di Indonesia ( SDKI, 2007). Thailand 129/100.00 kelahiran hidup, Singapura
6/100.00 kelahiran hidup tinggi AKI di Indonesia disebabkan karena masyarakat
Indonesia yang justru luput dari jangkauan informasi dan pelayanan kesehatan
yang memadai yang akhirnya menyumbang AKI menjadi tinggi (Okanegara, 2008).
Menurut SDKI tahun 2007, Angka kematian ibu AKI di Indonesia masih sebesar 2007
AKI di Indonesia masih sebesar
228 per 100.000 kelahiran hidup. Masih cukup jauh dari
target MDGs (Millennium Development Goals). Sebesar
102 per 100.000 kelahiran hidup ( Tarmizi, 2012).
Berdasarkan
profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (DINKES PROV-SU) tahun 2007,
diketahui bahwa AKI pada masa kehamilan, persalinan, dan nifas sebesar 349 per
100.000 kelahiran hidup. Dimana persentase jumlah kematian ibu maternal adalah
23% pada masa kehamilan, 59% pada masa persalinan, dan 18% pada masa nifas
(Dinkes Prov-Su, 2007).
Hasil penelitian Dina A (2007) yang berjudul “Karakteristik ibu Bersalin Dengan Ruptur
Perineum di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2005-2007 “ di Rumah Sakit
Haji Medan terhadap data pasien yang dikumpulkan melalui catatan rekam medik
tahun 2005-2007 menunjukkan bahwa kejadian ruptur perineum sebanyak 141 orang.
Dari 141 ibu yang mengalami ruptur perineum, berdasarkan paritas paling banyak
pada primipara sebanyak 88 orang (62,64%), berdasarkan jarak kelahiran paling
banyak pada jarak kelahiran 2-3 tahun yaitu 27 orang ( 50,95%) dan berat badan
bayi paling banyak pada berat badan > 3500 gram yaitu 66 orang (46,81%).
Berdasarkan hasil survey
awal di Rumah Sakit Ibu Dan Anak
Badrul Aini Medan, angka kejadian ibu dengan kasus ruptur perineum pada januari
2013 s/d juni 2013 sebanyak 168 kasus ruptur perineum dari 191 persalianan
normal. Berdasarkan uraian dan data-data yang di kemukakan diatas penulis tertarik
ingin melakukan penelitian dengan mengangkat judul gambaran kasus kejadian
ruptur perineum pada ibu bersalin di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan
periode januari 2013 s/d juni 2013.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran kasus kejadian ruptur perineum
di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan januari 2013 s/d juni 2013?
1.3.
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kasus kejadian ruptur
perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan januari 2013 s/d juni
2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
Ada pun tujuan khusus penelitian ini adalah :
1.3.2.1. Untuk mengetahui distribusi umur ibu bersalin yang ruptur perineum di
Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari s/d juni 2013.
1.3.2.2. Untuk
mengetahui distribusi paritas ibu bersalin yang ruptur perineum di Rumah Sakit
Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari
s/d juni 2013.
1.3.2.3. untuk mengetahui distribusi jarak kelahiran pada ibu bersalin yang ruptur
perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari s/d juni
2013.
1.3.2..4. untuk mengetahui distribusi berat badan lahir pada ibu bersalin yang ruptur
perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari s/d juni
2013.
1.4.
Manfaat
1.4.1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan informasi bagi institusi pendidikan dalam hal kejadian ruptur perineum.
1.4.2 Bagi
Tempat Penelitian
Dapat dijadikan bahan masukan dan
informasi bagi pihak rumah sakit dalam perencaan kesehatan ibu dan anak dalam
rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
1.4.3 Bagi
Peneliti
Penelitian ini untuk
menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman peneliti dalam penerapan ilmu
yang di peroleh selama mengikuti pendidikan mata kuliah metode penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ruptur Perineum
2.1.1. Definisi Ruptur
Perineum
Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang
yang terletak di bawah dasar panggul (Hakimi, 2010).
Perineum adalah daerah antara vulva dan tepi depan anus, batas-batas diafragma pelvis dan diafragma
urogenitalis.
Perineum meregang saat persalinan dan terkadang perlu di potong (episiotomi)
untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur (Yulaikhah, 2009).
Ruptur perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Yanti, 2009).
Robekan perineum hampir terjadi pada hampir
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan pertama
berikutnya. Hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan cara menjaga jangan
sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala
janin yang akan lahir jangan ditahan terlalu kuat dan lama (Sumarah, 2010).
Menurut hakimi
(2010), batas-batasnya adalah:
1.
Superior : dasar
panggul yang terdiri dari M.Levator ani dan M.Coccygeus
2.
Lateral : tulang dan ligamenta yang membentuk pintu bawah
panggul (exitus pelvis): yakni dari depan ke belakang angulus
subpubicus, ramus ischiopubicus, tuber ischiadicum, lig.Sacrotuberosum,
os.coccygis.
3.
Inferior
: kulit dan
fascia.
2.1.2. Anatomi Perineum
Daerah ini dibagi menjadi dua buah segitiga : trigonum
urogenitale di sebelah depan dan trigonum anale di sebelah belakang.
Keduanya dipisahkan oleh sekat melintang yang dibentuk oleh m.transversus
perinci dan basis diaphragma urogenitale (Hakimi, 2010).
Menurut Hakimi
(2010), anatomi perineum adalah sebagai berikut;
2.1.2.1.
Trigonum Urogenitale.
Trigonum urogenitale dibatasi
oleh:
1. Depan : angulus
subpubicus
2. Samping : ramus
ischiopubucus dan tuber ischiadicum
3. Belakang
: transversus perinei
dan basis diaphragm urogenitale
Trigonum urogenitale mengandung:
1. Introitus
vaginae
2. Bagian
akhir urethra pars terminalis urethra
3. Crura
ciitoridis dengan m.lschiocavernosus
Bulbus
vestibuli (jaringan erektil)
yang ditutupi oleh m.bulbocavernosus
1. Gl.
Bartholini dengan ductusnya
2. Diaphragma
urogenitale
3. Otot-otot
yang membentuk titik pusat perineum (corpus perinae)
4. Cavum
perinae, supervicialis dan profundus
5. Pembuluh-pembuluh
darah, saraf dan limfe
a. Diaphragma
urogenitale
Diaphragma urogenitale (lig. Triangulare) terletak
pada trigonum anterior perineum. Sekat ini terdiri dari jaringan otot
yang ditutupi oleh fascia.
a. Satu
buah ototnya adalah m.transversus perinei profundus dan m.Spincter
urethrae membranaceae
b. Fascia
trigoni urogenitalis superior yang tipis dan lemah
c. Fascia
trigoni urogenitalis interior berupa selaput jaringan ikat yang kuat. Fascia ini
membentang dari tempat di dekat dan di bawah lig. Arcuatum pubis di
tuber ischiadicum. Kedua fascia
tersebut disebelah atas bersatu
membentuk lig. Transversum
perinei. Disebelah bawah kedua fascia ini bersatu dengan titik
pusat perineum.
V.
dorsalis clitoridis subfascialis terletak pada ceiah sempit antara puncak diaphragma
urogenitale dan lig. Arcuatum pubis. Diaphragma urogenitale dilewati
oleh uretra, vagina, pembuluh-pembuluh darah, limfe dan saraf.
b. Fossa
Perinei Superficialis
Fossa perinei superficialis adalah ruangan
yang terletak diantara lapisan bawah diaphragma urogenitalis dan fascia
colies.
a. M.
Transversus perinei superfisialis
M. Transversus perinei superficialis merupakan
bagian superficial otot-otot yang letaknya lebih dalam dan mempunyai origo
diserta insertio yang sama. Otot-otot tersebut berada di luar diapragma
urogenitale. Kadang-kadang m.perinei trasversus superficialis ini
sama sekali tidak ada.
b. M.
ischiocavermosus
M. Ischiocavermosus menyelubungi
crura clitoridis. Origonya masing-masing adalah ramus inferior osis
pubis, dan otot-otot tersebut berinsertio pada permukaan lateral
crus. Otot-otot ini menekan crura sehingga menghalangi kembalinya
darah venosa yang akan mengakibatkan ereksi clitoris.
c. M.Bulbocavermosus
M. Bulbocavermosus mengelilingi
vagina. Bersama m. Spincter ani extemus membentuk angka delapan
yang mengelilingi vagina dan rectum. Otot tersebut juga disebut m.
Bulbospongiosus. Origo-nya pada titik pusat perineum dan insertionya
pada permukaan dosal corpus clitoridis. Setelah melewati tepi orificium
vaginae, otot ini mengelilingi bulbus vestibuli.
M. bulbocavernosus menekan jaringan
erektil sekeliling orificium vaginae (bulbus vestibuli) dan membantu
ereksi clitoris dengan menutup vena dorsalis. Otot tersebut
bekerja sebagai sphincter vaginae yang lemah. Spincier vaginae yang
sebenarnya adalah bagian m. Levatorani, yakni m. Pubovaginalis.
c. Fossa perinei profundus
Fossa perinei profundus terletak
diantara dua lapisan fascia diapragma urogenitale.
a. M.
spincter urethreae membranaceae
M. spincter urethreae membranaceae terletak
diantara lapisan-lapisan fascia diaphragma urogenitale. Otot tersebut
juga disebut m. Compressor urethrae.
Serabut-serabut otot polosnya mempunyai origo pada
rami inferior osis ischli et pubis. Otot-otot ini menjadi satu dengan m.
transversi perinei profundi. Kerjanya adalah untuk mengeluarkan
tetesan-tetesan terakhir urine.
Serabut-serabut otot seran lintangnya mengelilingi urethra
dan bekerja sebagai sphincter.
b. M.
transversus perinei profundus
M. transversus perinei profundus terietak
diantara lapisan-lapisan fascia diaphragma urogenitale. Otot-otot
tersebut bercampur dengan m. Spincter urethrae membranaceae. Origo-nya adalah
ramus ischiopubicus pada masing-masing sisi, dan insertio-nya pada titik
pusat perineum (corpus perinealis).
2.1.2.2.Trigonum Anale
Trigonum
anale dibatasi:
1. Anterior
: m.m. transversi perinei dan
basis diapragma urogenitaie
2. Lateral
: tuber ischiadicum dan lig. Sacrotuberosum
3. Posterior
: coccygis
Pada trigonum anale terdapat:
1. Bagian
bawah canalis dan sphicter-sphincternya
2. Corpus
anoccoygealis
3. Fossa
ischiorectalis
4. Pembuluh-pembuluh
darah, limfe dan saraf
a.
M. Spincter ani externus
M. Spincter ani externus mempunyai
dua bagian:
a. Bagian superficial
mengelilingi anus. Serabut-serabutnya adalah otot polos dan bekerja selama
defekasi atau pada keadaan darurat. Origo-nya pada ujung coccygis dan corpus
anococcygealis. /nserf/o-nya pada titik pusat perineum.
b. Bagian dalam berupa otot seran lintang yang mengelilingi
bagian bawah canalis analis dan bekerja sebagai sphincter untuk
anus. Bagian ini bercampur dengan m. Levator ani dan m . sphincter
ani intemus. Pada keadaan inaktif serabut-serabugt lingkat disebeiah dalam
bersifat tonus, sehingga menutupi lubang
anus.
b.
Corpus anococcygealis
Corpus anococcygealis terdiri
atas jaringan otot (levator ani dan sphincter ami extemus) dan jaringan
ikat. Corpus ini terletak diantara ujung oscoccygis dan anus.
2.1.2.3.Corpus
Perinealis
Titik pusat perineum atau corpus
perinealis terletak diantara sudut belakang vagina disebelah depan
dan anus disebelah belakang. Dalam obstetri, bagian inilah yang disebut perineum.
Sering kali corpus perineaiis terobek pada persalinan. Otot-otot
berikut bersama-sama membentuk struktur ini:
1.
M. Sphincter ani extemus
2.
Dua buah m.m levatores ani
3.
M. m. transversi perinei superficiales et profundi
4.
M. Bulbocavemosus
2.1.3. Etioiogi Ruptur
Perineum
Menurut Hakimi
(2010), penyebab
terjadinya ruptur
perineum adalah sebagai berikut:
2.1.3.1. Penyebab Maternal
1. Partus
Presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (sebab
paling sering).
2. Pasien
tidak mampu berhenti mengejan.
3. Partus
diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.
4. Edema
dan kerapuhan pada perineum.
5. Vahkositas
vulva yang melemahkan jaringan perineum.
6. Arcus
pubis sempit dengan
PBP yang sempit
pula sehingga menekan kepaia bayi
ke arah posterior,
7. Perluasan
episiotomi.
2.1.3.2. Faktor Faktor Janin
1. Bayi
yang besar.
2. Posisi kepala
yang abnormal-misalnya presentasi
muka dan occopito posterior.
3. Kelahiran
bokong.
4. Ekstraksi
forceps yang sukar.
5. Distosia
bahu.
6. Anomali
kongenital, seperti hidrocepalus.
2.1.4. Kiasifikasi Rupture Perineum
Menurut
Hakimi (2010), Rupture
Perineum dibedakan menjadi sebagai berikut:
2.1.4.1. Robekan
Derajat I
Robekan
derajat I meliputi mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum tepat
di bawahnya.
2.1.4.2. Robekan
Derajat II
Robekan derajat II merupakan luka robekan yang lebih
dalam. Acap kali musculus
perineus transversus turut terobek dan robekan dapat turun tapi tidak
mencapai sphincter recti. Biasanya robekan meiuas ke atas sepanjang mukosa
vagina dan jaringan submukosa. Keadaan ini menimbulkan luka laserasi yang
berbentuk segitiga ganda dengan dasar pada fourchette, salah satu apex
pada vagina dan apex lainnya di dekat rectum.
2.1.4.3. Robekan
Derajat III
Robekan
derajat III meluas sampai corpus perineum, musculus transversus perineus dan
sphincter recti. Pada robekan partialis derajat III, yang robek hanyaiah
sphincter recti: pada robekan yang total, sphincter recti terpotong
dan laserasi meluas hingga dinding anterior rectum dengan jarak
bervariasi. Sebagian penulis lebih senang menyebutkan keadaan ini sebagai
Robekan Derajat IV.
2.1.5. Pencegahan Ruptur Perineum
Menurut JNPK (2011),
laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi
saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meninggkat jika
bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama
dengan ibu dan gunakan prasat manual yang tepat dapat mengatur kecepatan
kelahiran bayi dan mencegah terjadinya laserasi . kerjasama akan sangat
bermanfaat saat kepala bayi berada pada diameter 5-6 cm tengah membuka vulva (crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat
melewati introitus dan perineum dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya robekan.
Lindungi perineum dengan
satu tangan (di bawah kain bersih dan kering), ibu jari pada salah satu sisi
perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan
belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara
bertahab melewati introitus dan
perineum. Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi secara
bertahabdan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada
vagina dan perineum.
2.1.6. Penatalaksanaan Ruptur Perineum
Tujuan untuk menyatukan
kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak
perlu (memastikan hemostatis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk jaringan
tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat potensial untuk timbulnya
infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau episotomi gunakan
benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai
tujuan pendekatan dan hemostatis (JNPK, 2011).
Penatalaksanaan ruptur
perineum menurut JNPK (2011) adalah sebagai berikut :
2.1.6.1.Memberikan Anastesi Lokal
Memberikan
anastesi lokal pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan laserasi atau
episiotomi. Penjahitan sangat menyakitkan dan menggunakan anastesi lokal
merupakan asuhan saying ibu. Jika ibu dilakukan tindakan anastesi lokal,
lakukan mengujian pada luka untuk mengetahui bahwa bahan anastesi masih
bekerja.
Langkah-langkah dalam memberikan anastesi
lokal :
1.
Jelaskan kepada ibu apa yang akan anda
lakukan dan bantu ibu merasa santai.
2.
Hisab 10 ml larutan lidokain 1 % kedalam alat
suntik sekali pakai ukuran 10 ml (tabung suntik lebih besar boleh di gunakan ,
jika diperlukan). Jika lidokain 1 % tidak tersedia, larutkan 1 bagian 2 %
dengan bagian normal salin atau air steril yang sudah di suling.
3.
Tempelkan jarum ukuran 22 sepanjang 4 cm
ketabung suntik tersebut.
4.
Tusukkan jarum ke ujung atau pojok laserasi
atau sayatan lalu tarik sepanjang tepi luka(kearah bawah diantara mukosa dan
kulit perineum)
5.
Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik)
untuk memastikan bahwa jarum tidak berada di dalam pembuluh darah. Jika darah
masuk ke tabung suntik, jangan suntikkan
lidokain dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum dan suntikkan
kembali.
6.
Suntikkan anastesi sejajar dengan permukaan
luka pada saat jarum suntik ditarik perlahan-lahan.
7.
Tarik jarum hingga sampai ke bawah tempat
dimana jarum tersebut di suntikkan.
8.
Arahkan lagi jarum ke daerah di atas tengah
luka dan ulangi langkah ke-4. Tusukkan jarum untuk ketiga kalinya dan sekali
lagi ulangi langkah ke-4 sehingga ketiga garis di satu sisi luka mendapatkan
anastesi lokal. Ulangi proses ini di sisi lain dari luka tersebut. Setiap sisi
luka akan memerlukan kurang lebih 5 ml lidokain 1 % untuk mendapatkan anastesi
yang cukup.
9.
Tunggu selama 2 menit dan biarkan anastesi
tersebut bekerja dan kemudian uji daerah anastesi dengan cara di cubit dengan
forceps atau disentuh dengan jarum yang tajam. Jika ibu merasakan jarum atau
cubitan tersebut, tunggu 2 menit lagi kemudian uji kembali sebelum memulai
menjahit luka.
2.1.6.2.Penjahitan Ruptur Perineum
1.
Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung
tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah
terkontaminasi, atau jika tertusuk jarum atau pun peralatan tajam lainnya.
2.
Pastikan bahwa peralatan dan bahan-bahan yang
digunakan untuk melakukan penjahitan sudah desinfeksi tingkat tinggi atau
steril.
3.
Setelah member anastesi lokal dan memastikan
bahwa daerah tersebut sudah dianastesi, telusuri dengan hati-hati menggunakan
satu jari untuk secara jelas menentukan batas-batas luka. Nilai kedalaman luka
dan lapisan jaringan mana yang terluka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan
bagaimana cara menjahit menjadi satu dengan mudah.
4.
Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di
atas ujung laserasi di bagian dalam vagina. Setelah membuat tusukan pertama,
buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih pendek dari ikatan.
5.
Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur,
jahit kebawah kearah cincin himen.
6.
Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum
kedalam mukosa vagina lalu kebawah cincin sampai jarum ada di bawah laserasi.
Periksa bagian antara jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan
berapa dekat jarum ke puncak luka.
7.
Teruskan kearah bawah tapi tetap pada luka,
menggunakan jahitan jelujur, hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan
bahwa setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi
meluas kedalam otot, mungkin perluuntuk
melakukan satu atau dua lapis
jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan dan atau mendekatkan
jaringan tubuh secara efektif
8.
Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan
jarum ke atas dan teruskan penjahitan,menggunakan jahitan jelujur untuk menutup
lapisan subkuticuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua. Periksa
lubang bekas jarum tetap terbuka
berukuran 0.5 cm atau kurang.luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat
penyembuhan luka.
9.
Tusukkan jarum dari robekan perineum kedalam
vagina. Jarum harus keluar dari belakang cincin himen.
10.
Ikat benang dengan membuat simpul didalam
vagina. Potong ujung benang dan sisakan sekitar 1, 5 cm. jika ujung benangdi
ptong terlalu pendek, simpul akan longgar dan laserasi akan membuka.
11.
Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk
memastikan bahwa tidak ada kasa atau peralatan yang tinggal didalam.
12.
Dengan lembut memasukkan jari paling kecil
kedalam anus. Raba apakah ada rektum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi
periksa rektum enam minggu pascapersalinan.jika penyembuhan belum sempurna (
misal jika ada fistula, rektovaginal atau ibu melahirkan atau ibu melaporkan
inkontinensi alvi atau feses), ibu segera di rujuk ke fasilitas rujukan.
13.
Cuci darah genetal dengan lembut dengan sabun
dan air desinfeksi tingkat tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi
yang lebih nyaman.
14.
Nasehati ibu untuk :
a. Menjaga
perineumnya selalu bersih dan kering
b. Hindari
penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum –nya.
c. Cuci
perineumnya dengan sabun dan air bersih yang, mengalir tiga sampai empat kali
sehari.
d. Kembali
dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu harus kembali lebih
awal jika mengalami demam atau mengeluarkancairan yang berbau busuk dari daerah
lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.
2.1.7. Faktor-Faktor
Yang Berpengaruh Dengan Kejadian Ruptur
Perineum
2.1.7.1. Umur Ibu
Annisa (2011) Umur
dianggap penting karena ikut menentukan prognosis dalam persalinan, karena
dapat mengakibatkan kesakitan (komplikasi) baik pada ibu maupun janin. Umur reproduksi
optimal bagi seorang ibu adalah antara 20-35 tahun. Pada umur kurang dari 20
tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna sehingga bila
terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi. Selain
itu, kekuatan otot-otot perineum dan otot-otot perut belum bekerja secara
optimal sehingga sering terjadi persalinan lama atau macet yang memerlukan
tindakan, seperti bedah sesar. Ibu hamil berumur muda juga memiliki
kecenderungan perkembangan kejiwaannya belum matang sehingga belum siap menjadi
ibu dan menerima kehamilannya di mana hal ini dapat berakibat terjadinya
komplikasi obstetri yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan perinatal.
Faktor risiko untuk persalinan sulit pada ibu yang belum pernah melahirkan pada
kelompok umur ibu di bawah 20 tahun dan pada kelompok umur di atas 35 tahun
adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok umur reproduksi sehat (20-35 tahun).
Usia perempuan paling
tepat untuk hamil dan melahirkan adalah 20-35 tahun. Jika melebihi 35 tahun, resiko
kehamilan dan kelahiran lebih tinggi (Damayanti, 2012).
Penelitian
menyimpulkan bahwa ibu bersalin tidak beresiko ( 20-35 tahun) sebanyak 25 orang
(62.5%) lebih banyak dari kategori umur beresiko ( <20 dan >35 tahun )
sebanyak 15 orang (37.5%). Umur ibu tidak beresiko menunjang kesehatan ibu dan
perkembangan janin berjalan dengan semestinya dan resiko komplikasi kemungkinan
tidak terjadi (Mustika, 2010).
Namun menurut hasil
penelitian Suswati (2008) kejadian ruptur perineum berdasarkan umur dari 64 kasus
ruptur perineum mayoritas pada kelompok
umur 20-35 tahun yakni sebanyak 57 kasus
(89,1 %).
2.1.7.2. Paritas
Paritas adalah jumlah
persalinan yang pernah dialami wanita. Paritas dibagi dalam beberapa bagian
atau klasifikasi yaitu primipara adalah wanita yang pernah melahirkan sebanyak
satu kali, multipara adalah wanita yang pernah melahirkan kurang dari lima
kali, sedangkan grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan lebih dari
lima kali (Palimbo dan Rusiva, 2011)
Jumlah anak yang
pernah dilahirkan oleh seorang wanita merupakan faktor penting dalam menentukan
nasib ibu dan janin baik selama kehamilan maupun selama persalinan. Persalinan
yang pertama sekali (primipara) biasanya mempunyai risiko relatif tinggi
terhadap ibu dan anak, kemudian risiko ini menurun pada paritas kedua dan
ketiga, dan akan meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya (Annisa,
2011).
Penelitian
menyimpulkan, wanita primipara dari semua pengalaman umur lebih beresiko
terjadi komplikasi dan persalinan serta lebih tinggi angka seksio sesarea (kusumawati, 2006). Dengan perineum yang masih utuh
pada primi akan mudah terjadi robekan perineum (Yazidah, 2011).
Wanita nulipara (belum pernah melahirkan bayi hidup)
mempunyai peningkatan resiko sebesar 5,6 kali untuk persalinan dengan bantuan ekstraksi vakum dibandingkan dengan
wanita multipara, dan juga peningkatan resiko sebesar 2,2 kali untuk terjadinya
robekan perineum. Wanita nulipara mempunyai resiko 3,4 kali lebih besar untuk
persalinan seksio
sesarea darurat dari pada wanita
multipara dan wanita pilihan persalinan seksio
sesarea lebih sering dari pada wanita nulipara. Hasil penelitian
penyimpulkan bahwa paritas juga berhubungan secara bermakna dengan kejadian
distosia persalinan. Ibu hamil dengan paritas 1 atau lebih dari 5 memiliki
resiko untuk terjadi distosia 3,86 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil
dengan paritas 2 sampai 5 (Kusumawati, 2006).
Namun hasil
penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) di rumah bersalin Sally
Kec.Medan Tembung tahun 2011 dengan kesimpulan
penelitian yaitu, bahwa mayoritas kejadian ruptur perineum
berdasarkan paritas dari 78 kasus di peroleh pada multipara sebanyak 44 kasus
(84.6%).
Begitu juga dengan
penelitian Destiati dan Prabandari (2010) di RSIA Bunda Arif Purwokerto taun
2010, kasus terjadinya ruptur perineum berdasarkan paritas didapatkan pada
multipara yaitu 193 orang ( 55.2 %), dan yang paling sedikit adalah persalinan
pada ibu grandemultipara yaitu 22 orang (8,7 %). Penelitian yang dilakukan oleh
Nursusilowati (2011) di RSUD Unggaran pada 1 Januari
sampai 31 Desember 2010, dengan kesimpulan
penelitian yaitu,
bahwa kejadian ruptur perineum terdata dari 196 kasus (99%)
dari 198 persalinan spontan dan vakum. Salah satu
faktor yang mempengaruhi kejadian ruptur perineum tersebut adalah paritas
multipara dengan jumlah 131 (66,2%) dari 198 persalinan.
2.1.7.3 Jarak kelahiran
Seorang wanita setelah
melahirkan membutuhkan 2 sampai 3 tahun untuk memulihkan tubuhnya dan
mempersiapkan dirinya pada persalinan berikutnya serta memberi kesempatan pada
luka untuk sembuh dengan baik. Jarak persalinan yang pendek akan meningkatkan
risiko terhadap ibu dan anak. Hal ini disebabkan karena bentuk dan fungsi organ
reproduksi belum kembali dengan sempurna sehingga fungsinya akan terganggu
apabila terjadi kehamilan dan persalinan kembali. Jarak antara dua persalinan
yang terlalu dekat menyebabkan meningkatnya anemia yang dapat menyebabkan BBLR,
kelahiran preterm, dan lahir mati, yang mempengaruhi proses persalinan dari
faktor bayi (passanger). Jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan
bertambahnya umur ibu. Hal ini akan terjadi proses degeneratif,melemahnya
kekuatan fungsi-fungsi otot uterus dan otot panggul yang menyebabkan kekuatan
his tidak adekuat sehingga banyak terjadi partus lama (Annisa, 2011).
Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran
anak sekarang dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua
tahun tergolong risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada
persalinan. Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman
bagi ibu dan janin. Begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin pada
persalinan terdahulu mengalami ruptur perineum derajat tiga atau empat,
sehingga proses pemulihan belum sempurna dan ruptur perineum dapat terjadi
(Nuraisyah, 2008).
Namun penelitian yang dilakukan Nuraisyah (2008) di Rsu Dr. Pirngadi Medan Periode
Januari-Desember 2007, dengan kesimpulan
penelitian yaitu, bahwa mayoritas kejadian ruptur perineum
berdasarkan jarak kelahiran mayoritas 2-3
tahun (47%).
2.1.7.4 Berat Badan Bayi
Bayi berat cukup lahir
adalah bayi dengan berat bayi lahir lebih dari 2500 gram (muslihatun,
2011). Berat badan
lahir rendah adalah bayi yang
lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram (Pantiawati, 2010). Bayi baru lahir normal
adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan 37
sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 - 4000 gram (Dewi, 2012). Bayi
berat lahir lebih adalah Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir lebih 4000 gram (Rukiyah, 2010).
Kepala janin besar dan janin besar dapat menyebabkan
laserasi perineum. Mengendalikan
keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan
berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum. Besarnya kepala rata-rata
tergantung dari besarnya (berat) janin (Pusposari,
2010). Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya
ruptur perineum yaitu berat badan janin diatas 3500 gram, karena resiko trauma
partus melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada
ibu (saputra, 2011).
Pada janin yang mempunyai berat lebih dari 4000 gram
memiliki kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya
kepala atau besarnya bahu. Bagian paling keras dan besar dari janin adalah
kepala, sehingga besarnya kepala janin mempengaruhi
berat badan janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala digunakan Berat Badan
janin. Kepala janin besar
dan janin besar dapat menyebabkan laserasi perineum (Yazidah, 2010).
Hasil penelitian yang
dilakukan Suswati (2008) di klinik Bina
Kasih Medan tahun 2008 bahwa mayoritas kejadian ruptur perineum
berdasarkan berat badan lahir dari 64 kasus ruptur
perineum pada berat badan 2500-4000 gram sebanyak 63 kasus (98.4%). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) di rumah bersalin Sally
Kec.Medan Tembung tahun 2011 dengan kesimpulan
bahwa mayoritas kejadian ruptur perineum berdasarkan berat badan
lahir dari 78 kasus di peroleh pada berat badan 2500-4000 gram sebanyak 47
kasus (97,9%).
Mengendalikan keluarnya kepala bayi
secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berebihan (robekan)
pada vagina dan perineum. Besarnya kepala rata-rata tergantung dari besarnya
(berat) janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala dapat dilihat dari berat
badan (BB) janin. Proses persalinan dengan berat badan janin yang besar dapat
menimbulkan adanya kerusakan jaringan dan robekan jalan lahir karena proses
kelahiran merupakan kombinasi dari kompresi, kontaksi, torsi dan traksi (Pusposari,
2010).
2.2.
Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau
kaitan antara konsep atau terhadap konsep yang lainnya dari
masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,
2010). Kerangka konsep penelitian yang
berjudul ‘’Gambaran Kasus kejadian Ruptur
Perineum Di RSIA Badrul Aini Medan
periode januari s/d februari 2013”
Variabel Yang Di Teliti
Umur
Paritas
Jarak kelahiran
Berat badan bayi
|
Kasus
Kejadian Ruptur Perineum
|
Yang merupakan variabel independen ( bebas ) yaitu : Umur Paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi. Sedangkan variabel
dependen (terikat) yaitu : ruptur perineum.
2.3.
Defenisi Operasional
2.3.1 Kejadian
Ruptur Perineum
Kejadian rupture adalah jumlah
total kasus ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan
periode januari s/d juni 2013.
2.3.2. Umur
umur adalah usia saat ibu
melahirkan bayi tersebut dan dinyatakan dalam tahun yang sesuai dengan catatan pada medical record dinyatakan dalam
kategori :
a. <
20 tahun
b. 20-35
tahun
c. >35
tahun
skala ukur : ordinal
2.3.3.Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh
ibu baik dalam keadaan hidup maupun mati yang sesuai dengan catatan pada medical
record dinyatakan dalam kategori :
a. Primipara : ibu yang pernah melahirkan satu
kali
b. Multipara
: ibu yang pernah melahirkan 2-4 kali
c. Grandemultipara : ibu yang pernah melahirkan 5
kali
Skala ukur : ordinal
2.3.4. Jarak kelahiran
Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran
anak sekarang dengan kelahiran anak sebelumnya.
a.
<
2 tahun
b.
≥2
tahun
Skala ukur : ordinal
2.3.5. Berat Badan Bayi Lahir
Berat badan bayi lahir adalah
berat badan bayi yang ditimbang dalam waktu satu jam pertama setelah lahir yang
diperoleh dari rekam di RSIA januari s/d juni 2013, dengan kategori :
a. <2500 gram
b. 2500-4000 gram
c. >4000 gram
Skala
ukur : ordinal
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis
Penelitian
Penelitian ini
bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kasus kejadian
ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari s/d
juni 2013. Dengan menggunakan data
sekunder yang sesuai data yang diambil di medical record di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode
januari s/d juni 2013
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan alasan pemililah rumah
sakit :
1.
Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan
memiliki pencatatan yang lengkap.
2. Rumah
Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan merupakan rumah sakit rujukan, sehingga
memenuhi penelitian ini.
3.
lokasi penelitian tersebut mudah terjangkau
sehingga memudahkan dalam pengumpulan data serta menghemat waktu, biaya dan tenaga.
3.2.2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dimulai juni 2013, dapat di
lihat pada halaman. Penelitian ini
dimulai dari pengajuan judul dilanjutkan dengan penyusunan proposal, seminar
proposal, perbaikan proposal,pengurusan izin penelitian, pengumpulan data,
pengolahan data, analisa data, penyusunan laporan penelitian hingga sidang KTI.
3.3. Populasi Dan Sampel Penelitan
3.3.1. Populasi
Dalam penelitian ini
adalah seluruh kasus kejadian ruptur
perineum pada ibu bersalin memlalui rekam medik di Rumah Sakit Ibu Dan Anak
Badrul Aini Medan periode januari 2013 s/d juni 2013 sebanyak 168 kasus.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam
penelitian ini adalah keseluruhan kasus kejadian ruptur perineum memlalui rekam
medik di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari 2013 s/d
juni 2013 sebanyak 168 kasus (total sampling).
3.4.
Jenis Dan Cara Pengumpulan Data
Jenis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang di peroleh dari rekam medik di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan
periode januari 2013 s/d juni 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
lembar checklist yang disusun sesuai dengan variabel penelitian.
3.5.Pengolahan dan analisa data
3.5.1.
Pengolahan data
Data yang telah
dikumpulkan selanjutnya diolah secara manual dengan menggunakan langkah-langkah
berikut :
a. Editing
Proses editing
dimulai dengan mengumpulkan semua data yang diperoleh dari rekam medik kemudian
memeriksa seluruh kelengkapan data agar dapat diolah dengan baik. Setelah data
lengkap kemudian data dikelompokkan
secara benar sesuai dengan kategori
variabel yang diteliti data tersebut dipindahkan dalam master tabel yang
di gunakan untuk mempermudah dalam pendistribusian tabel distribusi frekuensi.
b. Pengkodean
(Coding)
Setelah data yang diperoleh penulis melakukan
pengkodean untuk memudahkan analisa data.
Kode Umur <20 tahun :1 20-35 tahun
: 2 >35 tahun : 3
Kode paritas
primipara : 1 multipara : 2 Grandemultipara
: 3
Kode jarak kelahiran <2 tahun :1 ≥2 tahun : 2
Kode berat badan <2500 gr : 1 2500-4000gr :2 >4000
gr :2
c. Tabulating
Kegiatan yang dilakukan dalam tabulasi adalah
menyusun dan menghitung data yang diperoleh, kemudian dijadikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi.
3.5.2. Analisa Data
Analisa data adalah
cara untuk mempermudah atau menyederhanakan data kedalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan dimengerti. Analisa data dilakukan secara diskriptif dengan
melihat presentasi data yang telah terkumpul disajikan dalam tabel distribusi
frekuensi yang kemudian dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian dengan
menggunakan teori kepustakaan yang ada dan dapat diperoleh satu kesimpulan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil
penelitian tentang “gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu
Dan Anak Badrul Aini Medan januari s/d juni 2013”. Jumlah sampel 168 kasus
kejadian ruptur perineum maka didapat kan hasil yang akan diuraikan sebagai
berikut :
4.1.1. Distribusi Umur Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum
Tabel 4.1.1
Distribusi Umur Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini
Medan Periode Januari S/D Juni 2013
No
|
Umur
Ibu
|
F
|
%
|
1
|
<20
thn
|
1
|
0.59
|
2
|
20-35 thn
|
146
|
86.9
|
3
|
>35
thn
|
21
|
12.5
|
Jumlah
|
168
|
100
|
Dari tabel diatas dapat ketahui bahwa dari 168 kasus kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin mayoritas terdapat
pada kelompok umur 20-35 tahun sebanyak 146 orang (86.9%). Sedangkan kelompok umur <20 tahun hanya 1 orang (0.59%).
4.1.2. Distribusi Paritas Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum
Tabel 4.1.2
Distribusi Paritas Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak
Badrul Aini Medan Periode Januari S/D Juni 2013
No
|
Paritas
|
F
|
%
|
1
|
Primipara
|
64
|
38.09
|
2
|
Multipara
|
97
|
57.73
|
3
|
Grandemultipara
|
7
|
4.16
|
Jumlah
|
168
|
100
|
Dari tabel diatas dapat ketahui bahwa dari 168 kasus kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin mayoritas terdapat
pada multipara sebanyak 97 orang (57.73%). Sedangkan Grandemultipara hanya 7 orang
(4.16%).
4.1.3. Distribusi Jarak Kelahiran Ibu Bersalin Yang
Ruptur Perineum
Tabel 4.1.3
Distribusi Jarak Kelahiran Ibu Bersalin Yang
Ruptur Perineum Di
Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan Periode Januari S/D Juni 2013
No
|
Jarak
kelahiran
|
F
|
%
|
1
|
<2
|
10
|
9.62
|
2
|
≥2
|
94
|
90.38
|
Jumlah
|
104
|
100
|
Dari tabel diatas dapat ketahui bahwa dari
168 kasus 104 kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin mayoritas terdapat pada jarak
kelahiran ≥2 tahun sebanyak 94 orang (90.38%). Sedangkan <2
tahun hanya 10 orang (9.62%).
4.1.4. Distribusi Berat Badan Bayi Pada Ibu Bersalin
Yang Ruptur Perineum
Tabel 4.1.4
Distribusi Berat Badan Bayi Pada Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum
Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan Periode
Januari S/D Juni 2013
No
|
Berat
badan lahir
|
F
|
%
|
1
|
<2500
gr
|
4
|
2.4
|
2
|
2500-4000gr
|
160
|
95.2
|
3
|
>4000
gr
|
4
|
2.4
|
Jumlah
|
168
|
100
|
Dari tabel diatas dapat ketahui bahwa dari
168 kasus kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin mayoritas terdapat berat badan lahir
2500-4000 gr sebanyak 160 orang (95.2%). Sedangkan berat badan lahir <2500 gr
dan >4000 hanya 4 orang (2.4%).
4.2.Pembahasan
Dari hasil penelitian mengenai gambaran kasus kejadian ruptur perineum
di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan januari s/d juni 2013 maka pembahasannya sebagai
berikut :
4.2.1. Umur Ibu Bersalin
Yang Ruptur Perineum
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dari 168 kasus kejadian ruptur perineum diperoleh mayoritas umur ibu bersalin pada
kelompok 20-35 tahun sebanyak 146 kasus (86.9%).
Sedangkan kelompok umur >35 tahun sebanyak 21 kasus
(12.5%) dan kelompok umur <20 hanya 1 kasus (0.59%).
Hasil penelitian di
diatas menggambarkan tingginya kasus ibu bersalin dengan ruptur perineum pada
kisaran umur 20-35 tahun tidak hanya disebabkan keadaan alat reproduksi ibu
ataupun kemampuan bidan dalam memimpin persalinan. Ibu primipara dengan umur
20-35 tahun di sebabkan karena perineum ibu yang masih utuh dan kurangnya
pengetahuan ibu cara mengejan yang baik.
Hal ini bertentangan
dengan pendapat Damayanti (2012), yang mengatakan usia perempuan paling tepat untuk hamil dan
melahirkan adalah 20-35 tahun. Jika melebihi 35 tahun, resiko kehamilan dan
kelahiran lebih tinggi.
Hasil penelitian diatas
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suswati (2008) yang
berjudul Gambaran Kasus Ibu Dengan Ruptur Perineum Di Klinik Bina Kasih Medan
tahun 2008 dengan kesimpulan penelitian yaitu kejadian ruptur perineum
berdasarkan umur dari 64 kasus ruptur perineum mayoritas pada kelompok umur 20-35 tahun yakni sebanyak
57 kasus (89,1 % ).
Dari hasil penelitian di
RSIA Badrul Aini Medan berdasarkan umur ibu bersalin tidak sesuai dengan teori.
Disebabkan karena Ibu primipara dengan umur 25 tahun kemungkinan juga dapat
terjadi ruptur perineum saat persalinan dikarenakan perineum ibu yang masih
utuh atau pun ketidaktahuan ibu tentang cara mengejan yang baik.
4.2.2. Paritas Ibu Bersalin Yang
Ruptur Perineum
Hasil penelitian yang telah dilakukan dari 168 kasus kejadian ruptur
perineum paritas ibu bersalin diperoleh mayoritas pada multipara sebanyak 97 kasus (57.73%). Primipara
sebanyak 64 kasus (38.09%) dan grandemultipara
sebanyak 7 orang (4.16%).
Menurut Annisa (2011)
Jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang wanita
merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin baik selama
kehamilan maupun selama persalinan. Menurut Yanti (2009) Ruptur perineum
terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya.
Penelitian diatas sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) di rumah bersalin Sally
Kec.Medan Tembung tahun 2011 dengan kesimpulan
penelitian yaitu, bahwa mayoritas kejadian ruptur perineum
berdasarkan paritas dari 78 kasus di peroleh pada multipara sebanyak 44 kasus
(84.6%). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nursusilowati (2011) di RSUD Unggaran pada 1 Januari
sampai 31 Desember 2010, dengan kesimpulan
penelitian yaitu,
bahwa kejadian ruptur perineum terdata dari 196 kasus
(99%) dari 198 persalinan spontan dan vakum. Salah satu faktor yang mempengaruhi
kejadian ruptur perineum tersebut adalah paritas multipara dengan jumlah 131
(66,2%) dari 198 persalinan.
Dari hasil penelitian
di RSIA Badrul Aini Medan menggambarkan tingginya kejadian
ruptur perineum pada ibu multipara disebabkan karena kurangnya kerja sama atau komunikasi antara penolong persalinan dan
ibu bersalin. Kasus yang sering ditemukan bahwa ibu sering mengejan sebelum waktunya mengejan, terutama pada saat melahirkan kepala dan
tubuh bayi, ibu sering kali mengangkat bokongnya.
4.2.3. Jarak Kelahiran Pada Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum
Hasil penelitian yang telah dilakukan dari 168 kasus kejadian ruptur
perineum berdasarkan jarak kelahiran mayoritas terdapat pada jarak kelahiran ≥2
tahun sebanyak 94 kasus (90.38%). Sedangkan <2
tahun hanya 10
kasus (9.62 %).
Dari hasil penelitian
di atas menggambarkan tingginya kasus ruptur perineum pada ibu berdasarkan
jarak kelahiran ≥ 2 tahun dapat
terjadi kasus ruptur perineum dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu cara
mengejan yang baik.
Annisa (2011) mengatakan Seorang wanita setelah
melahirkan membutuhkan 2 sampai 3 tahun untuk memulihkan tubuhnya dan
mempersiapkan dirinya pada persalinan berikutnya serta memberi kesempatan pada
luka untuk sembuh dengan baik.
Dari hasil penelitian di
RSIA Badrul Aini Medan jarak kelahiran tidak sesuai dengan teori. tingginya
kasus ruptur perineum pada ibu bersalin menurut jarak kelahiran ≥ 2 dipengaruhi kurangnya
pengetahuan ibu cara mengejan yang baik.
4.2.4. Berat Badan Bayi Pada Ibu Bersalin
Yang Ruptur Perineum
Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan dari 168 kasus kejadian ruptur perineum menurut berat badan lahir diperoleh mayoritas
terdapat 2500-4000 gr sebanyak 160 kasus
(95.2%). Sedangkan berat badan lahir <2500 gr dan >4000 hanya
4 kasus (2.4%).
hasil penelitian di atas
Medan menggambarkan tingginya kasus ruptur perineum menurut berat
badan lahir 2500-4000 gram dapat menyebabkan ruptur perineum apabila
dipengaruhi ibu yang mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala janin dan
cara mengejan yang kurang baik, menimbulkan adanya kerusakan pada jaringan
jalan lahir dan menyebabkan terjadinya robekan pada perineum. His yang bagus
dapat membuka jalan lahir dengan cepat, artinya jika hisnya bagus tetapi ibu
menerannya tidak kuat maka akan terjadi pembukaan jalan lahir. Sedangkan jika
ibu mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala bayi yang merupakan diameter
terbesar janin maka akan menyebabkan laserasi perineum.
Menurut pendapat pusposari (2010) yang mengatakan bahwa
berat badan janin dapat mempengaruhi persalinan dan laserasi perineum. Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur perineum yaitu
berat badan janin diatas 3500 gram, karena resiko trauma partus melalui vagina
seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu (saputra, 2011).
Penelitian diatas di sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan Suswati (2008) di
klinik Bina Kasih Medan tahun 2008 bahwa mayoritas kejadian
ruptur perineum berdasarkan berat badan lahir dari
64 kasus ruptur perineum pada berat badan 2500-4000 gram sebanyak 63 kasus
(98.4%).
Penelitian diatas di sesuai
hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) di rumah bersalin Sally
Kec.Medan Tembung tahun 2011 dengan kesimpulan bahwa mayoritas
kejadian ruptur perineum berdasarkan berat badan lahir dari 78 kasus di peroleh
pada berat badan 2500-4000 gram sebanyak 47 kasus (97,9%). Penelitian diatas
di sesuai hasil penelitian yang dilakukan oleh Nursusilowati (2011) di
RSUD Unggaran pada 1 Januari sampai 31 Desember 2010 dengan kesimpulan bahwa
dari 196 kasus (99%). Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian ruptur
perineum tersebut adalah berat badan lahir normal dengan jumlah kasus sebanyak
152 ( 76,8%) dari 198 persalinan.
Dari hasil penelitian
di RSIA Badrul Aini Medan bahwa tingginya kasus ruptur perineum menurut berat
badan lahir 2500-4000 gram dapat menyebabkan ruptur perineum apabila
dipengaruhi ibu yang mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala janin dan
cara mengejan yang kurang baik, menimbulkan adanya kerusakan pada jaringan
jalan lahir dan menyebabkan terjadinya robekan pada perineum.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan “gambaran
kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan
januari s/d juni 2013” dapat disimpulkan
sebagai berikut :
5.1.1.
Dari hasil penelitian dapat diketahui
gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini
Medan januari s/d juni 2013 distribusi umur ibu
yang paling banyak mengalami ruptur perineum ditemukan pada kelompok umur
20-35 tahun terdapat 146 kasus (86.9%), sedangkan kelompok umur >35 tahun
terdapat 12 kasus (12.5 %) dan kelompok umur <20 tahun hanya 1 kasus
(0.59%).
5.1.2.
Dari hasil penelitian dapat diketahui
gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini
Medan januari s/d juni 2013 distibusi paritas ibu bersalin yang paling banyak
mengalami ruptur perineum multipara sebanyak 97 kasus (57.73%) primipara
sebanyak 64 kasus (38.09%) dan Grandemultipara sebanyak 7 kasus
(4.16%).
5.1.3.
Dari hasil penelitian dapat diketahui
gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini
Medan januari s/d juni 2013 disribusi jarak kelahiran ibu yang lebih banyak
mengalami ruptur perineum jarak kelahiran ≥ tahun sebanyak 94 kasus (90.38%)
dan minoritas pada <2
tahun sebanyak 10 kasus (9.62%).
5.1.4.
Dari hasil penelitian dapat diketahui
gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini
Medan januari s/d juni 2013 disribusi berat badan lahir pada ibu yang ruptur
perineum yang lebih tinggi 2500-4000 gr
sebanyak 160 kasus (95.2%), sedangkan berat badan lahir <2500 gr dan >4000 hanya 4 kasus (2.4%).
5.2.Saran
Adapun saran dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
5.2.1. Direktur pimpinan RSIA Badrul Aini Medan
kepada pimpinan RSIA Badrul Aini Bromo memberikan pelatihan kepada
bidan-bidan atau tenaga kesehatan yang bekerja di RSIA Badrul Aini Bromo
tentang Asuhan Persalinan Normal (APN) sehingga dapat mencegah kejadian ruptur
perineum.
5.2.1. Bidan atau tenaga kesehatan RSIA
Badrul Aini Medan
khusunya bidan ataupun tenaga kesehatan untuk lebih meningkatkan
pelayanan ANC pada setiap ibu hamil untuk dapat mengetahui ibu hamil yang
berisiko terjadi ruptur perineum saat persalinan, melakukan senam keegel pada
ibu hamil untuk membantu mengelastiskan otot perineum dan mengajarkan pada ibu
pola nafas dan mengedan yang baik pada saat kala I persalinan serta melakukan
pertolongan persalinan sesuai dengan Asuhan Persalinan Normal (APN).
DAFTAR PUSTAKA
Annisa.S.A. 2011. Faktor-Faktor Risiko Persalinan Seksio Sesarea Di Rsud Dr. Adjidarmo
Lebak Pada Bulan Oktober-Desember 2010. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Anonim, 2008. Gambaran kejadian perdarahan postpartum. Artikel di poskan oleh
Azikin.
Damayanti. E. 2012.Kehamilan Dan Persalinan Yang Sehat & Menyenangkan Diatas Usia 30
Tahun. Yogyakarta : Asaka
Dewi .N.L.D.2012. asuhan neonatus bayi dan anak balita. Jakarta : Salemba Medika
Dina, A.
2007. Karakteristik Iibu Bersalin
Dengan Ruptur Perineum di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2005-2007. Akademi
Kebidanan Nusantara
Dina. D. Seweng. Nyorong. 2013. Faktor Determinan Kejadian Perdarahan Post
Partum Di Rsud Majene Kabupatem Majene. Sulawesi Barat.
Dinkes. Provsu. 2007 . http://www.depkes.go.id. Medan,
diakses pada tanggal 15 juni 2013 pukul 20.12 WIB
Hakimi, M. 2010. Ilmu kebidanan : patologi dan fisiologi persalianan human labor dan
biath,Yogyakarta : yayasan esentia medika (YEM).
JNPK, 2011. Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusui Dini.Jakarta :
JNPK-KR/POGI.
Kusumawati , Y, 2006. Faktor-faktor resiko yang berpengaruh terhadap persalinan dengan
tindakan (study kasus di RS .Moewardi Surakarta). www.eprints.undip.ac.ad. Semarang . diakases pada tanggal 30 juli 2013. Pukul 20.15 WIB
Mustika, A.S. 2010.Jurnal Hubungan Umur Ibu Dan Lama Persalinan Dengan
Kejadian Ruptur Perineum Pada Ibu Primipara Di Bps.Ny.Ida Farida Desa Pancasan
Kecamatan Ajibang Kabupaten Banyumas Tahun 2010. http://akbid.otyliahost.com. di askes 16 juni 2013 pukul 20.30 WIB
Muslihatun, 2011. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita.Yogyakarta : Citra Maya
Nuraisyah. N. 2008. KTI Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Terjadinya Rupture Perineum Pada Ibu Bersalin Di Rsu Dr.
Pirngadi Medan Periode Januari-Desember 2007. http://repository.usu.ac.id/bitstream. Medan diakses pada tanggal 16 juni 2013, pukul 19.15 WIB
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
|
Nursusilowati. 2011. KTI. Faktor-faktor yang mempengaruhi rupture perineum di
RSUD.Unggaran tahun 2010. http://perpusnwu.web.id.
Diakses pada tanggal 8 juli 2013, pukul 10.14 WIB
Palimbo.Rusiva. 2011. Theses. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Rupture
Perineum Di VK Bersalin RSUD. Dr. Ansari Banjarmasin Tahun 2011.
Banjarmasin.
Pantiawati, 2010. Bayi dengan BBLR (berat badan bayi lahir rendah). Yogyakarta: Nuha
medika
Politeknik kesehatan Medan , 2012. Panduan Karya Tulis Ilmiah, Medan
Prabandari, F. 2009. KTI Hubungan Berat Badan Lahir Dengan Ruptur Perineum Persalinan Normal
Pada Primigravida Di Bps Yatini Wonosobo. http://www.perpusnwu.web.id diakses pada tanggal 19 juni 2013.
Pusposari, D. M . 2010. Theses. Hubungan Berat Badan Janin Dengan Terjadinya
Laserasi Perineum Pada Proses Persalinan (Studi Di Puskesmas Srondol
Semarang). http://digilib.unimus.ac.id. Semarang, diakses pada tanggal 13 April 2013, pukul 22.22 WIB
Rukiyah, Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : trans info
media
Suswati. 2008. Laporan Hasil Penelitian. Gambaran Kasus Ibu Dengan Rupture Perineum
Di Klinik Bina Kasih Medan. Poltekkes Kesehatan Kemenkes Medan.
Tarmizi , 2012. 20 provinsi mengalami masalah kesehatan ibu dan anak . artikel www.antaranews.com. Diakses 19 juni 2013.
Yanti, 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan
. Yogyakarta : Pustaka Rihama.
Yadizah, I. 2011. Theses Hubungan Lingkar Kepala Janin Dengan Terjadinya Laserasi Perineum Pada
Proses Persalinan Primipara (Studi Di Rb Budi Asih Semarang). http://digilib.unimus.ac.id. Diakses pada tanggal 14 April 2013, pukul 19.40 WIB.
Yulaikhah, L.
2009. Seri Asuhan Kebidanan
Kehamilan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Yuliana.S. 2012. KTI. Hubungan berat badan lahir dan paritas dengan rupture perineum di
klinik Sally Kec.Medan Tembung tahun 2011. Poltekkes Kesehatan Kemenkes
Medan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar