BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Status Gizi
Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan sebagai
akibatkeseimbangan antara konsumsi, penyerapan zat gizi dan penggunaannyadi
dalam tubuh (Supariasa, 2002). Definisi lain menyebutkan bahwa statusgizi
adalah keadaan kesehatan yang merupakan akibat dari masukan zatgizi dan
penggunaannya di dalam tubuh yang diperoleh dari makanan sehari-hari (Soedarmo,
1987).
2.2. Penilaian Status Gizi
Ada
beberapa cara mengukur status gizi anak yaitu denganpengukuran klinis, biokimia,
biofisik, dan antropometrik (Supariasa, 2002).Pengukuran status gizi anak yang
paling banyak digunakan adalahpengukuran antropometrik (Soekirman, 2000).
- Pengukuran Klinis
Pengukuran klinis
adalah metode yang sangat penting untukmenilai status gizi masyarakat. Metode
ini didasarkan padaperubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan
denganketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitelseperti kulit, mata, rambut, mukosa oral atau pada organ-organyang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid(Supariasa, 2002).
- Pengukuran Biokimia
Penilaian status gizi
dengan biokimia adalah pemeriksaanspesimen yang diuji secara laboratoris yang
dilakukan padaberbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakanantara lain : darah, urine, tinja, hati, dan otot (Supariasa, 2002).
- Pengukuran Biofisik
Penilaian status gizi
secara biofisik adalah metode penentuanstatus gizi dengan melihat kemampuan
fungsi (khususnya jaringan)dan melihat perubahan struktur dan jaringan.
- Pengukuran Antropometrik
Dalam pengukuran
antropometrik dapat dilakukan beberapamacam pengukuran yaitu pengukuran berat
badan, tinggi badan,lingkar lengan atas, dan sebagainya. Dari beberapa
pengukurantersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuaidengan
usia yang paling sering dilakukan dalam survei gizi(Soekirman, 2000).
Di dalam ilmu gizi,
status gizi tidak hanya diketahui denganmengukur BB atau TB sesuai dengan umur
secara sendiri-sendiri,tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat
merupakankombinasi dari ketiganya. Masing-masing indikator mempunyaimakna
sendiri-sendiri. Misalnya kombinasi BB dan umurmembentuk indikator BB menurut umur
yang disimbolkan dengan“BB/U”. Kombinasi TB dan umur membentuk indikator TB
menurutumur yang disimbolkan dengan “TB/U”. Kombinasi BB dan TBmembentuk
indikator BB menurut TB yang disimbolkan dengan“BB/TB” (Soekirman, 2000).
a.
Indikator BB/U
Indikator
BB/U berguna untuk mengukur status gizi saat ini.
1)
Cara Pengukuran
Pengukuran
dilakukan dengan cara :
a)
Timbang berat badan anak.
b)
Siapkan tabel rujukan WHO-NCHS untuk
indikator BB/Uyang sesuai dengan jenis kelamin anak.
c)
Perhatikan kolom paling kiri untuk variabel
perujuk yaituumur.
d)
Bandingkan hasil pengukuran dengan angka
yang adadalam tabel.
1)
Tergolong gizi lebih jika hasil ukur
lebih besar atau sama dengan angka pada kolom + 2 SD baku WHONCHS
2)
Tergolong gizi baik jika hasil ukur
lebih besar atau sama dengan angka pada kolom -2 SD dan lebih kecil dari + 2 SD
baku WHO-NCHS.
3)
Tergolong gizi kurang jika hasil ukur
lebih besar atau sama dengan angka pada kolom - 3 SD lebih kecil dari - 2 SD
baku WHO-NCHS
4)
Tergolong gizi buruk jika hasil ukur
lebih kecil dari angka pada kolom -3 SD baku WHO-NCHS
2)
Kelebihan indikator BB/U
a)
Mudah dan cepat dimengerti oleh
masyarakat umum
b)
Sensitif untuk melihat perubahan status
gizi dalamjangka pendek
c)
Dapat mendeteksi kegemukan
3)
Kelemahan indikator BB/U
a)
Interpretasi status gizi dapat keliru
apabila terdapatpembengkakan atau oedem
b)
Data umur yang akurat sulit diperoleh
terutama dinegara yang sedang berkembang
c)
Kesalahan pada saat pengukuran karena
pakaian anaktidak dilepas/dikoreksi dan anak bergerak terus
d)
Masalah sosial budaya setempat yang
mempengaruhiorangtua untuk tidak mau menimbang anaknya karenadianggap seperti
barang dagangan
b.
Indikator TB/U
Indikator
TB/U berguna untuk mengambarkan status gizi masalalu. Dalam keadaan normal
tinggi badan tumbuh bersamaandengan bertambahnya umur. Pertambahan tinggi badan
relatifkurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat.Pengaruh kurang
gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baruterlihat dalam waktu yang cukup
lama. (Soekirman, 2000).
1)
Cara Pengukuran
Pengukuran
dilakukan dengan cara :
a)
Ukur tinggi badan anak
b)
Siapkan tabel rujukan WHO-NCHS untuk
indikator TB/Uyang sesuai dengan jenis kelamin anak
c)
Perhatikan kolom paling kiri untuk
variabel perujuk yaituUmur
d)
Bandingkan hasil pengukuran dengan angka
yang adadalam tabel.
(1)
Tergolong normal jika hasil ukur lebih
besar atausama dengan angka pada kolom - 2 SD baku WHONCHS
(2)
Tergolong Stunted/pendek gizi
baik jika hasil ukurlebih kecil dari angka pada kolom -2 SD baku WHONCHS
2)
Kelebihan indikator TB/U
a)
Dapat memberikan gambaran riwayat
keadaan gizimasa lampau
b)
Dapat dijadikan indikator sosial ekonomi
penduduk
3)
Kekurangan indikator TB/U
a)
Kesulitan untuk mengukur panjang badan
pada usiabalita
b)
Tidak dapat menggambarkan keadaan gizi
saat ini
c)
Memerlukan data umur yang akurat yang
sering sulitdiperoleh negara-negara berkembang
d)
Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan
skala ukur,terutama jika dilakukan oleh tenaga non profesional.
c.
Indikator BB/TB
Merupakan
pengukuran antropometrik yang terbaik. Ukuran inidapat menggambarkan status
gizi saat ini dengan lebih sensitif.Berat badan berkorelasi linear dengan
tinggi badan artinyadalam keadaan normal perkembangan berat badan akanmengikuti
pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Dengan demikian berat badan
yang normal akan proposionaldengan tinggi badannya (Soekirman 2000).
1)
Cara Pengukuran
Pengukuran
dilakukan dengan cara:
a)
Timbang berat badan dan ukur tinggi
badan anak
b)
Siapkan tabel rujukan WHO-NCHS untuk
indikatorBB/TB yang sesuai dengan jenis kelamin anak
c)
Perhatikan kolom paling kiri untuk
variabel perujuk yaituTinggi Badan
d)
Bandingkan hasil pengukuran dengan angka
yang adadalam tabel.
(1)
Tergolong gemuk lebih jika hasil ukur
lebih besaratau sama dengan angka pada kolom + 2 SD bakuWHO-NCHS
(2)
Tergolong normal jika hasil ukur lebih
besar atausama dengan angka pada kolom -2 SD dan lebihkecil dari + 2 SD baku WHO-NCHS
(3)
Tergolong kurus/wasted jika hasil
ukur lebih besaratau sama dengan angka pada kolom -3 SD lebihkecil dari - 2 SD baku WHO-NCHS
(4)
Tergolong sangat kurus gizi buruk jika
hasil ukurlebih kecil dari angka pada kolom -3 SD baku WHONCHS
2)
Kelebihan pemakaian indikator BB/TB
a)
Independen terhadap umur dan ras
b)
Dapat menilai status “kurus” dan “gemuk”
dan keadaanmarasmus atau KEP berat yang lain.
3)
Kelemahan pemakaian indikator BB/TB
a)
Kesalahan pada saat pengukuran karena
pakaian anakyang tidak dilepas dan anak bergerak terus
b)
Kesulitan dalam melakukan pengukuran
panjang atautinggi badan pada kelompok usia balita
c)
Masalah sosial budaya setempat yang
mempengaruhiorang tua untuk tidak mau menimbang anaknya karenadianggap seperti
barang dagangan
d)
Kasalahan sering dijumpai pada pembacaan
skala ukur,terutama jika dilakukan oleh petugas non profesional
e)
Tidak dapat memberikan gambaran apakah
anaktersebut normal, pendek atau jangkung
2.3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status
Gizi
Faktor-faktor yang mempengaruhi
status gizi antara lain :
2.3.1. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan Dasar
Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan
terhadappelayanan kesehatan dasar. Anak balita sulit dijangkau olehberbgai
kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan lainnya karena tidakdapat datang sendiri
ke tempat berkumpul yang ditentukan tanpadiantar (Sediaoetama, 2000).
Beberapa aspek pelayanan kesehatan dasar yang
berkaitandengan status gizi anak antara lain: imunisasi, pertolonganpersalinan,
penimbangan anak, pendidikan kesehatan anak, sertasarana kesehatan seperti
posyandu, puskesmas, rumah sakit,praktek bidan dan dokter. Makin tinggi
jangkauan masyarakatterhadap sarana pelayanan kesehatan dasar tersebut di
atas,makin kecil risiko terjadinya penyakit gizi kurang.
2.3.2. Ketersediaan Pangan
Penyebab masalah gizi yang pokok di tempat paling
sedikitdua pertiga dunia adalah kurang cukupnya pangan untukpertumbuhan normal,
kesehatan, dan kegiatan normal. Kurangcukupnya pangan berkaitan dengan
ketersediaan pangan dalamkeluarga. Tidak tersedianya pangan dalam keluarga yang
terjaditerus menerus akan menyebabkan terjadinya penyakit kurang gizi(Winarto,
1990).
2.3.3.
Pola Pengasuhan Anak
Pola pengasuhan anak adalah kemampuan keluarga
danmasyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukunganterhadap anak
agar dapat tumbuh dan berkembang sebaik-baiknyasecara fisik, mental, dan
sosial. Bentuk kongkrit pola pengasuhananak berupa sikap dan perilaku ibu atau
pengasuh lain dalam halkedekatannya dengan anak, memberikan makan,
merawat,menjaga kebersihan, memberikan kasih sayang, dan sebagainya.Hal
tersebut sangat berkaitan dengan kesehatan ibu, status giziibu, pendidikan,
pengetahuan, dan adat kebiasaan (Soekirman, 2000).
2.3.4.
Jumlah
Anggota Keluarga
Keluarga miskin akan lebih mudah memenuhi
kebutuhanmakanannya jika yang diberi makan jumlahnya sedikit. Panganyang
tersedia pada sebuah keluarga yang besar mungkin hanyacukup untuk keluarga yang
besarnya setengah dari keluargatersebut. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu
keluarga miskinmerupakan kelompok paling rawan kurang gizi di antara
anggotakeluarganya. Anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruholeh
kekurangan pangan. Seandainya anggota keluargabertambah, maka pangan untuk
setiap anak berkurang. Usia 1 -6tahun merupakan masa yang paling rawan. Kurang
energi proteinberat akan sedikit dijumpai pada keluarga yang jumlah
anggotakeluarganya lebih kecil (Winarno, 1990).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dini Latief,
dkk (2000)menunjukkan adanya penurunan rata-rata intake energi dan
proteinselama terjadi krisis moneter. Distribusi pangan yang dikonsumsisemakin
memburuk pada rumah tangga yang mempunyai anggotayang cukup besar. Pada rumah
tangga yang beranggotakan 6orang atau lebih menunjukkan tingkat konsumsi pangan
yangmemburuk. Pada rumah tangga yang beranggotakan 3 – 5 orangrata-rata intake
energi dan protein masih mendekati nilai yangdianjurkan.
Selain itu banyak penemuan yang menyatakan
bahwabudaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi diberbagai
masyarakat dan negara. Unsur-unsur budaya manusiamenciptakan suatu kebiasaan
makan penduduk yang kadangkadangbertentangan dengan prinsip gizi. Dalam hal
pangan, adabudaya yang memprioritaskan keluarga tertentu untukmengkonsumsi
hidangan keluarga yang telah disiapkan yaitukepala keluarga. Anggota keluarga
lain menempati prioritasberikutnya dan yang paling umum mendapatkan prioritas
terakhiradalah ibu rumah tangga. Apabila hal demikian masih dianut olehsuatu
budaya, maka dapat saja terjadi distribusi pangan yang tidakbaik di antara
anggota keluarga. Apabila keadaan tersebutberlangsung dalam waktu yang lama
dapat berakibat timbulnyamasalah gizi kurang di dalam keluarga yang
bersangkutan. Apabilakeluarga itu terdiri dari individu-individu yang termasuk
dalamgolongan yang rawan gizi seperti ibu hamil, ibu menyusui, bayi
dananak-anak balita maka kondisi tersebut akan lebih mendukungtimbulnya gizi
kurang (Sayogjo, 1978 ; Tabor, S Steven, dkk, 2000 ;Oakley, CB, 1997).
2.3.5.
Tingkat Pendapatan
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki
posisipertama pada kondisi yang umum di masyarakat. Masalah utamapenduduk
miskin pada umumnya sangat tergantung padapendapatan per hari yang pada umumnya
tidak dapat mencukupikebutuhan dasar secara normal. Penduduk miskin cenderung
tidakmempunyai cadangan pangan karena daya belinya rendah. PadaTahun 1998, ada
51,0 % rumah tangga di daerah perkotaan dan47,5 % rumah tangga di daerah
pedesaan mengalami masalahkekurangan konsumsi pangan (Dini Latief, dkk 2000).
Batas kriteria miskin menurut BPS untuk daerah
pedesaanadalah Rp 72.780,00 /kapita/bulan sedangkan untuk daerahperkotaan Rp
96.959,00 /kapita/bulan (Irawan, 2000).
2.3.6.
Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan
informasitentang gizi. Masyarakat dengan pendidikan yang rendah akanlebih
mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan denganmakanan sehingga sulit
menerima informasi baru di bidang Gizi(Suharjo, 1992). Selain itu tingkat
pendidikan juga ikut menentukanmudah tidaknya seseorang menerima suatu
pengetahuan. Semakintinggi tingkat pendidikan seseorang, akan semakin mudah
diamenyerap informasi yang diterima termasuk pendidikan daninformasi gizi yang
mana dengan pendidikan gizi tersebutdiharapkan akan tercipta pola kebiasaan
yang baik dan sehat (Handayani, 2007).
2.4.
Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel
Dependent
![]() |
- Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan tingkat konsumsienergi dan protein pada anak usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun 2013.
- Ada hubungan tingkat pendapatan per kapita dengan tingkatkonsumsi energi dan protein pada anak usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun 2013.
- Ada hubungan jumlah anggota keluarga dengan tingkat konsumsienergi dan protein pada anak usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar