Sabtu, 05 Oktober 2013

GAMBARAN KASUS KEJADIAN RUPTUR PERINEUM DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BADRUL AINI MEDAN PERIODE JANUARI S/D JUNI 2013


KARYA TULIS ILMIAH


GAMBARAN KASUS KEJADIAN RUPTUR PERINEUM
DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BADRUL AINI
MEDAN PERIODE JANUARI S/D JUNI 2013



 
OLEH :

DEWI SARTIKA PASARIBU
NIM. P00224110047

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI
JURUSAN KEBIDANAN MEDAN
PRODI D-III KEBIDANAN
TAHUN 2013







BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar  Belakang
Ruptur perineum dapat menyebabkan Perdarahan Postpartum. Perdarahan postpartum merupakan salah satu masalah penting karena berhubungan dengan kesehatan ibu yang dapat menyebabkan kematian. Walaupun angka kematian maternal telah menurun dari tahun ke tahun dengan adanya pemeriksaan dan perawatan kehamilan, persalinan dirumah sakit serta adanya fasilitas transfusi darah, namun perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam kematian ibu (Dina D, 2013)
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 bahwa tiap tahunnya angka kematian ibu ( AKI ) lebih dari 300/100.000 kelahiran hidup hingga 400/kelahiran hipup. Perempuan yang meninggal akibat perdarahan 28 % eklampsi 24 %, partus lama 15 % infeksi 11 % abortus 5 % dan menyebab lain 2 % ( Anonim, 2008).
Angka kematian ibu (AKI) di ASEAN ( Association Of Southeast Asian Nations) tertinggi di Indonesia ( SDKI, 2007). Thailand 129/100.00 kelahiran hidup, Singapura 6/100.00 kelahiran hidup tinggi AKI di Indonesia disebabkan karena masyarakat Indonesia yang justru luput dari jangkauan informasi dan pelayanan kesehatan yang memadai yang akhirnya menyumbang AKI menjadi tinggi (Okanegara, 2008).
Menurut SDKI tahun 2007, Angka kematian ibu  AKI di Indonesia masih sebesar 2007 AKI di Indonesia masih sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Masih cukup jauh dari target MDGs (Millennium Development Goals). Sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup ( Tarmizi, 2012).
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (DINKES PROV-SU) tahun 2007, diketahui bahwa AKI pada masa kehamilan, persalinan, dan nifas sebesar 349 per 100.000 kelahiran hidup. Dimana persentase jumlah kematian ibu maternal adalah 23% pada masa kehamilan, 59% pada masa persalinan, dan 18% pada masa nifas (Dinkes Prov-Su, 2007).
Hasil penelitian Dina A (2007) yang berjudul “Karakteristik ibu Bersalin Dengan Ruptur Perineum di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2005-2007 “ di Rumah Sakit Haji Medan terhadap data pasien yang dikumpulkan melalui catatan rekam medik tahun 2005-2007 menunjukkan bahwa kejadian ruptur perineum sebanyak 141 orang. Dari 141 ibu yang mengalami ruptur perineum, berdasarkan paritas paling banyak pada primipara sebanyak 88 orang (62,64%), berdasarkan jarak kelahiran paling banyak pada jarak kelahiran 2-3 tahun yaitu 27 orang ( 50,95%) dan berat badan bayi paling banyak pada berat badan > 3500 gram yaitu 66 orang (46,81%).
Berdasarkan hasil survey awal di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan, angka kejadian ibu dengan kasus ruptur perineum pada januari 2013 s/d juni 2013 sebanyak 168 kasus ruptur perineum dari 191 persalianan normal. Berdasarkan uraian dan data-data yang di kemukakan diatas penulis tertarik ingin melakukan penelitian dengan mengangkat judul gambaran kasus kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari 2013 s/d juni 2013.

1.2.        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan januari 2013 s/d juni 2013?

1.3.        Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan januari 2013 s/d juni 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus
Ada pun tujuan khusus penelitian ini adalah :
1.3.2.1.     Untuk mengetahui distribusi umur ibu bersalin yang ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari  s/d juni 2013.
1.3.2.2.     Untuk mengetahui distribusi paritas ibu bersalin yang ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari  s/d juni 2013.
1.3.2.3.     untuk mengetahui distribusi jarak kelahiran pada ibu bersalin yang ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari s/d juni 2013.
1.3.2..4.    untuk mengetahui distribusi berat badan lahir pada ibu bersalin yang ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari s/d juni 2013.

1.4.        Manfaat
1.4.1.   Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan informasi bagi institusi pendidikan dalam hal kejadian ruptur perineum.
1.4.2   Bagi Tempat Penelitian
Dapat dijadikan bahan masukan dan informasi bagi pihak rumah sakit dalam perencaan kesehatan ibu dan anak dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
1.4.3   Bagi Peneliti
Penelitian ini untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman peneliti dalam penerapan ilmu yang di peroleh selama mengikuti pendidikan mata kuliah metode penelitian.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ruptur Perineum
2.1.1. Definisi Ruptur Perineum
Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak di bawah dasar panggul (Hakimi, 2010). Perineum adalah daerah antara vulva dan tepi depan anus, batas-batas diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis. Perineum meregang saat persalinan dan terkadang perlu di potong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur (Yulaikhah, 2009).
 Ruptur perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Yanti, 2009).
Robekan perineum hampir terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan pertama berikutnya. Hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan cara menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlalu kuat dan lama (Sumarah, 2010).
Menurut hakimi (2010), batas-batasnya adalah:
1.      Superior     : dasar panggul yang terdiri dari M.Levator ani dan M.Coccygeus
2.      Lateral        :    tulang dan ligamenta yang membentuk pintu bawah panggul (exitus pelvis): yakni dari depan ke belakang angulus subpubicus, ramus ischiopubicus, tuber ischiadicum, lig.Sacrotuberosum, os.coccygis.
3.      Inferior       :   kulit dan fascia.

2.1.2. Anatomi Perineum
Daerah ini dibagi menjadi dua buah segitiga : trigonum urogenitale di sebelah depan dan trigonum anale di sebelah belakang. Keduanya dipisahkan oleh sekat melintang yang dibentuk oleh m.transversus perinci dan basis diaphragma urogenitale (Hakimi, 2010).


Menurut Hakimi (2010), anatomi perineum adalah sebagai berikut;
2.1.2.1. Trigonum Urogenitale.
Trigonum urogenitale dibatasi oleh:
1.    Depan     :       angulus subpubicus
2.    Samping  :       ramus ischiopubucus dan tuber ischiadicum
3.    Belakang :       transversus  perinei  dan   basis   diaphragm urogenitale
Trigonum urogenitale mengandung:
1.    Introitus vaginae
2.    Bagian akhir urethra pars terminalis urethra
3.    Crura ciitoridis dengan m.lschiocavernosus
Bulbus    vestibuli    (jaringan    erektil)    yang    ditutupi    oleh m.bulbocavernosus
1.    Gl. Bartholini dengan ductusnya
2.    Diaphragma urogenitale
3.    Otot-otot yang membentuk titik pusat perineum (corpus perinae)
4.    Cavum perinae, supervicialis dan profundus
5.    Pembuluh-pembuluh darah, saraf dan limfe
a.    Diaphragma urogenitale
Diaphragma urogenitale (lig. Triangulare) terletak pada trigonum anterior perineum. Sekat ini terdiri dari jaringan otot yang ditutupi oleh fascia.
a.    Satu buah ototnya adalah m.transversus perinei profundus dan m.Spincter urethrae membranaceae
b.    Fascia trigoni urogenitalis superior yang tipis dan lemah
c.    Fascia trigoni urogenitalis interior berupa selaput jaringan ikat yang kuat. Fascia ini membentang dari tempat di dekat dan di bawah lig. Arcuatum pubis  di  tuber ischiadicum.   Kedua  fascia  tersebut disebelah   atas   bersatu   membentuk  lig.   Transversum  perinei. Disebelah  bawah  kedua fascia ini bersatu dengan titik pusat perineum. 
V. dorsalis clitoridis subfascialis terletak pada ceiah sempit antara puncak diaphragma urogenitale dan lig. Arcuatum pubis. Diaphragma urogenitale dilewati oleh uretra, vagina, pembuluh-pembuluh darah, limfe dan saraf.

b.         Fossa Perinei Superficialis
Fossa perinei superficialis adalah ruangan yang terletak diantara lapisan bawah diaphragma urogenitalis dan fascia colies.
a.    M. Transversus perinei superfisialis
M. Transversus perinei superficialis merupakan bagian superficial otot-otot yang letaknya lebih dalam dan mempunyai origo diserta insertio yang sama. Otot-otot tersebut berada di luar diapragma urogenitale. Kadang-kadang m.perinei trasversus superficialis ini sama sekali tidak ada.
b.    M. ischiocavermosus
M. Ischiocavermosus menyelubungi crura clitoridis. Origonya masing-masing adalah ramus inferior osis pubis, dan otot-otot tersebut berinsertio pada permukaan lateral crus. Otot-otot ini menekan crura sehingga menghalangi kembalinya darah venosa yang akan mengakibatkan ereksi clitoris.
c.    M.Bulbocavermosus
M. Bulbocavermosus mengelilingi vagina. Bersama m. Spincter ani extemus membentuk angka delapan yang mengelilingi vagina dan rectum. Otot tersebut juga disebut m. Bulbospongiosus. Origo-nya pada titik pusat perineum dan insertionya pada permukaan dosal corpus clitoridis. Setelah melewati tepi orificium vaginae, otot ini mengelilingi bulbus vestibuli.
M. bulbocavernosus menekan jaringan erektil sekeliling orificium vaginae (bulbus vestibuli) dan membantu ereksi clitoris dengan menutup vena dorsalis. Otot tersebut bekerja sebagai sphincter vaginae yang lemah. Spincier vaginae yang sebenarnya adalah bagian m. Levatorani, yakni m. Pubovaginalis.
c.         Fossa perinei profundus
Fossa perinei profundus terletak diantara dua lapisan fascia diapragma urogenitale.
a.    M. spincter urethreae membranaceae
M. spincter urethreae membranaceae terletak diantara lapisan-lapisan fascia diaphragma urogenitale. Otot tersebut juga disebut m. Compressor urethrae.
Serabut-serabut otot polosnya mempunyai origo pada rami inferior osis ischli et pubis. Otot-otot ini menjadi satu dengan m. transversi perinei profundi. Kerjanya adalah untuk mengeluarkan tetesan-tetesan terakhir urine.
Serabut-serabut otot seran lintangnya mengelilingi urethra dan bekerja sebagai sphincter.
b.    M. transversus perinei profundus
M. transversus perinei profundus terietak diantara lapisan-lapisan fascia diaphragma urogenitale. Otot-otot tersebut bercampur dengan m. Spincter urethrae membranaceae. Origo-nya adalah ramus ischiopubicus pada masing-masing sisi, dan insertio-nya pada titik pusat perineum (corpus perinealis).

2.1.2.2.Trigonum Anale
Trigonum anale dibatasi:
1.    Anterior : m.m.  transversi perinei dan basis diapragma urogenitaie
2.    Lateral : tuber ischiadicum dan lig. Sacrotuberosum
3.    Posterior : coccygis
Pada trigonum anale terdapat:
1.    Bagian bawah canalis dan sphicter-sphincternya
2.    Corpus anoccoygealis
3.    Fossa ischiorectalis
4.    Pembuluh-pembuluh darah, limfe dan saraf

a.  M. Spincter ani externus
M. Spincter ani externus mempunyai dua bagian:
a.    Bagian superficial mengelilingi anus. Serabut-serabutnya adalah otot polos dan bekerja selama defekasi atau pada keadaan darurat. Origo-nya pada ujung coccygis dan corpus anococcygealis. /nserf/o-nya pada titik pusat perineum.
b.    Bagian dalam berupa otot seran lintang yang mengelilingi bagian bawah canalis analis dan bekerja sebagai sphincter untuk anus. Bagian ini bercampur dengan m. Levator ani dan m . sphincter ani intemus. Pada keadaan inaktif serabut-serabugt lingkat disebeiah dalam bersifat tonus,  sehingga menutupi lubang anus.



b. Corpus anococcygealis
Corpus anococcygealis terdiri atas jaringan otot (levator ani dan sphincter ami extemus) dan jaringan ikat. Corpus ini terletak diantara ujung oscoccygis dan anus.

2.1.2.3.Corpus Perinealis
Titik pusat perineum atau corpus perinealis terletak diantara sudut belakang vagina disebelah depan dan anus disebelah belakang. Dalam obstetri, bagian inilah yang disebut perineum. Sering kali corpus perineaiis terobek pada persalinan. Otot-otot berikut bersama-sama membentuk struktur ini:
1.              M. Sphincter ani extemus
2.              Dua buah m.m levatores ani
3.              M. m. transversi perinei superficiales et profundi
4.              M. Bulbocavemosus

2.1.3. Etioiogi Ruptur Perineum
Menurut  Hakimi   (2010),  penyebab  terjadinya   ruptur  perineum adalah sebagai berikut:
2.1.3.1. Penyebab Maternal
1.    Partus Presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (sebab paling sering).
2.    Pasien tidak mampu berhenti mengejan.
3.    Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.
4.    Edema dan kerapuhan pada perineum.
5.    Vahkositas vulva yang melemahkan jaringan perineum.
6.    Arcus pubis  sempit  dengan   PBP  yang  sempit  pula  sehingga menekan kepaia bayi ke arah posterior,
7.    Perluasan episiotomi.



2.1.3.2. Faktor Faktor Janin
1.    Bayi yang besar.
2.    Posisi   kepala   yang   abnormal-misalnya   presentasi   muka   dan occopito posterior.
3.    Kelahiran bokong.
4.    Ekstraksi forceps yang sukar.
5.    Distosia bahu.
6.    Anomali kongenital, seperti hidrocepalus.

2.1.4.  Kiasifikasi Rupture Perineum
Menurut  Hakimi   (2010),   Rupture   Perineum  dibedakan   menjadi sebagai berikut:
2.1.4.1.  Robekan Derajat I
Robekan derajat I meliputi mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum tepat di bawahnya.
2.1.4.2.  Robekan Derajat II
Robekan derajat II merupakan luka robekan yang lebih dalam. Acap kali musculus perineus transversus turut terobek dan robekan dapat turun tapi tidak mencapai sphincter recti. Biasanya robekan meiuas ke atas sepanjang mukosa vagina dan jaringan submukosa. Keadaan ini menimbulkan luka laserasi yang berbentuk segitiga ganda dengan dasar pada fourchette, salah satu apex pada vagina dan apex lainnya di dekat rectum.
2.1.4.3.  Robekan Derajat III
Robekan derajat III meluas sampai corpus perineum, musculus transversus perineus dan sphincter recti. Pada robekan partialis derajat III, yang robek hanyaiah sphincter recti: pada robekan yang total, sphincter recti terpotong dan laserasi meluas hingga dinding anterior rectum dengan jarak bervariasi. Sebagian penulis lebih senang menyebutkan keadaan ini sebagai Robekan Derajat IV.



2.1.5. Pencegahan Ruptur Perineum
Menurut JNPK (2011), laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meninggkat  jika  bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan prasat manual yang tepat dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan mencegah terjadinya laserasi . kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala bayi berada pada diameter 5-6 cm tengah membuka vulva (crowning) karena pengendalian  kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dan perineum dapat mengurangi kemungkinan terjadinya robekan.
Lindungi perineum dengan satu tangan (di bawah kain bersih dan kering), ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan  yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahab melewati introitus dan perineum. Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahabdan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum.

2.1.6. Penatalaksanaan Ruptur Perineum
Tujuan untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostatis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau episotomi gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan pendekatan dan hemostatis (JNPK, 2011).
Penatalaksanaan ruptur perineum menurut JNPK (2011) adalah sebagai berikut :
2.1.6.1.Memberikan Anastesi Lokal
            Memberikan anastesi lokal pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan laserasi atau episiotomi. Penjahitan sangat menyakitkan dan menggunakan anastesi lokal merupakan asuhan saying ibu. Jika ibu dilakukan tindakan anastesi lokal, lakukan mengujian pada luka untuk mengetahui bahwa bahan anastesi masih bekerja.
Langkah-langkah dalam memberikan anastesi lokal :
1.    Jelaskan kepada ibu apa yang akan anda lakukan dan bantu ibu merasa santai.
2.    Hisab 10 ml larutan lidokain 1 % kedalam alat suntik sekali pakai ukuran 10 ml (tabung suntik lebih besar boleh di gunakan , jika diperlukan). Jika lidokain 1 % tidak tersedia, larutkan 1 bagian 2 % dengan bagian normal salin atau air steril yang sudah di suling.
3.    Tempelkan jarum ukuran 22 sepanjang 4 cm ketabung suntik tersebut.
4.    Tusukkan jarum ke ujung atau pojok laserasi atau sayatan lalu tarik sepanjang tepi luka(kearah bawah diantara mukosa dan kulit perineum)
5.    Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa jarum tidak berada di dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke tabung suntik, jangan  suntikkan lidokain dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum dan suntikkan kembali.
6.    Suntikkan anastesi sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik ditarik perlahan-lahan.
7.    Tarik jarum hingga sampai ke bawah tempat dimana jarum tersebut di suntikkan.
8.    Arahkan lagi jarum ke daerah di atas tengah luka dan ulangi langkah ke-4. Tusukkan jarum untuk ketiga kalinya dan sekali lagi ulangi langkah ke-4 sehingga ketiga garis di satu sisi luka mendapatkan anastesi lokal. Ulangi proses ini di sisi lain dari luka tersebut. Setiap sisi luka akan memerlukan kurang lebih 5 ml lidokain 1 % untuk mendapatkan anastesi yang cukup.
9.    Tunggu selama 2 menit dan biarkan anastesi tersebut bekerja dan kemudian uji daerah anastesi dengan cara di cubit dengan forceps atau disentuh dengan jarum yang tajam. Jika ibu merasakan jarum atau cubitan tersebut, tunggu 2 menit lagi kemudian uji kembali sebelum memulai menjahit luka.





2.1.6.2.Penjahitan Ruptur Perineum
1.    Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi, atau jika tertusuk jarum atau pun peralatan tajam lainnya.
2.    Pastikan bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan penjahitan sudah desinfeksi tingkat tinggi atau steril.
3.    Setelah member anastesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut sudah dianastesi, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk secara jelas menentukan batas-batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan jaringan mana yang terluka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan bagaimana cara menjahit menjadi satu dengan mudah.
4.    Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian dalam vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih pendek dari ikatan.
5.    Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit kebawah kearah cincin himen.
6.    Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum kedalam mukosa vagina lalu kebawah cincin sampai jarum ada di bawah laserasi. Periksa bagian antara jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan berapa dekat jarum ke puncak luka.
7.    Teruskan kearah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur, hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas kedalam otot, mungkin perluuntuk  melakukan  satu atau dua lapis jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan dan atau mendekatkan jaringan  tubuh secara efektif
8.    Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan,menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkuticuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua. Periksa lubang  bekas jarum tetap terbuka berukuran 0.5 cm atau kurang.luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan luka.
9.    Tusukkan jarum dari robekan perineum kedalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang cincin himen.
10.  Ikat benang dengan membuat simpul didalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan sekitar 1, 5 cm. jika ujung benangdi ptong terlalu pendek, simpul akan longgar dan laserasi  akan membuka.
11.  Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak ada kasa atau peralatan yang tinggal didalam.
12.  Dengan lembut memasukkan jari paling kecil kedalam anus. Raba apakah ada rektum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi periksa rektum enam minggu pascapersalinan.jika penyembuhan belum sempurna ( misal jika ada fistula, rektovaginal atau ibu melahirkan atau ibu melaporkan inkontinensi alvi atau feses), ibu segera di rujuk ke fasilitas rujukan.
13.  Cuci darah genetal dengan lembut dengan sabun dan air desinfeksi tingkat tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman.
14.  Nasehati ibu untuk :
a.    Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering
b.    Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum –nya.
c.    Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang, mengalir tiga sampai empat kali sehari.
d.    Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu harus kembali lebih awal jika mengalami demam atau mengeluarkancairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.

2.1.7. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh  Dengan Kejadian Ruptur Perineum
2.1.7.1. Umur Ibu
Annisa (2011) Umur dianggap penting karena ikut menentukan prognosis dalam persalinan, karena dapat mengakibatkan kesakitan (komplikasi) baik pada ibu maupun janin. Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara 20-35 tahun. Pada umur kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot perineum dan otot-otot perut belum bekerja secara optimal sehingga sering terjadi persalinan lama atau macet yang memerlukan tindakan, seperti bedah sesar. Ibu hamil berumur muda juga memiliki kecenderungan perkembangan kejiwaannya belum matang sehingga belum siap menjadi ibu dan menerima kehamilannya di mana hal ini dapat berakibat terjadinya komplikasi obstetri yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan perinatal. Faktor risiko untuk persalinan sulit pada ibu yang belum pernah melahirkan pada kelompok umur ibu di bawah 20 tahun dan pada kelompok umur di atas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok umur reproduksi sehat (20-35 tahun).
Usia perempuan paling tepat untuk hamil dan melahirkan adalah 20-35 tahun. Jika melebihi 35 tahun, resiko kehamilan dan kelahiran lebih tinggi (Damayanti, 2012).
Penelitian menyimpulkan bahwa ibu bersalin tidak beresiko ( 20-35 tahun) sebanyak 25 orang (62.5%) lebih banyak dari kategori umur beresiko ( <20 dan >35 tahun ) sebanyak 15 orang (37.5%). Umur ibu tidak beresiko menunjang kesehatan ibu dan perkembangan janin berjalan dengan semestinya dan resiko komplikasi kemungkinan tidak terjadi (Mustika, 2010).
Namun menurut hasil penelitian Suswati (2008) kejadian ruptur perineum berdasarkan umur dari 64 kasus ruptur perineum mayoritas  pada kelompok umur 20-35 tahun yakni sebanyak 57 kasus  (89,1 %).

2.1.7.2. Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami wanita. Paritas dibagi dalam beberapa bagian atau klasifikasi yaitu primipara adalah wanita yang pernah melahirkan sebanyak satu kali, multipara adalah wanita yang pernah melahirkan kurang dari lima kali, sedangkan grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan lebih dari lima kali (Palimbo dan Rusiva, 2011)
Jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang wanita merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin baik selama kehamilan maupun selama persalinan. Persalinan yang pertama sekali (primipara) biasanya mempunyai risiko relatif tinggi terhadap ibu dan anak, kemudian risiko ini menurun pada paritas kedua dan ketiga, dan akan meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya (Annisa, 2011).
Penelitian menyimpulkan, wanita primipara dari semua pengalaman umur lebih beresiko terjadi komplikasi dan persalinan serta lebih tinggi angka seksio sesarea (kusumawati, 2006). Dengan perineum yang masih utuh pada primi akan mudah terjadi robekan perineum (Yazidah, 2011).
Wanita nulipara (belum pernah melahirkan bayi hidup) mempunyai peningkatan resiko sebesar 5,6 kali untuk persalinan dengan bantuan ekstraksi vakum dibandingkan dengan wanita multipara, dan juga peningkatan resiko sebesar 2,2 kali untuk terjadinya robekan perineum. Wanita nulipara mempunyai resiko 3,4 kali lebih besar untuk persalinan seksio sesarea darurat dari pada wanita multipara dan wanita pilihan persalinan seksio sesarea lebih sering dari pada wanita nulipara. Hasil penelitian penyimpulkan bahwa paritas juga berhubungan secara bermakna dengan kejadian distosia persalinan. Ibu hamil dengan paritas 1 atau lebih dari 5 memiliki resiko untuk terjadi distosia 3,86 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil dengan paritas 2 sampai 5 (Kusumawati, 2006).
Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) di rumah bersalin Sally Kec.Medan Tembung tahun 2011 dengan kesimpulan penelitian yaitu, bahwa mayoritas kejadian ruptur perineum berdasarkan paritas dari 78 kasus di peroleh pada multipara sebanyak 44 kasus (84.6%).
Begitu juga dengan penelitian Destiati dan Prabandari (2010) di RSIA Bunda Arif Purwokerto taun 2010, kasus terjadinya ruptur perineum berdasarkan paritas didapatkan pada multipara yaitu 193 orang ( 55.2 %), dan yang paling sedikit adalah persalinan pada ibu grandemultipara yaitu 22 orang (8,7 %). Penelitian yang dilakukan oleh Nursusilowati (2011) di RSUD Unggaran pada 1 Januari sampai 31 Desember 2010, dengan kesimpulan penelitian yaitu, bahwa kejadian ruptur perineum terdata dari 196 kasus (99%) dari 198 persalinan spontan dan vakum. Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian ruptur perineum tersebut adalah paritas multipara dengan jumlah 131 (66,2%) dari 198 persalinan.

2.1.7.3 Jarak kelahiran
Seorang wanita setelah melahirkan membutuhkan 2 sampai 3 tahun untuk memulihkan tubuhnya dan mempersiapkan dirinya pada persalinan berikutnya serta memberi kesempatan pada luka untuk sembuh dengan baik. Jarak persalinan yang pendek akan meningkatkan risiko terhadap ibu dan anak. Hal ini disebabkan karena bentuk dan fungsi organ reproduksi belum kembali dengan sempurna sehingga fungsinya akan terganggu apabila terjadi kehamilan dan persalinan kembali. Jarak antara dua persalinan yang terlalu dekat menyebabkan meningkatnya anemia yang dapat menyebabkan BBLR, kelahiran preterm, dan lahir mati, yang mempengaruhi proses persalinan dari faktor bayi (passanger). Jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan bertambahnya umur ibu. Hal ini akan terjadi proses degeneratif,melemahnya kekuatan fungsi-fungsi otot uterus dan otot panggul yang menyebabkan kekuatan his tidak adekuat sehingga banyak terjadi partus lama (Annisa, 2011).
Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun tergolong risiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. Begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan terdahulu mengalami ruptur perineum derajat tiga atau empat, sehingga proses pemulihan belum sempurna dan ruptur perineum dapat terjadi (Nuraisyah, 2008).
Namun penelitian yang dilakukan Nuraisyah (2008) di Rsu Dr. Pirngadi Medan Periode Januari-Desember 2007, dengan kesimpulan penelitian yaitu, bahwa mayoritas kejadian ruptur perineum berdasarkan jarak kelahiran mayoritas 2-3 tahun (47%).

2.1.7.4 Berat Badan Bayi
Bayi berat cukup lahir adalah bayi dengan berat bayi lahir lebih dari 2500 gram (muslihatun, 2011). Berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram (Pantiawati, 2010). Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37  sampai 42 minggu dan berat badan lahir  2500 - 4000 gram (Dewi, 2012). Bayi berat lahir lebih adalah Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir lebih  4000 gram (Rukiyah, 2010).
Kepala janin besar dan janin besar dapat menyebabkan laserasi perineum. Mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum. Besarnya kepala rata-rata tergantung dari besarnya (berat) janin (Pusposari, 2010). Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur perineum yaitu berat badan janin diatas 3500 gram, karena resiko trauma partus melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu (saputra, 2011).
Pada janin yang mempunyai berat lebih dari 4000 gram memiliki kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu. Bagian paling keras dan besar dari janin adalah kepala, sehingga besarnya kepala janin mempengaruhi berat badan janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala digunakan Berat Badan janin. Kepala janin besar dan janin besar dapat menyebabkan laserasi perineum (Yazidah, 2010).
                Hasil penelitian yang dilakukan Suswati (2008) di klinik Bina Kasih Medan tahun 2008 bahwa mayoritas kejadian ruptur perineum berdasarkan berat badan lahir dari 64 kasus ruptur perineum pada berat badan 2500-4000 gram sebanyak 63 kasus (98.4%). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) di rumah bersalin Sally Kec.Medan Tembung tahun 2011 dengan kesimpulan bahwa mayoritas kejadian ruptur perineum berdasarkan berat badan lahir dari 78 kasus di peroleh pada berat badan 2500-4000 gram sebanyak 47 kasus (97,9%).
            Mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berebihan (robekan) pada vagina dan perineum. Besarnya kepala rata-rata tergantung dari besarnya (berat) janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala dapat dilihat dari berat badan (BB) janin. Proses persalinan dengan berat badan janin yang besar dapat menimbulkan adanya kerusakan jaringan dan robekan jalan lahir karena proses kelahiran merupakan kombinasi dari kompresi, kontaksi, torsi dan traksi (Pusposari, 2010).









2.2.        Kerangka Konsep
Kerangka  konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep  atau terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,  2010). Kerangka konsep penelitian yang berjudul ‘’Gambaran Kasus kejadian Ruptur  Perineum Di RSIA Badrul Aini Medan periode januari s/d februari 2013”
Variabel Yang Di Teliti
Umur
Paritas
Jarak kelahiran
Berat badan bayi

Kasus Kejadian Ruptur Perineum
 






Yang merupakan variabel independen ( bebas ) yaitu : Umur Paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi. Sedangkan variabel dependen (terikat) yaitu : ruptur perineum.

2.3.        Defenisi Operasional
2.3.1   Kejadian Ruptur Perineum
            Kejadian rupture adalah jumlah total kasus ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari s/d juni 2013.

2.3.2. Umur
            umur adalah usia saat ibu melahirkan bayi tersebut dan dinyatakan dalam tahun yang sesuai dengan  catatan pada medical record dinyatakan dalam kategori :
a.    < 20 tahun
b.  20-35 tahun
c.  >35 tahun
skala ukur : ordinal



2.3.3.Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh ibu baik dalam keadaan hidup maupun mati yang sesuai dengan catatan pada medical record dinyatakan dalam kategori :
a.    Primipara : ibu yang pernah melahirkan satu kali
b.    Multipara  : ibu yang pernah melahirkan 2-4 kali
c.    Grandemultipara : ibu yang pernah melahirkan 5 kali
Skala ukur : ordinal

2.3.4. Jarak kelahiran
Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang dengan kelahiran anak sebelumnya.
a.    < 2 tahun
b.    2 tahun
Skala ukur : ordinal

2.3.5. Berat Badan Bayi Lahir
            Berat badan bayi lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang dalam waktu satu jam pertama setelah lahir yang diperoleh dari rekam di RSIA januari s/d juni 2013, dengan kategori :
a.    <2500 gram         
b.    2500-4000 gram  
c.    >4000 gram         
Skala ukur : ordinal









BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari s/d juni 2013. Dengan menggunakan data sekunder yang sesuai data yang diambil di medical record di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari s/d juni 2013

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1.  Lokasi Penelitian
     Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan alasan pemililah rumah sakit :
1.    Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan memiliki pencatatan yang lengkap.
2.    Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan merupakan rumah sakit rujukan, sehingga memenuhi penelitian ini.
3.    lokasi penelitian tersebut mudah terjangkau sehingga memudahkan dalam pengumpulan data serta menghemat waktu, biaya dan tenaga.

3.2.2.  Waktu Penelitian
      Pelaksanaan penelitian dimulai juni 2013, dapat di lihat pada halaman.  Penelitian ini dimulai dari pengajuan judul dilanjutkan dengan penyusunan proposal, seminar proposal, perbaikan proposal,pengurusan izin penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, analisa data, penyusunan laporan penelitian hingga sidang KTI.






3.3. Populasi Dan Sampel Penelitan
3.3.1. Populasi
Dalam penelitian ini adalah seluruh kasus kejadian  ruptur perineum pada ibu bersalin memlalui rekam medik di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari 2013 s/d juni 2013 sebanyak 168 kasus.

3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan kasus kejadian ruptur perineum memlalui rekam medik di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari 2013 s/d juni 2013 sebanyak 168 kasus (total sampling).

3.4.        Jenis Dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder  yaitu data yang di peroleh dari rekam medik di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan periode januari 2013 s/d juni 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar checklist yang disusun sesuai dengan variabel penelitian.

3.5.Pengolahan dan analisa data
3.5.1. Pengolahan  data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah secara manual dengan menggunakan langkah-langkah berikut  :
a.    Editing
Proses editing dimulai dengan mengumpulkan semua data yang diperoleh dari rekam medik kemudian memeriksa seluruh kelengkapan data agar dapat diolah dengan baik. Setelah data lengkap kemudian data dikelompokkan  secara benar sesuai dengan kategori  variabel yang diteliti data tersebut dipindahkan dalam master tabel yang di gunakan untuk mempermudah dalam pendistribusian tabel distribusi frekuensi.
b.    Pengkodean (Coding)
Setelah data yang diperoleh penulis melakukan pengkodean untuk memudahkan analisa data.
Kode Umur <20 tahun  :1 20-35 tahun  : 2           >35 tahun : 3
Kode paritas primipara : 1        multipara : 2   Grandemultipara  : 3
Kode jarak kelahiran <2 tahun :1        ≥2 tahun : 2
Kode berat badan <2500 gr : 1          2500-4000gr  :2           >4000 gr :2
c.    Tabulating
Kegiatan yang dilakukan dalam tabulasi adalah menyusun dan menghitung data yang diperoleh, kemudian dijadikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.5.2. Analisa Data
Analisa data adalah cara untuk mempermudah atau menyederhanakan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dimengerti. Analisa data dilakukan secara diskriptif dengan melihat presentasi data yang telah terkumpul disajikan dalam tabel distribusi frekuensi yang kemudian dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian dengan menggunakan teori kepustakaan yang ada dan dapat diperoleh satu kesimpulan.

















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian tentang “gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan januari s/d juni 2013”. Jumlah sampel 168 kasus kejadian ruptur perineum maka didapat kan hasil yang akan diuraikan sebagai berikut :

4.1.1. Distribusi Umur Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum
Tabel 4.1.1
Distribusi Umur Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan Periode Januari S/D Juni 2013

No
Umur Ibu
F
%
1
<20 thn
1
0.59
2
20-35 thn
146
86.9
3
>35 thn
21
12.5
Jumlah
168
100

Dari tabel diatas dapat ketahui bahwa dari 168 kasus kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin mayoritas terdapat pada kelompok umur 20-35 tahun sebanyak 146 orang (86.9%). Sedangkan  kelompok umur <20 tahun hanya 1 orang (0.59%).

4.1.2. Distribusi Paritas Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum
Tabel 4.1.2
Distribusi Paritas Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan Periode Januari S/D Juni 2013

No
Paritas
F
%
1
Primipara
64
38.09
2
Multipara
97
57.73
3
Grandemultipara
7
4.16
Jumlah
168
100
           
Dari tabel diatas dapat ketahui bahwa dari 168 kasus kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin mayoritas terdapat pada multipara sebanyak 97 orang (57.73%). Sedangkan  Grandemultipara hanya 7 orang (4.16%).
4.1.3. Distribusi Jarak Kelahiran Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum
Tabel 4.1.3
Distribusi Jarak Kelahiran Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan Periode Januari S/D Juni 2013

No
Jarak kelahiran
F
%
1
<2
10
9.62
2
≥2
94
90.38
Jumlah
104
100

Dari tabel diatas dapat ketahui bahwa dari 168 kasus 104 kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin mayoritas terdapat pada jarak kelahiran ≥2 tahun sebanyak 94 orang (90.38%). Sedangkan  <2 tahun hanya 10 orang (9.62%).

4.1.4. Distribusi Berat Badan Bayi Pada Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum
Tabel 4.1.4
Distribusi Berat Badan Bayi Pada Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum
Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan Periode
 Januari S/D Juni 2013

No
Berat badan lahir
F
%
1
<2500 gr
4
2.4
2
2500-4000gr
160
95.2
3
>4000 gr
4
2.4
Jumlah
168
100

Dari tabel diatas dapat ketahui bahwa dari 168 kasus kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin mayoritas terdapat berat badan lahir 2500-4000 gr sebanyak 160 orang (95.2%). Sedangkan berat badan lahir <2500 gr  dan >4000 hanya 4 orang (2.4%).









4.2.Pembahasan
          Dari hasil penelitian mengenai gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan januari s/d juni 2013 maka pembahasannya sebagai berikut :

4.2.1. Umur Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dari 168 kasus kejadian ruptur perineum diperoleh mayoritas umur ibu bersalin pada kelompok 20-35 tahun sebanyak 146 kasus (86.9%). Sedangkan kelompok umur >35 tahun sebanyak 21 kasus (12.5%) dan kelompok umur <20 hanya 1 kasus (0.59%).
Hasil penelitian di diatas menggambarkan tingginya kasus ibu bersalin dengan ruptur perineum pada kisaran umur 20-35 tahun tidak hanya disebabkan keadaan alat reproduksi ibu ataupun kemampuan bidan dalam memimpin persalinan. Ibu primipara dengan umur 20-35 tahun di sebabkan karena perineum ibu yang masih utuh dan kurangnya pengetahuan ibu cara mengejan yang baik.
Hal ini bertentangan dengan pendapat Damayanti (2012), yang mengatakan  usia perempuan paling tepat untuk hamil dan melahirkan adalah 20-35 tahun. Jika melebihi 35 tahun, resiko kehamilan dan kelahiran lebih tinggi.
Hasil penelitian diatas sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suswati (2008) yang berjudul Gambaran Kasus Ibu Dengan Ruptur Perineum Di Klinik Bina Kasih Medan tahun 2008 dengan kesimpulan penelitian yaitu kejadian ruptur perineum berdasarkan umur dari 64 kasus ruptur perineum mayoritas  pada kelompok umur 20-35 tahun yakni sebanyak 57 kasus  (89,1 % ).
Dari hasil penelitian di RSIA Badrul Aini Medan berdasarkan umur ibu bersalin tidak sesuai dengan teori. Disebabkan karena Ibu primipara dengan umur 25 tahun kemungkinan juga dapat terjadi ruptur perineum saat persalinan dikarenakan perineum ibu yang masih utuh atau pun ketidaktahuan ibu tentang cara mengejan yang baik.





4.2.2. Paritas Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum
Hasil penelitian yang telah dilakukan dari 168 kasus kejadian ruptur perineum paritas ibu bersalin diperoleh mayoritas pada multipara sebanyak 97 kasus (57.73%). Primipara sebanyak 64 kasus (38.09%) dan grandemultipara sebanyak 7 orang (4.16%).
Menurut Annisa (2011) Jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang wanita merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin baik selama kehamilan maupun selama persalinan. Menurut Yanti (2009) Ruptur perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Penelitian diatas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) di rumah bersalin Sally Kec.Medan Tembung tahun 2011 dengan kesimpulan penelitian yaitu, bahwa mayoritas kejadian ruptur perineum berdasarkan paritas dari 78 kasus di peroleh pada multipara sebanyak 44 kasus (84.6%). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nursusilowati (2011) di RSUD Unggaran pada 1 Januari sampai 31 Desember 2010, dengan kesimpulan penelitian yaitu, bahwa kejadian ruptur perineum terdata dari 196 kasus (99%) dari 198 persalinan spontan dan vakum. Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian ruptur perineum tersebut adalah paritas multipara dengan jumlah 131 (66,2%) dari 198 persalinan.
Dari hasil penelitian di RSIA Badrul Aini Medan menggambarkan tingginya kejadian ruptur perineum pada ibu multipara disebabkan karena kurangnya kerja sama atau komunikasi antara penolong persalinan dan ibu bersalin. Kasus yang sering ditemukan bahwa ibu sering mengejan sebelum waktunya mengejan, terutama pada saat melahirkan kepala dan tubuh bayi, ibu sering kali mengangkat bokongnya.

4.2.3. Jarak Kelahiran Pada Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum
Hasil penelitian yang telah dilakukan dari 168 kasus kejadian ruptur perineum berdasarkan jarak kelahiran mayoritas terdapat pada jarak kelahiran ≥2 tahun sebanyak 94 kasus (90.38%). Sedangkan <2 tahun hanya 10 kasus          (9.62 %).
Dari hasil penelitian di atas menggambarkan tingginya kasus ruptur perineum pada ibu berdasarkan jarak kelahiran 2 tahun dapat terjadi kasus ruptur perineum dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu cara mengejan yang baik.
Annisa (2011) mengatakan Seorang wanita setelah melahirkan membutuhkan 2 sampai 3 tahun untuk memulihkan tubuhnya dan mempersiapkan dirinya pada persalinan berikutnya serta memberi kesempatan pada luka untuk sembuh dengan baik.
Dari hasil penelitian di RSIA Badrul Aini Medan jarak kelahiran tidak sesuai dengan teori. tingginya kasus ruptur perineum pada ibu bersalin menurut jarak kelahiran 2 dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu cara mengejan yang baik.

4.2.4. Berat Badan Bayi Pada Ibu Bersalin Yang Ruptur Perineum
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari 168 kasus kejadian ruptur perineum menurut berat badan lahir diperoleh mayoritas terdapat  2500-4000 gr sebanyak 160 kasus (95.2%). Sedangkan  berat badan lahir <2500 gr  dan >4000 hanya 4 kasus (2.4%).
hasil penelitian di atas Medan menggambarkan tingginya kasus ruptur perineum menurut  berat badan lahir 2500-4000 gram dapat menyebabkan ruptur perineum apabila dipengaruhi ibu yang mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala janin dan cara mengejan yang kurang baik, menimbulkan adanya kerusakan pada jaringan jalan lahir dan menyebabkan terjadinya robekan pada perineum. His yang bagus dapat membuka jalan lahir dengan cepat, artinya jika hisnya bagus tetapi ibu menerannya tidak kuat maka akan terjadi pembukaan jalan lahir. Sedangkan jika ibu mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala bayi yang merupakan diameter terbesar janin maka akan menyebabkan laserasi perineum.
Menurut pendapat pusposari (2010) yang mengatakan bahwa berat badan janin dapat mempengaruhi persalinan dan laserasi perineum. Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur perineum yaitu berat badan janin diatas 3500 gram, karena resiko trauma partus melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu (saputra, 2011).
Penelitian diatas di sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Suswati (2008) di klinik Bina Kasih Medan tahun 2008 bahwa mayoritas kejadian ruptur perineum berdasarkan berat badan lahir dari 64 kasus ruptur perineum pada berat badan 2500-4000 gram sebanyak 63 kasus (98.4%).
Penelitian diatas di sesuai hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) di rumah bersalin Sally Kec.Medan Tembung tahun 2011 dengan kesimpulan bahwa mayoritas kejadian ruptur perineum berdasarkan berat badan lahir dari 78 kasus di peroleh pada berat badan 2500-4000 gram sebanyak 47 kasus (97,9%). Penelitian diatas di sesuai hasil penelitian yang dilakukan oleh Nursusilowati (2011) di RSUD Unggaran pada 1 Januari sampai 31 Desember 2010 dengan kesimpulan bahwa dari 196 kasus (99%). Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian ruptur perineum tersebut adalah berat badan lahir normal dengan jumlah kasus sebanyak 152 ( 76,8%) dari 198 persalinan.
Dari hasil penelitian di RSIA Badrul Aini Medan bahwa tingginya kasus ruptur perineum menurut  berat badan lahir 2500-4000 gram dapat menyebabkan ruptur perineum apabila dipengaruhi ibu yang mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala janin dan cara mengejan yang kurang baik, menimbulkan adanya kerusakan pada jaringan jalan lahir dan menyebabkan terjadinya robekan pada perineum.













BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan
            Dari hasil penelitian dan pembahasan “gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan januari  s/d juni 2013” dapat disimpulkan sebagai berikut :
5.1.1.    Dari hasil penelitian dapat diketahui gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan januari s/d juni 2013 distribusi umur ibu  yang paling banyak mengalami ruptur perineum ditemukan pada kelompok umur 20-35 tahun terdapat 146 kasus (86.9%), sedangkan kelompok umur >35 tahun terdapat 12 kasus (12.5 %) dan kelompok umur <20 tahun hanya 1 kasus (0.59%).
5.1.2.    Dari hasil penelitian dapat diketahui gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan januari s/d juni 2013 distibusi paritas ibu bersalin yang paling banyak mengalami ruptur perineum multipara sebanyak 97 kasus (57.73%) primipara sebanyak 64 kasus  (38.09%) dan Grandemultipara sebanyak 7 kasus (4.16%).
5.1.3.    Dari hasil penelitian dapat diketahui gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan januari s/d juni 2013 disribusi jarak kelahiran ibu yang lebih banyak mengalami ruptur perineum jarak kelahiran ≥ tahun sebanyak 94 kasus (90.38%) dan minoritas pada <2 tahun sebanyak 10 kasus (9.62%).
5.1.4.    Dari hasil penelitian dapat diketahui gambaran kasus kejadian ruptur perineum di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan januari s/d juni 2013 disribusi berat badan lahir pada ibu yang ruptur perineum yang lebih tinggi  2500-4000 gr sebanyak 160 kasus (95.2%), sedangkan berat badan lahir <2500 gr  dan >4000 hanya 4 kasus (2.4%).





5.2.Saran
Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
5.2.1. Direktur pimpinan RSIA Badrul Aini Medan
kepada pimpinan RSIA Badrul Aini Bromo memberikan pelatihan kepada bidan-bidan atau tenaga kesehatan yang bekerja di RSIA Badrul Aini Bromo tentang Asuhan Persalinan Normal (APN) sehingga dapat mencegah kejadian ruptur perineum.
5.2.1. Bidan atau tenaga kesehatan RSIA Badrul Aini Medan
khusunya bidan ataupun tenaga kesehatan untuk lebih meningkatkan pelayanan ANC pada setiap ibu hamil untuk dapat mengetahui ibu hamil yang berisiko terjadi ruptur perineum saat persalinan, melakukan senam keegel pada ibu hamil untuk membantu mengelastiskan otot perineum dan mengajarkan pada ibu pola nafas dan mengedan yang baik pada saat kala I persalinan serta melakukan pertolongan persalinan sesuai dengan Asuhan Persalinan Normal (APN).



















DAFTAR PUSTAKA

Annisa.S.A. 2011. Faktor-Faktor Risiko Persalinan Seksio Sesarea Di Rsud Dr. Adjidarmo Lebak Pada Bulan Oktober-Desember 2010. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Anonim, 2008. Gambaran kejadian perdarahan postpartum. Artikel di poskan oleh Azikin.

Damayanti. E. 2012.Kehamilan Dan Persalinan Yang Sehat & Menyenangkan Diatas Usia 30 Tahun. Yogyakarta : Asaka

Dewi .N.L.D.2012. asuhan neonatus bayi dan anak balita. Jakarta : Salemba Medika

Dina, A.  2007. Karakteristik Iibu Bersalin Dengan Ruptur Perineum di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2005-2007. Akademi Kebidanan Nusantara

Dina. D. Seweng. Nyorong. 2013. Faktor Determinan Kejadian Perdarahan Post Partum Di Rsud Majene Kabupatem Majene. Sulawesi Barat.

Dinkes. Provsu. 2007 . http://www.depkes.go.id. Medan, diakses pada tanggal  15 juni  2013 pukul 20.12 WIB

Hakimi, M. 2010. Ilmu kebidanan : patologi dan fisiologi persalianan human labor dan biath,Yogyakarta : yayasan esentia medika (YEM).

JNPK, 2011. Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusui Dini.Jakarta : JNPK-KR/POGI.

Kusumawati , Y, 2006. Faktor-faktor resiko yang berpengaruh terhadap persalinan dengan tindakan (study kasus di RS .Moewardi Surakarta). www.eprints.undip.ac.ad. Semarang . diakases pada tanggal 30 juli 2013. Pukul 20.15 WIB

Mustika, A.S. 2010.Jurnal Hubungan Umur Ibu Dan Lama Persalinan Dengan Kejadian Ruptur Perineum Pada Ibu Primipara Di Bps.Ny.Ida Farida Desa Pancasan Kecamatan Ajibang Kabupaten Banyumas Tahun 2010. http://akbid.otyliahost.com. di askes 16 juni 2013 pukul 20.30 WIB

Muslihatun, 2011. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita.Yogyakarta : Citra Maya

Nuraisyah. N. 2008. KTI Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Rupture Perineum Pada Ibu Bersalin Di Rsu Dr. Pirngadi Medan Periode Januari-Desember 2007. http://repository.usu.ac.id/bitstream. Medan diakses pada tanggal 16 juni 2013, pukul 19.15 WIB
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

 
Nursusilowati. 2011. KTI. Faktor-faktor  yang mempengaruhi rupture perineum di RSUD.Unggaran tahun 2010. http://perpusnwu.web.id. Diakses pada tanggal 8 juli 2013, pukul 10.14 WIB

Palimbo.Rusiva. 2011. Theses. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Rupture Perineum Di VK Bersalin RSUD. Dr. Ansari Banjarmasin Tahun 2011. Banjarmasin.

Pantiawati, 2010. Bayi dengan BBLR (berat badan bayi lahir rendah). Yogyakarta: Nuha medika

Politeknik kesehatan Medan , 2012. Panduan Karya Tulis Ilmiah, Medan
Prabandari, F. 2009. KTI Hubungan Berat Badan Lahir Dengan Ruptur Perineum Persalinan Normal Pada Primigravida Di Bps Yatini Wonosobo. http://www.perpusnwu.web.id diakses pada tanggal 19 juni 2013.
Pusposari, D. M . 2010. Theses. Hubungan Berat Badan Janin Dengan Terjadinya Laserasi Perineum Pada Proses Persalinan (Studi Di Puskesmas Srondol
Semarang). http://digilib.unimus.ac.id. Semarang, diakses pada tanggal 13 April 2013, pukul 22.22 WIB

Rukiyah, Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : trans info media

Suswati. 2008. Laporan Hasil Penelitian. Gambaran Kasus Ibu Dengan Rupture Perineum Di Klinik Bina Kasih Medan. Poltekkes Kesehatan Kemenkes Medan.

Tarmizi , 2012. 20 provinsi mengalami masalah kesehatan ibu dan anak . artikel www.antaranews.com. Diakses 19 juni 2013.

Yanti, 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan . Yogyakarta : Pustaka Rihama.

Yadizah, I. 2011. Theses Hubungan Lingkar Kepala Janin Dengan Terjadinya Laserasi Perineum Pada Proses Persalinan Primipara (Studi Di Rb Budi Asih Semarang). http://digilib.unimus.ac.id. Diakses pada tanggal 14 April 2013, pukul 19.40 WIB.

Yulaikhah, L.  2009. Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Yuliana.S. 2012. KTI. Hubungan berat badan lahir dan paritas dengan rupture perineum di klinik Sally Kec.Medan Tembung tahun 2011. Poltekkes Kesehatan Kemenkes Medan.


 














Tidak ada komentar: