Sabtu, 02 Mei 2015

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAN LABUHAN BELAWAN TAHUN 2013



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Ada hubunganantarapendidikanibudengan status gizibalita.
2. Ada hubunganantarapendapatandengan status gizibalita
3. Ada hubunganantarajumlahanggotakeluargadengan status gizibalita
5.2. Saran
  1. BagiDinasKesehatan
Membuatpenyuluhan yang menarikuntukmeningkatkanpengetahuanibutentanggizi.
  1. BagiDinasPendidikan
Mendorongmasyarakatkhususnyaibu-ibu yang belummemenuhikewajibannyawajibbelajar 9 tahununtukmengikuti program KejarPaket C sehinggaibu-ibudapatlebihmenyerapinformasi.





HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAN LABUHAN BELAWAN TAHUN 2013



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1.      Deskripsi Lokasi Penelitian
            Puskesmas Pekan Labuhan didirikan atas dasar kebutuhan masyarakat akan sarana kesehatan, tahun pendirian puskesmas pecan labuhan adalah tahun 1991.dan kemudian tahun 1993 berubah menjadi puskesmas rawat inap.
4.1.1.   Letak Geografis
            Puskesmas pekan Labuhan berada di Jalan K.L Yos Sudarso Km 18,5 Kec. Medan Labuhan. Luas wilayah kecamatan medan labuhan 780,5 Ha. Dengan batas- batas wilayah sebagai berikut :
a.       Sebelah selatan berbatasan dengan tanah masyarakat = 50 m
b.      Sebelah timur berbatasan dengan jalan medan belawan = 86,30 m
c.       Sebelah utara berbatasan dengan gudang farmasi = 37,50 m
d.      Sebelah barat berbatasan dengan tanah masyarakt = 64 m
4.1.2.   Sarana Kesehatan
            Dalam pelayanan kesehatan puskesmas Pekan Labuhan memiliki 1 (satu) buah puskesmas pembantu, yaitu puskesmas pembantu nelayan indah yang terletak di kelurahan Nelayan Indah.




4.2. Analisis Univariat
4.2.1. Pendidikan Ibu yang Memiliki Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Medan tahun 2013.
Tabel 4.1.
Distribusi Pendidikan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekan Labuhan Belawan Tahun 2013

No
Pendidikan Responden
Jumlah
%
1
Rendah
22
55
2
Menengah
5
12,5
3
Tinggi
13
32,5

Jumlah
40
100

            Dari tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan ibu yang memiliki balita rendah 22 orang (55%)
4.2.2. Pendapatan Keluarga yang Memiliki Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Medan tahun 2013.
Tabel 4.2.
Distribusi Pendapatan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekan Labuhan Belawan Tahun 2013

No
Pendapatan
Jumlah
%
1
Rendah
24
60
2
Sedang
2
5
3
Tinggi
14
35

Jumlah
40
100

            Dari tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas penapatan keluarga yang memiliki balita rendah 24 orang (60%)


4.2.2. Jumlah Anggota Keluarga yang tinggal dalam satu rumah yang Memiliki Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Medan tahun 2013.
Tabel 4.3.
Distribusi Jumlah AnggotaKeluarga di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekan Labuhan Belawan Tahun 2013

No
Anggota Keluarga
Jumlah
%
1
Rendah
8
20
2
Sedang
6
15
3
Tinggi
26
65

Jumlah
40
100

            Dari tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas jumlah anggota keluarga yang tinggal satu rumah yang memiliki balita tinngi (lebih dari 4 orang dalam satu rumah) 26 orang (65%)
4.2.2. Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Medan tahun 2013
Tabel 4.4.
Distribusi Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekan Labuhan Belawan Tahun 2013

No
Status Gizi
Jumlah
%
1
Baik
15
37,5
2
Buruk
25
62,5

Jumlah
40
100

            Dari tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas status gizi balita buruk 25 orang (62,5%)



4.3.      Analisis Bivariat
            Analisis yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan hasil sebagai berikut:
4.3.1.   Hubungan Faktor Pendidikan dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Belawan Tahun 2013
Tabel 4.5.
Hubungan faktor pendidikan ibu dengan status gizi balita di Wilayah Kerja PuskesmasPekan Labuhan Belawan Tahun 2013

Pendidikan
Status Gizi
p value
Baik
Buruk
N
%
N
%
Rendah
0
0
22
88
0,000
Menengah
3
20
2
8

Tinggi
12
80
1
4


15
100
25
100,0


            Berdasarkan Tabel 4.5. Status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada ibu yang berpendidikan rendah (88%) dibanding dengan ibu yang berpendidikan tinggi (4%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian Status gizi dengan nilai (p=0,000)
4.3.2. Hubungan Faktor Pendapatan dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Belawan Tahun 2013
Tabel 4.6.
Hubungan faktor pendapatan dengan status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Belawan Tahun 2013

Pendapatan
Status Gizi
p value
Baik
 Buruk
N
%
N
%
Rendah
2
13,3
22
88
0,000
Sedang
2
13,3
0
0

Tinggi
11
73,3
3
12


15
100
25
100,0

            Berdasarkan Tabel 4.6. Status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada ibu yang pendapatan rendah (88%) dibanding dengan ibu yang pendapatan tinggi (12%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian Status gizi dengan nilai (p=0,000)
4.3.3. Hubungan Faktor Jumlah Anggota Keluarga dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Belawan Tahun 2013
Tabel 4.7.
Hubungan faktor jumlah anggota keluarga dengan status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Belawan Tahun 2013

Anggota Keluarga
Status Gizi
p value
Baik
 Buruk
N
%
N
%
Rendah
8
53,3
0
0
0,000
Sedang
2
13,3
4
16

Tinggi
15
33,3
21
84


15
100
25
100,0


            Berdasarkan Tabel 4.7. Status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada ibu yang jumlah anggota keluarga tinggi (84%) dibanding dengan ibu yang jumlah anggota keluarga rendah ()%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian Status gizi dengan nilai (p=0,000)
4.4. Pembahasan
4.4.1. Hubungan pendidikan dengan kejadian status gizi balita di wilayah kerja puskesmas Pekan Labuhan Belawan tahun 2013
            Berdasarkan Tabel 4.5. Status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada ibu yang berpendidikan rendah (88%) dibanding dengan ibu yang berpendidikan tinggi (4%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian Status gizi dengan nilai (p=0,000)
Pendidikansangat mempengaruhi penerimaan informasi termasuk informasitentang gizi. Masyarakat dengan pendidikan yang rendah akanlebih mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan denganmakanan sehingga sulit menerima informasi baru di bidang gizi(Suharjo, 1992). Selain itu tingkat pendidikan juga ikut menentukanmudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Semakintinggi tingkat pendidikan seseorang, akan semakin mudahseseorang menyerap informasi yang diterima termasuk pendidikandan informasi gizi terkait dengan pentingnya mengkonsumsi energidan protein secara adekuat. Dengan pendidikan gizi tersebutdiharapkan akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat(Handayani, 1994).
Schultz (1984) menjelaskan setidaknya ada 5 upaya yangmerupakan imbas dari pendidikan ibu dan ayah yang dapatmempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertama,pendidikan akan meningkatkan sumberdaya keluarga. Kedua,pendidikan akan meningkatkan pendapatan keluarga. Ketiga,pendidikan akan meningkatkan alokasi waktu untuk pemeliharaankesehatan anak. Keempat, pendidikan akan meningkatkanproduktivitas dan efektifitas pemeliharaan kesehatan. Kelima,pendidikan akan meningkatkan referensi kehidupan keluarga.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yangdilakukan oleh Graham (1972) dan Bairagi (1980) sebagaimanadikutip Satoto (1990) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkatpendidikan ibu semakin baik pertumbuhan anaknya
Peran petugas kesehatan sangat diperlukan untuk menyebarluaskan informasi-informasi tentang seputar kesehatan terutama  tentang gizi pada balita dikalangan masyarakat sehingga upaya preventif  terhadap kejadian kekurangan gizi dapat dilaksanakan sedini mungkin.
4.4.2. Hubungan pendapatan dengan status gizi balita di wilayah kerja puskesmas  Pekan Labuhan Belawan tahun 2013
Berdasarkan Tabel 4.6. Status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada ibu yang pendapatan rendah (88%) dibanding dengan ibu yang pendapatan tinggi (12%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian Status gizi dengan nilai (p=0,000)
Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Winarno(1990) yang mengatakan jika tingkat pendapatan naik, jumlah danjenis makanan juga akan membaik. Hasil penelitian ini berbedadengan penelitian yang dillakukan oleh Alisyahbana (1984) yangmenemukan bahwa ada hubungan pendapatan keluarga dengankeadaan gizi anak.Demikian juga penelitian yang dilakukan Satoto(1988) menunjukkan hubungan yang kuat kemakmuran keluargadengan keadaan gizi.
Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan.Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan yang diperoleh. Dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli daging, buah, sayuran dan beberapa jenis bahan makanan lainnya (Fikawati & Shafig, 2012)
            Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi umum di masyarakat.Masalah utama penduduk miskin pada umumnya sangat tergantung pada pendapatan perhari yang pada umumnya tidak mencukupi kebutuhan dasar secara normal.Penduduk miskin cenderung tidak mempunyai cadangan panagan karena daya belinya rendah. Pada tahun 1998, ada 51,0% rumah tangga didaerah perkotaan dan 47,5% rumah tangga didaerah, pedesaan mengalami masalah kekurangan konsumsi pangan (Ernawati, 2006)
            Ibu yang pendapatannya tinggi karena dengan pendapatan yang tinggi kecenderungan dapat memenuhi kebutuhan hidup lebih baik diantaranya membeli makanan dengan kualitas yang lebih baik, kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap dibanding dengan ibu yang memilki pendapatan lebih rendah cenderung lebih sulit memenuhi kebutuhan karena pandapatan yang rendah.
4.4.3. Hubungan jumlah anggota keluarga dengan status gizi balita di wilayah kerja puskesmas  Pekan Labuhan Belawan tahun 2013
Berdasarkan Tabel 4.7. Status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada ibu yang jumlah anggota keluarga tinggi (84%) dibanding dengan ibu yang jumlah anggota keluarga rendah ()%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian Status gizi dengan nilai (p=0,000)
Hal ini mungkin karena dalam penelitian ini, jumlah anggotakeluarga responden rata-rata 5 orang. Menurut Dini Latief, dkk(2000), pada keluarga yang beranggotakan 3 – 5 orang rata-rataintake energi dan protein masih mendekati nilai yang dianjurkan,sedangkan pada rumah tangga yang beranggotakan 6 orang ataulebih menunjukkan tingkat konsumsi pangan yang memburuk.
Jumlah anggota keluarga yang lebih banyak tinggal dalam satu rumah akan mempengaruhi terhadap pembagian makanan bila jumlah anggota keluarga dalam satu rumah lebih banyak maka pembagi makanan juga lebih banyak dan biasannya anak balita mendapat perioritas belakangan dengan makanan disbanding dengan anggota keluarga yang lain terutama bapak.