Sabtu, 02 Mei 2015

MANAJEMEN SISTEM INFORMASI KESEHATAN REPRODUKSI



MANAJEMEN SISTEM INFORMASI KESEHATAN REPRODUKSI
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK XIII
1.    YENI YULITA
2.    LAILA WATI





PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES SARI MUTIARA MEDAN
T. A. 2011/ 2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adapun judul makalah ini yaitu “ Manajamen Sistem Informasi Kesehatan Reproduksi”.
Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah dimana telah memberikan pengarahan dalam menyelesaikan makalah ini.
Oleh karena itu, didalam penyelesaian makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan atau kesalahan dalam pembuatan makalah ini , diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, atas perhatiannya penulis mengucapakan terima kasih.


Medan,  Oktober 2012
Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I :           Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
1.2  Topik Penelitian di SIMKES
BAB II:          Hasil Dan Pembahasan
2.1  Perencanaan
2.2  Pengorganisasian
2.3  Faktor-faktor lingkungan luar yang memiliki dampak positif dan menjadi peluang untuk pengembangan pembinaan kesehatan remaja khususnya kesehatan reproduksi
2.4  Pelaksanaan
2.5  Pengendalian
2.6  Rumusan Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas
BAB III:          Kesimpulan Dan Saran
3.1  Kesimpulan
3.2  Saran

DAFTAR PUSTAKA



LATAR BELAKANG

1.1   Pendahuluan
Remaja dalam masa perkembangannya terjadi perubahan, baik secara biologis, psikologismaupun sosial, yang umumnya pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan atau psikososial (Depkes RI, 2000). Perubahan alamiah dalam diri remaja sering berdampak padapermasalahan remaja yang cukup serius.Triswan (2007) mengemukakan perilaku remaja saat inisudah sangat mengkhawatirkan, hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya kasus-kasus sepertiaborsi, kehamilan tidak diinginkan (KTD), dan penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDSdi kelompok remaja.
Di Indonesia setiap bulannya kira-kira 15 juta remaja yang berusia 15-19 tahun melahirkan, 4juta remaja melakukan aborsi dan hampir 100 juta terinfeksi PMS yang dapat disembuhkan terjadi pada remaja. dalam pacaran 30,2% remaja melakukan pegangan tangan, 15,6% remaja melakukan pelukan dengantangan di luar baju, 5,2% remaja melakukan pelukan dengan tangan di dalam baju, 9,4% remaja sudahbercumbu bibir, 6,3% remaja sudah meraba-raba dalam pacaran, 1% remaja sudah melakukan petting,dan 2,1% remaja melakukan hubungan badan 1 kali sebulan. Perilaku seksual menunjukkan: 10,4%remaja melakukan onani 1 kali sebulan, 8,3% remaja melakukan masturbasi 1 kali sebulan, 20,8%remaja mengkhayal fantasi seksual 1 kali sebulan, 13,5% remaja menggunakan media fantasi seksual1 kali sebulan, 15,6% pengetahuan perilaku seksual remaja kurang, 6,3% sikap perilaku seksualremaja kurang, dan 94,8% perilaku seksual remaja kurang.Remaja selama masa pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan perhatian danpengawasan yang baik terkait dengan permasalahan kesehatan reproduksi.Kemudahan aksesinformasi, memungkinkan remaja untuk berperilaku bebas dan menyimpang. Pengaruh informasiglobal (seperti paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses oleh remaja akanmenstimulasi remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan yang tidak sehat seperti merokok, minum-minuman beralkohol, penyalahgunaan obat, perkelahian antar remaja atau tawuran (Iskandar,1997). Kebiasaan-kebiasaan tersebut secara kumulatif akan mempercepat usia awal seksual aktifremaja serta mengantarkan remaja pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi. Hal inidikarenakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi danseksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, sehingga memerlukan pembinaan dari berbagai pihak termasuk bidang kesehatan.Strategi pembinaan pelayanan kesehatan remaja khususnya di dinas kesehatan,diarahkan untuk menyiapkan remaja yang memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang kesehatan remaja. Tujuan akhir dari pengarahan itu adalah adanya pendewasaan usia pernikahan danpersiapan pra nikah. Dinas kesehatan merealisasikan dalam bentuk pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) yang telah dimulai dari tahun 2006.
Pada uraian di bawah ini akan dijelaskan mengenai analisis situasi penerapan manajemenpelayanan keperawatan komunitas terkait program kesehatan remaja khususnya upaya pengelolaan kesehatan reproduksi pada aggregate  Analisis program kesehatan reproduksi ini akan menggunakan pendekatan manajemen organisasi menurut Donell (1975) dalam Wiyono (1997) dan Marquis dan Huston (2006) bahwa tahapan manajemen terdiri dari perencanaan (planning), organisasi (organizing), penetapan orang (staffing), pengarahan (directing), dan evaluasi (controling). Tujuan analisis situasi ini adalah tergambarkannya pelaksanaan sistem manajemen pelayanan kesehatan keperawatan komunitas program pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR).

Analisis situasi program kesehatan reproduksi remaja ini menggunakan pendekatan SWOT yaitu kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threat) suatuorganisasi dalam pelaksanaan program kesehatan remaja. Lingkup analisis mencakup 4 fungsimanajemen, yaitu fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan(directing), dan pengawasan (controlling). Keempat fungsi manajemen tersebut akan dianalisisberdasarkan pelaksanaan program pelayanan kesehatan remaja khususnya kesehatan reproduksiremaja.Hasil analisis situasi program kesehatan reproduksi pada remaja tersebut di atas, akan dibuatsuatu kerangka masalah program dan rumusan masalah. Kerangka masalah program ini digunakanuntuk mengatasi risiko ataupun masalah kesehatan reproduksi pada remaja.
1.2  Topik penelitian di SIMKES meliputi :
1.       Sistem informasi geografis
2.       Sistem informasi dinas kesehatan, rumah sakit, klinik, dan puskesmas
3.       Sistem informasi surveilans penyakit
4.       Sistem informasi kewaspadaan pangan
5.       Sistem informasi kesehatan pada saat bencana
6.       E-learning, sistem informasi pendidikan tenaga kesehatan
7.       Sistem pelaporan gizi, sistem informasi kepegawaian
8.       Perancangan sistus web dinas kesehatan
9.       dan distribusi spasial kasus malaria.
Minat SIMKES diselenggarakan dengan tujuan untuk menghasilkan tenaga profesional yang menguasai sistem dan manajemen informasi kesehatan. Secara khusus program pendidikan ini bertujuan untuk mendidik peserta agar mampu:
1.       Memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam merancang dan merekayasa sistem informasi untuk peningkatan kinerja pelayanan kesehatan.
2.       Mengidentifikasi dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi sistem dan manajemen informasi kesehatan.
3.       Memiliki wawasan yang komprehensif mengenai cakupan informatika kesehatan (dari bioinformatika kedokteran, informatika klinis.
SIMPUS atau Sistem Informasi Manajemen Puskesmas yang berupa aplikasi berbasis web ini dapat membantu dalam pelayanan dan manajemen Puskesmas berkait dengan fungsi Puskesmas sebagai lembaga pelayanan kesehatan tingkat pertama di masyarakat.SIMPUS memiliki beberapa modul sebagai berikut :
1.      Pendaftaran pasien
2.      Rawat jalan
3.      Manajemen Obat
4.      Sistem pencatatan kegiatan puskesmas di dalam dan di luar gedung
5.      Billing sistem
6.      Pemetaan penyakit










BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1  Perencanaan
Perencanaan (planning) merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting dalamsuatu organisasi (Marquis & Huston, 2006). Perencanaan memegang peranan yang sangat strategis dalam keberhasilan upaya pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan reproduksi remaja.Populasi remaja yang ada saat ini membutuhkan penanganan yang baik guna menunjang tumbuh kembangnya secara optimal.
Fungsi perencanaan (planning) Dinas Kesehatan untuk tahun 2010/2011 sudahmerencanakan program penganggaran (budgeting) untuk program PKPR. Penganggaran ini direncanakan untuk kerangka acuan (term of reference) dalam implementasi suatu pelayanan ataupunsuatu program (Swansburg, 1994).
Dinas Kesehatan dalam perencanaan juga telah melakukan proyeksi (forecasting) terhadap populasi penduduk usia remaja sebagai sasaran pelayanan PKPR. Proyeksi dalam suatuperencanaan digunakan untuk mencapai sasaran tujuan dan penjangkauan dari suatu program (Gillies,1993).
Proyeksi pencapaian cakupan tersebut direnacanakan untuk melayani kesehatan remaja sesuaidengan tujuan (visi) dan sasaran (misi) dari dinas kesehatan. Visi dinas kesehatan adalah mewujudkan masyarakat yang sehat, melalui 2 misi utama yaitu:
1.      Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.
2.      Memberikan pelayanan kesehatan dasar danrujukan prima yang bermutu, terjangkau, dan berkesinambungan.
Kedua misi utama tersebutditurunkan ke dalam suatu tujuan. Tujuan misi yang pertama adalah:
a.       Mengembangkan sertamenggalang komitmen yang sama dari perilaku pembangunan.
b.      Mendorong dan membinapemeliharaan kesehatan yang mandiri.
Tujuan misi yang kedua adalah:
a.       Meningkatkan kualitasSDM
b.      Menyediakan sumber daya (sarana atau prasarana) kesehatan yang memadai
c.       Menjamintersedianya obat, vaksin, dan pembekalan farmasi untuk pelayanan kesehatan
d.      Meningkatkancakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
e.       Mengembangkan sistem informasi kesehatan
Dinas Kesehatan merumuskan arah kebijakan berdasarkan rumusan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPMJD) di bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai agama dengan arah kebijakan yang akan diturunkan dalam misi yaitu:
a.       Meningkatkan kualitas SDMKesehatan
b.      Membuat komitmen dari jajaran kesehatan untuk memberi pelayanan kesehatan yanglebih bermutu dan berorienatsi kepada kepuasan pelanggan terutama masyarakat miskin
c.       Menjalinkemitraan dengan pelayanan kesehatan suasta, LSM, dan organisasi profesipemenuhan sarana danprasarana kesehatan
d.      peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Rincian programpenyelenggaraan dan peningkatan kesehatan keluarga adalah pembinaan kesehatan reproduksi, pembinaan pelayanan kesehatan anak sekolah dan remaja, penurunan angka kematian ibu (AKI)dan angka kematian bayi (AKB), pembinaan posbindu dan implementasi puskesmas santun lansia, dan pembinaan posyandu.
Dinas Kesehatan menentukan tujuan dan sasaran berdasarkan analisis situasi dan kecenderungan dalam mencapai visi dan misi yang ditetapkan, khususnya dalam program kesehatan reproduksi remaja.Program yang dirancang adalah adanya kegiatan PKPR untuk kesehatan remaja.Perencanaan pelayanan kesehatan remaja khususnya kesehatan reproduksi pada tingkat puskesmas dilakukan melalui klinik pelayanan konsultasi remaja. Bentuk kegiatan di  suatu Puskesmas antara lain melalui penjaringan kesehatan remaja di tiap sekolah secara acak.Penjaringan tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat kesehatan remaja secara umum melalui identifikasi KMS remaja SMP dan SMA.
Fungsi perencanaan program pembinaan kesehatan reproduksi pada aggregate remaja jugamemiliki kegiatan organisasi yang belum berjalan dengan baik yaitu: kegiatan pembinaan kesehatan remaja belum menjadi fokus utama arah kebijakan bidang kesehatan dalam rencana strategis.Hal ini didukung adanya pengintegrasian program kesehatan anak dan remaja yang mengakibatkan lebih memrioritaskan kegiatan anak dari pada kegiatan remaja, mialnya: terbatasnya anggaran sektor kesehatan untuk pembinaan kesehatan remaja, sehingga kegiatan program lebih mengutamakan kegiatan dalam gedung yaitu sekolah melalui UKS, jumlah pengelola program anak dan remaja di puskesmas masih kurang, perawat komunitas tidak terlibat dalam menyusun perencanaan pembinaan kesehatan reamaja khususnya dengan masalah kesehatan reproduksi, perencanaan spesifik terkait perencanaan pencegahan dan penatalaksanaan kesehatan reproduksiremaja di keluarahan atau masyarakat belum ada ataupun belum dilakukan secara optimal olehpuskesmas dan sekolah. Hal ini dibuktikan dengan belum dimasukannya deteksi dini tumbuh kembangremaja khususnya dalam kesehatan reproduksi pada program kesehatan anak dan remaja.Program kesehatan anak dan remaja hanya berfokus pelatihan peer conselor, kegiatan UKS, dan program klinik konsultasi remaja di suatu puskesmas.
Kelompok remaja di masyarakat dengan kesehatan reproduksinya merupakan kelompok berisiko.Hal ini dikarenakan remaja memiliki beberapa faktor risiko untuk terjadi masalah seputar kesehatan reproduksinya apabila faktor tersebut tidak diidentifikasi dan diatasi dengan baik antara orang tua, masyarakat, dan instansi terkait, belumadanya kader remaja di masyarakat mengakibatkan kegiatan kesehatan reproduksi remaja belum dapat dilaksanakan.Hal ini dikarenakan permasalahan remaja merupakan permasalahan yang sangat sensitive di masyarakat dan remaja dalam tumbuh kembangnya lebih mempercayai dan dekat dengan kelompok sebayanya sehingga perlu adanya kader dari kalangan remaja sendiri untuk memasuki kelompok remaja di masyarakat, belum ada indikator jangka pendek dan jangka panjang terkait program kesehatan reproduksi remaja di masyarakat. Program kesehatan reproduksi remaja menjadi bagian dari kegiatan kesehatan anak dan remaja, khusus dalam pelaksanaannya dinas kesehatan lebih memrioritaskan kegiatan remaja dalam setting sekolah dalam bentuk PKPR yang kurang membina kesehatan reproduksi remaja secara luas di masyarakat. Tujuan pencapaiannya pun hanya sebatas pada pencapaian kegiatan pelatihan PKPR. Hal ini berimplikasi pada tidak jelasnya tujuan yang ingin dicapai dan perencanaan program yang ditetapkan tidak memungkinkan untuk dilakukan evaluasi dan modifikasi program baik selama proses maupun hasil intervensi yang dilakukan. Program kesehatan reproduksi remaja sebagai suatu program kesehatan dalam suatu organisasijuga akan dipengaruhi oleh lingkungan luar yang kemungkinan akan berdampak negatif terhadapperkembangan organisasi dalam mencapai tujuannya. Faktor dari lingkungan luar organisasi tersebut,kemungkinan akan memiliki dampak negatif dan cenderung menjadi penghambat untukpengembangan pembinaan kesehatan remaja khususnya kesehatan reproduksi yaitu:
a.       Sebagian besarmasyarakat dan keluarga di Indonesia belum memiliki kesadaran yang baik tentang pentingnyakesehatan reproduksi remaja. Hal ini dikarenakan nilai dan budaya keluarga dan masyarakat yangmasih mengganggap tabu dan malu untuk membicarakan kesehatan reproduksi pada anaknya
b.      Eraglobalisasi dengan informasi komunikasi dan teknologi yang besar baik melalui media cetak maupunelektronik akan sangat diikuti dengan kemudahan para remaja dalam mengakses sumber informasiapapun yang remaja yang inginkan termasuk informasi kesehatan reproduksi. Hal ini belum tentudiimbangi dengan program selektifitas yang dibutuhkan bagi remaja sesuai dengan nilai dan budayayang ada di keluarga dan masyarakat
c.       Isu dan tren penyakit secara umum adalah IMS, HIV/AIDS,merokok dan penggunaan NAPZA banyak beredar di kehidupan remaja.

2.2  Pengorganisasian
Pengorganisasian (organizing) merupakan upaya untuk menghimpun semua sumber dayayang dimiliki daerah dan memanfaatkannya secara efisien guna mencapai tujuan (goals) yang telah ditetapkan (Swansburg, 1994). Gillies (1993) pengorganisasian (organizing) di dalam pelaksanaannya juga harus pula diperhatikan adalah menentukan siapa melakukan apa (staffing). Pengorganisasian program kesehatan remaja oleh Dinas Kesehatan dilakukan melalui pembinaan sekolah baik SMP maupun SMA. Hal tersebut tersebut dihimpun dalam wadah PKPR melelui 3 kegiatan utama yaitu pelatihan petugas, pelatihanguru, dan pelatihan peer conselor. PKPR ditujukan untuk pembinaan remaja melalui setting sekolah.Kegiatan PKPR tersebut sudah ditunjang dengan adanya berbagai media dalam bentuk buku panduan dalam pelatihan dan pembentukan PKPR.
Pengorganisasian kegiatan remaja di tingkat puskesmas dilakukan melalui pembinaan UKSoleh puskesmas dan adanya klinik konsultasi remaja di puskesmas.Kegiatan UKS dilakukan melalui pelaksanaan 3 trias UKS, yaitu pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, dan kesehatan lingkungan sekolah.Klinik konsultasi remaja di puskesmas dibentuk untuk melayani masalah seputar remaja baik masalah secara fisik, psikologis, dan sosial yang dialami oleh remaja.
Fungsi pengorganisasian pada suatu organisasi adalah untuk membentuk kerangka dalammenjalankan rencana yang telah ditetapkan, menentukan jenis pelayanan kesehatan yang paling sesuai, mengategorikan tindakan dalam mencapai tujuan masing-masing unit, bekerja dalam struktur organisasi, serta memahami dan menggunakan kekuatan dan kekuasaan dengan tepat (Marquis &Huston, 2006).
Keterbatasan sumber daya dapat berdampak pada penyelenggaraan kegiatan manajemenpelayanan yang tidak baik (Azwar, 1996).Kegiatan manajemen pelayanan masih bisa terselenggara dengan baik meskipun dengan keterbatasan sumber daya, melalui pembagian tugas dan peran yang jelas serta garis komando yang jelas. Hal ini sesuai dengan Marquis dan Houston (2000) yang menyatakan bahwa melalui fungsi pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi (manusia maupun bukan manusia) seharusnya dapat dipadukan dan diatur seefisien mungkin untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah melalui pengoptimalan fungsi kader kesehatan dan kelompok sebaya.Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi pengorganisasianbelum berjalan dengan efektif khususnya dalam hal staffing. Hal ini ditunjukan dengan belum adanya garis komando yang jelas dan belum optimalnya fungsi peer conselor, peer educator dan kegiatan PKPR untuk kesehatan reproduksi di suatu wilayah. Kerjasama lintas sektoral pun belum berjalan dengan baik. Dinas pendidikan hanya memberikan daftar nama sekolah di lingkungan kerjanya, tatapi dalam semua proses pelaksanaan kegiatan PKPR dan pelatihan peer conselor dan peereducator dilakukan sendiri oleh dinas kesehatan. Kerja sama dengan badan pemberdayaan perempuan keluarga berencana (BPPKB) dengan dinas kesehatan pun tidak ada.
2.3  Faktor-faktor lingkungan luar yang memiliki dampak positif dan menjadi peluang untuk pengembangan pembinaan kesehatan remaja khususnya kesehatan reproduksi yaitu:
1.      Besarnyajumlah remaja di suatu wilayah
2.      Tingginya partisipasimasyarakat untuk mendukung pelaksanaan upaya kesehatan remaja dan keinginan dari sekolah untukdiadakan kegiatan kesehatan remaja
3.      Adanya dukungan dari penanggungjawab kesehatan remaja diPuskesmas terhadap kegiatan kesehatan remaja khususnya pelaksanaan PKPR
4.      Adanyakeinginan dari penanggung jawab kesehatan remaja di suatu Puskesmas untuk dilakukan program PKPRdi sekolah maupun di masyarakat.

2.4  Pelaksanaan
Penggerakan pelaksanaan (actuating) manajemen perencanaan suatu organisasi, makaadministrator atau top manager melakukan koordinasi dalam pelaksanaan perencanaan (Swansburg, 1994). Seluruh komponen dan stakeholder pelayanan dipersatukan dalam suatu tempat untuk memperoleh suatu kompromi atau komitmen tentang program pelayanan (Marquis & Huston, 2006). Seluruh komponen  perananleadership dari administrator atau manajer sangat menentukan dalam fungsi penggerakan (actuating) ini.  (Gillies, 1993).
Fungsi manajemen penggerakan pelaksanaan (actuating) ini adalah termasuk di dalamnyafungsi koordinasi (coordinating), pengarahan (directing), kepemimpinan (leading).Agar semua komponen dapat melaksanakan tugas sesuai dengan perannya masing-masing, maka tugas administrator adalah melakukan koordinasi dan mengarahkan seluruh komponen manajemen agar terbentuk sinergi, dan menghindari overlapping pelaksanaan tugasnya (Swansburg, 1994).
2.5  Pengendalian
Pengawasan dan pengendalian (controlling), merupakan proses untuk mengamati secara terusmenerus (bekesinambungan) pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi (perbaikan) terhadap penyimpangan yang terjadi. Untuk menjalankan fungsi ini diperlukan adanya standar kinerja yang jelas (Marquis & Huston, 1994).
Dari uraian data tentang pelaksanaan 4 fungsi manajemen pelayanan kesehatan reproduksiremaja di suatu wilayah kerja Puskesmas, maka dapat di jelaskan untuk mempermudah merumuskan masalah yang ditemukan.masalahmanajemen pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja adalah sebagai berikut:
a.       Tidak ada indicator, jangka pendek dan jangka panjang program PKPR, hanya sebatas evaluasi program UKS.
b.      Pengoptimalan fungsi peerconselor yang terbentuk belum maksimal, alur komunikasi tidak berjalan efektif.
c.       Rapat koordinasi antara dinas kesehatan, puskesmas, dan sekolah belum dilakukan terkait dengan pelaksanaan program PKPR yang dilakukan di sekolah.
d.      Belum optimalnya manajemen pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja.
e.       Belum adanya perencanaan yang optimal, belum efektifnya pengorganisasian, belum optimalnya pengarahan, tidak efektifnya pengontrolan.
f.       Pengelola program remaja memiliki beban kerja tambahan program lainnya SDM peer konselor dalam PKPR masih kurang Peer conselor dan peer educator yang terbentuk tidak dapat melanjutkan kegiatan program PKPR secara mandiri.
g.       Motivasi sekolah untuk melaksanakan PKPR masih rendah.
h.      Evaluasi program PKPR belum ada, hanya evaluasi pelatihan/UKS., kegiatan penilaian penampilan peer educator dan peerconselor belum ada, belum ada format untuk deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan kespro remaja.
i.        Keterlibatan orang tua/masyarakat tidak ada dalam koordinasi dan evaluasi.
j.        Monev yang dilakukan hanya terkait program yang dianggarkan.
k.      Kegiatan pembinaan kesehatan remaja belum menjadi fokus utama arah kebijakan bidang kesehatan.
l.        Tidak ada pedoman bagi peereducator dan peer counselor dalam melakukan PKPR secara mandiri.
m.    Belum ada perencanaan screening risiko remaja masalah kespro.
n.      Kurangnya kerjasama dengan lintas sector dan lintas program pada pelaksanaan PKPR, Supervisi kadang dilakukan namun hanya sekali setahun.
o.       Pengarahan, dan bimbingan belum dilakukan ke tingkat sekolah.

2.6  Rumusan Masalah Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas
Analisis tentang manajemen pelayanan kesehatan remaja khususnya kesehatanreproduksi remaja berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan beberapa masalah manajemenpelayanan keperawatan komunitas pada aggregate remaja dengan kesehatan reproduksi. Masalah manajemen yang teridentifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Belum optimalnya PKPR yang terbentuk berhubungan dengan motivasi sekolah untuk melaksanakanPKPR masih rendah.
2.      Belum adanya pengarahan dan bimbingan dalam supervisi ke tingkat sekolah dalam PKPRberhubungan dengan pengelola program remaja memiliki beban kerja tambahan program lainnya danbelum adanya anggaran untuk kegiatan tersebut.
3.      Belum ada perencanaan screening risiko remaja masalah kesehatan reproduksi berhubungan denganbelum ada format untuk deteksi dini tumbang kesehatan reproduksi remaja.
4.      Peer conselor dan peer educator yang terbentuk tidak dapat melanjutkan kegiatan program PKPRsecara mandiri berhubungan dengan SDM peer conselor dalam PKPR kurang, dan tidak adapedoman bagi peer educator dan peer conselor dalam melakukan PKPR mandiri.
5.      Belum terkoordinasinya kegiatan PKPR di sekolah dan masyarakat berhubungan dengan alurkomunikasi tidak berjalan efektif, keterlibatan orang tua atau masyarakat tidak ada, dan rapatkoordinasi antara dinas kesehatan, puskesmas, kelurahan dan sekolah belum dilakukan terkait denganpelaksanaan program PKPR yang dilakukan di sekolah.
Keterbatasan sumber daya dapat berdampak pada penyelenggaraan kegiatan manajemenpelayanan yang tidak baik (Azwar, 1996).Kegiatan manajemen pelayanan masih bisa terselenggara dengan baik meskipun dengan keterbatasan sumber daya, melalui pembagian tugas dan peran yang jelasserta garis komando yang jelas.

KESIMPULAN DAN SARAN
3.1  Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat yaitu permasalahan manajemen pelayanan kesehatan keperawatankomunitas pada program pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) terjadi pada keempat fungsi manajemen. Permasalahan manajemen pada fungsi pengorganisasian program PKPR adalah belum adanya peer conselor di suatu wilayah untuk melakukan kegiatan program PKPR secara mandiri berhubungan dengan SDM peer conselor dalam PKPR masih kurang, dan tidak ada pedoman bagi peer conselor dalam melakukan PKPR secara mandiri.
3.2  Saran
Saran yang dapat direkomendasikan yaitu perlu disusun suatu program inovasi bagi pelayanankesehatan reproduksi remaja yang dapat diakses dan dijangkau oleh remaja di komunitas. Program yang disusun seperti peer group remaja yang peduli terhadap kesehatan reproduksi diharapkan akan mampu meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku dan ketrampilan dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan reroduksi remaja sesuai dengan tumbuh kembang remaja di keluarga dan komunitas.





DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A. 1996. Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Yayasan Penerbitan IDI.
Depkes RI & WHO. 2000. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), Buku Saku Untuk Remaja Usia 14-19 Tahun. Surabaya: Kanwil. Depkes. Propinsi Jawa Timur.
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=107317&lokasi=lokal


Tidak ada komentar: