BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Puskesmas Pekan
Labuhan didirikan atas dasar kebutuhan masyarakat akan sarana kesehatan, tahun
pendirian puskesmas pecan labuhan adalah tahun 1991.dan kemudian tahun 1993
berubah menjadi puskesmas rawat inap.
4.1.1. Letak Geografis
Puskesmas pekan
Labuhan berada di Jalan K.L Yos Sudarso Km 18,5 Kec. Medan Labuhan. Luas wilayah
kecamatan medan labuhan 780,5 Ha. Dengan batas- batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah selatan berbatasan dengan tanah masyarakat =
50 m
b. Sebelah timur berbatasan dengan jalan medan belawan =
86,30 m
c. Sebelah utara berbatasan dengan gudang farmasi = 37,50
m
d. Sebelah barat berbatasan dengan tanah masyarakt = 64 m
4.1.2.
Sarana Kesehatan
Dalam pelayanan
kesehatan puskesmas Pekan Labuhan memiliki 1 (satu) buah puskesmas pembantu,
yaitu puskesmas pembantu nelayan indah yang terletak di kelurahan Nelayan Indah.
4.2. Analisis Univariat
4.2.1. Pendidikan Ibu yang Memiliki Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Medan tahun 2013.
Tabel 4.1.
Distribusi
Pendidikan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekan Labuhan
Belawan Tahun 2013
No
|
Pendidikan
Responden
|
Jumlah
|
%
|
1
|
Rendah
|
22
|
55
|
2
|
Menengah
|
5
|
12,5
|
3
|
Tinggi
|
13
|
32,5
|
|
Jumlah
|
40
|
100
|
Dari tabel
diatas menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan ibu yang memiliki balita rendah
22 orang (55%)
4.2.2. Pendapatan Keluarga yang Memiliki Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Medan tahun 2013.
Tabel 4.2.
Distribusi
Pendapatan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekan Labuhan
Belawan Tahun 2013
No
|
Pendapatan
|
Jumlah
|
%
|
1
|
Rendah
|
24
|
60
|
2
|
Sedang
|
2
|
5
|
3
|
Tinggi
|
14
|
35
|
|
Jumlah
|
40
|
100
|
Dari tabel
diatas menunjukkan bahwa mayoritas penapatan keluarga yang memiliki balita
rendah 24 orang (60%)
4.2.2. Jumlah Anggota Keluarga yang tinggal dalam
satu rumah yang Memiliki Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Medan
tahun 2013.
Tabel 4.3.
Distribusi
Jumlah AnggotaKeluarga di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekan Labuhan
Belawan Tahun 2013
No
|
Anggota
Keluarga
|
Jumlah
|
%
|
1
|
Rendah
|
8
|
20
|
2
|
Sedang
|
6
|
15
|
3
|
Tinggi
|
26
|
65
|
|
Jumlah
|
40
|
100
|
Dari tabel
diatas menunjukkan bahwa mayoritas jumlah anggota keluarga yang tinggal satu
rumah yang memiliki balita tinngi (lebih dari 4 orang dalam satu rumah) 26
orang (65%)
4.2.2. Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekan Labuhan Medan tahun 2013
Tabel 4.4.
Distribusi
Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekan Labuhan
Belawan Tahun 2013
No
|
Status Gizi
|
Jumlah
|
%
|
1
|
Baik
|
15
|
37,5
|
2
|
Buruk
|
25
|
62,5
|
|
Jumlah
|
40
|
100
|
Dari tabel
diatas menunjukkan bahwa mayoritas status gizi balita buruk 25 orang (62,5%)
4.3.
Analisis Bivariat
Analisis yang
digunakan adalah uji Chi-Square
dengan hasil sebagai berikut:
4.3.1. Hubungan
Faktor Pendidikan dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan
Labuhan Belawan Tahun 2013
Tabel 4.5.
Hubungan faktor pendidikan
ibu dengan status gizi balita di Wilayah Kerja PuskesmasPekan Labuhan Belawan
Tahun 2013
Pendidikan
|
Status Gizi
|
p value
|
Baik
|
Buruk
|
N
|
%
|
N
|
%
|
Rendah
|
0
|
0
|
22
|
88
|
0,000
|
Menengah
|
3
|
20
|
2
|
8
|
|
Tinggi
|
12
|
80
|
1
|
4
|
|
|
15
|
100
|
25
|
100,0
|
|
Berdasarkan
Tabel 4.5. Status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada ibu yang berpendidikan
rendah (88%) dibanding dengan ibu yang berpendidikan tinggi (4%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan
antara pendidikan ibu dengan kejadian Status gizi dengan nilai (p=0,000)
4.3.2. Hubungan Faktor Pendapatan dengan Status Gizi
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Belawan Tahun 2013
Tabel 4.6.
Hubungan faktor
pendapatan dengan status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan
Belawan Tahun 2013
Pendapatan
|
Status Gizi
|
p value
|
Baik
|
Buruk
|
N
|
%
|
N
|
%
|
Rendah
|
2
|
13,3
|
22
|
88
|
0,000
|
Sedang
|
2
|
13,3
|
0
|
0
|
|
Tinggi
|
11
|
73,3
|
3
|
12
|
|
|
15
|
100
|
25
|
100,0
|
|
Berdasarkan
Tabel 4.6. Status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada ibu yang pendapatan
rendah (88%) dibanding dengan ibu yang pendapatan tinggi (12%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan
antara pendidikan ibu dengan kejadian Status gizi dengan nilai (p=0,000)
4.3.3. Hubungan Faktor Jumlah Anggota Keluarga
dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Belawan
Tahun 2013
Tabel 4.7.
Hubungan faktor jumlah
anggota keluarga dengan status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan
Labuhan Belawan Tahun 2013
Anggota Keluarga
|
Status Gizi
|
p value
|
Baik
|
Buruk
|
N
|
%
|
N
|
%
|
Rendah
|
8
|
53,3
|
0
|
0
|
0,000
|
Sedang
|
2
|
13,3
|
4
|
16
|
|
Tinggi
|
15
|
33,3
|
21
|
84
|
|
|
15
|
100
|
25
|
100,0
|
|
Berdasarkan
Tabel 4.7. Status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada ibu yang jumlah
anggota keluarga tinggi (84%) dibanding dengan ibu yang jumlah anggota keluarga
rendah ()%). Hasil uji chi square menunjukkan
ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian Status gizi dengan
nilai (p=0,000)
4.4.
Pembahasan
4.4.1.
Hubungan pendidikan dengan kejadian status gizi balita di wilayah kerja
puskesmas Pekan Labuhan Belawan tahun 2013
Berdasarkan
Tabel 4.5. Status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada ibu yang berpendidikan
rendah (88%) dibanding dengan ibu yang berpendidikan tinggi (4%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan
antara pendidikan ibu dengan kejadian Status gizi dengan nilai (p=0,000)
Pendidikansangat mempengaruhi penerimaan informasi
termasuk informasitentang gizi. Masyarakat dengan pendidikan yang rendah
akanlebih mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan denganmakanan
sehingga sulit menerima informasi baru di bidang gizi(Suharjo, 1992). Selain
itu tingkat pendidikan juga ikut menentukanmudah tidaknya seseorang menerima
suatu pengetahuan. Semakintinggi tingkat pendidikan seseorang, akan semakin
mudahseseorang menyerap informasi yang diterima termasuk pendidikandan
informasi gizi terkait dengan pentingnya mengkonsumsi energidan protein secara
adekuat. Dengan pendidikan gizi tersebutdiharapkan akan tercipta pola kebiasaan
yang baik dan sehat(Handayani, 1994).
Schultz (1984) menjelaskan setidaknya ada 5 upaya
yangmerupakan imbas dari pendidikan ibu dan ayah yang dapatmempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertama,pendidikan akan meningkatkan
sumberdaya keluarga. Kedua,pendidikan akan meningkatkan pendapatan keluarga.
Ketiga,pendidikan akan meningkatkan alokasi waktu untuk pemeliharaankesehatan
anak. Keempat, pendidikan akan meningkatkanproduktivitas dan efektifitas
pemeliharaan kesehatan. Kelima,pendidikan akan meningkatkan referensi kehidupan
keluarga.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil
penelitian yangdilakukan oleh Graham (1972) dan Bairagi (1980)
sebagaimanadikutip Satoto (1990) menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkatpendidikan ibu semakin baik pertumbuhan anaknya
Peran petugas kesehatan sangat diperlukan untuk
menyebarluaskan informasi-informasi tentang seputar kesehatan terutama tentang gizi pada balita dikalangan
masyarakat sehingga upaya preventif
terhadap kejadian kekurangan gizi dapat dilaksanakan sedini mungkin.
4.4.2.
Hubungan pendapatan dengan status gizi balita di wilayah kerja puskesmas Pekan Labuhan Belawan tahun 2013
Berdasarkan Tabel 4.6.
Status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada ibu yang pendapatan rendah (88%)
dibanding dengan ibu yang pendapatan tinggi (12%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan
antara pendidikan ibu dengan kejadian Status gizi dengan nilai (p=0,000)
Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Winarno(1990)
yang mengatakan jika tingkat pendapatan naik, jumlah danjenis makanan juga akan
membaik. Hasil penelitian ini berbedadengan penelitian yang dillakukan oleh
Alisyahbana (1984) yangmenemukan bahwa ada hubungan pendapatan keluarga
dengankeadaan gizi anak.Demikian juga penelitian yang dilakukan Satoto(1988)
menunjukkan hubungan yang kuat kemakmuran keluargadengan keadaan gizi.
Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan
kualitas dan kuantitas hidangan.Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik
makanan yang diperoleh. Dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin
besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli daging, buah,
sayuran dan beberapa jenis bahan makanan lainnya (Fikawati & Shafig, 2012)
Kemiskinan sebagai penyebab gizi
kurang menduduki posisi pertama pada kondisi umum di masyarakat.Masalah utama
penduduk miskin pada umumnya sangat tergantung pada pendapatan perhari yang
pada umumnya tidak mencukupi kebutuhan dasar secara normal.Penduduk miskin
cenderung tidak mempunyai cadangan panagan karena daya belinya rendah. Pada
tahun 1998, ada 51,0% rumah tangga didaerah perkotaan dan 47,5% rumah tangga
didaerah, pedesaan mengalami masalah kekurangan konsumsi pangan (Ernawati,
2006)
Ibu
yang pendapatannya tinggi karena dengan pendapatan yang tinggi kecenderungan
dapat memenuhi kebutuhan hidup lebih baik diantaranya membeli makanan dengan
kualitas yang lebih baik, kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap dibanding
dengan ibu yang memilki pendapatan lebih rendah cenderung lebih sulit memenuhi
kebutuhan karena pandapatan yang rendah.
4.4.3.
Hubungan jumlah anggota keluarga dengan status gizi balita di wilayah kerja
puskesmas Pekan Labuhan Belawan tahun
2013
Berdasarkan Tabel 4.7.
Status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada ibu yang jumlah anggota keluarga
tinggi (84%) dibanding dengan ibu yang jumlah anggota keluarga rendah ()%).
Hasil uji chi square menunjukkan ada
hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian Status gizi dengan
nilai (p=0,000)
Hal ini mungkin karena dalam penelitian ini, jumlah
anggotakeluarga responden rata-rata 5 orang. Menurut Dini Latief, dkk(2000),
pada keluarga yang beranggotakan 3 – 5 orang rata-rataintake energi dan protein
masih mendekati nilai yang dianjurkan,sedangkan pada rumah tangga yang
beranggotakan 6 orang ataulebih menunjukkan tingkat konsumsi pangan yang
memburuk.
Jumlah anggota keluarga yang lebih banyak tinggal
dalam satu rumah akan mempengaruhi terhadap pembagian makanan bila jumlah
anggota keluarga dalam satu rumah lebih banyak maka pembagi makanan juga lebih
banyak dan biasannya anak balita mendapat perioritas belakangan dengan makanan
disbanding dengan anggota keluarga yang lain terutama bapak.