Sabtu, 02 Mei 2015

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAN LABUHAN BELAWAN TAHUN 2013



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Status Gizi
Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan sebagai akibatkeseimbangan antara konsumsi, penyerapan zat gizi dan penggunaannyadi dalam tubuh (Supariasa, 2002). Definisi lain menyebutkan bahwa statusgizi adalah keadaan kesehatan yang merupakan akibat dari masukan zatgizi dan penggunaannya di dalam tubuh yang diperoleh dari makanan sehari-hari (Soedarmo, 1987).
2.2. Penilaian Status Gizi
Ada beberapa cara mengukur status gizi anak yaitu denganpengukuran klinis, biokimia, biofisik, dan antropometrik (Supariasa, 2002).Pengukuran status gizi anak yang paling banyak digunakan adalahpengukuran antropometrik (Soekirman, 2000).
  1. Pengukuran Klinis
Pengukuran klinis adalah metode yang sangat penting untukmenilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan padaperubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan denganketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitelseperti kulit, mata, rambut, mukosa oral atau pada organ-organyang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid(Supariasa, 2002).



  1. Pengukuran Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaanspesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan padaberbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakanantara lain : darah, urine, tinja, hati, dan otot (Supariasa, 2002).
  1. Pengukuran Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuanstatus gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan)dan melihat perubahan struktur dan jaringan.
  1. Pengukuran Antropometrik
Dalam pengukuran antropometrik dapat dilakukan beberapamacam pengukuran yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan,lingkar lengan atas, dan sebagainya. Dari beberapa pengukurantersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuaidengan usia yang paling sering dilakukan dalam survei gizi(Soekirman, 2000).
Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui denganmengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri,tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakankombinasi dari ketiganya. Masing-masing indikator mempunyaimakna sendiri-sendiri. Misalnya kombinasi BB dan umurmembentuk indikator BB menurut umur yang disimbolkan dengan“BB/U”. Kombinasi TB dan umur membentuk indikator TB menurutumur yang disimbolkan dengan “TB/U”. Kombinasi BB dan TBmembentuk indikator BB menurut TB yang disimbolkan dengan“BB/TB” (Soekirman, 2000).
a.             Indikator BB/U
Indikator BB/U berguna untuk mengukur status gizi saat ini.
1)             Cara Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan cara :
a)             Timbang berat badan anak.
b)             Siapkan tabel rujukan WHO-NCHS untuk indikator BB/Uyang sesuai dengan jenis kelamin anak.
c)             Perhatikan kolom paling kiri untuk variabel perujuk yaituumur.
d)            Bandingkan hasil pengukuran dengan angka yang adadalam tabel.
1)        Tergolong gizi lebih jika hasil ukur lebih besar atau sama dengan angka pada kolom + 2 SD baku WHONCHS
2)        Tergolong gizi baik jika hasil ukur lebih besar atau sama dengan angka pada kolom -2 SD dan lebih kecil dari + 2 SD baku WHO-NCHS.
3)        Tergolong gizi kurang jika hasil ukur lebih besar atau sama dengan angka pada kolom - 3 SD lebih kecil dari - 2 SD baku WHO-NCHS
4)        Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari angka pada kolom -3 SD baku WHO-NCHS
2)             Kelebihan indikator BB/U
a)             Mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum
b)             Sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalamjangka pendek
c)             Dapat mendeteksi kegemukan
3)             Kelemahan indikator BB/U
a)             Interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapatpembengkakan atau oedem
b)             Data umur yang akurat sulit diperoleh terutama dinegara yang sedang berkembang
c)             Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anaktidak dilepas/dikoreksi dan anak bergerak terus
d)            Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhiorangtua untuk tidak mau menimbang anaknya karenadianggap seperti barang dagangan
b.             Indikator TB/U
Indikator TB/U berguna untuk mengambarkan status gizi masalalu. Dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaandengan bertambahnya umur. Pertambahan tinggi badan relatifkurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat.Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baruterlihat dalam waktu yang cukup lama. (Soekirman, 2000).
1)             Cara Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan cara :
a)             Ukur tinggi badan anak
b)             Siapkan tabel rujukan WHO-NCHS untuk indikator TB/Uyang sesuai dengan jenis kelamin anak
c)             Perhatikan kolom paling kiri untuk variabel perujuk yaituUmur
d)            Bandingkan hasil pengukuran dengan angka yang adadalam tabel.
(1)          Tergolong normal jika hasil ukur lebih besar atausama dengan angka pada kolom - 2 SD baku WHONCHS
(2)          Tergolong Stunted/pendek gizi baik jika hasil ukurlebih kecil dari angka pada kolom -2 SD baku WHONCHS
2)             Kelebihan indikator TB/U
a)             Dapat memberikan gambaran riwayat keadaan gizimasa lampau
b)             Dapat dijadikan indikator sosial ekonomi penduduk
3)             Kekurangan indikator TB/U
a)             Kesulitan untuk mengukur panjang badan pada usiabalita
b)             Tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini
c)             Memerlukan data umur yang akurat yang sering sulitdiperoleh negara-negara berkembang
d)            Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur,terutama jika dilakukan oleh tenaga non profesional.

c.              Indikator BB/TB
Merupakan pengukuran antropometrik yang terbaik. Ukuran inidapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif.Berat badan berkorelasi linear dengan tinggi badan artinyadalam keadaan normal perkembangan berat badan akanmengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Dengan demikian berat badan yang normal akan proposionaldengan tinggi badannya (Soekirman 2000).
1)             Cara Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan cara:
a)             Timbang berat badan dan ukur tinggi badan anak
b)             Siapkan tabel rujukan WHO-NCHS untuk indikatorBB/TB yang sesuai dengan jenis kelamin anak
c)             Perhatikan kolom paling kiri untuk variabel perujuk yaituTinggi Badan
d)            Bandingkan hasil pengukuran dengan angka yang adadalam tabel.
(1)          Tergolong gemuk lebih jika hasil ukur lebih besaratau sama dengan angka pada kolom + 2 SD bakuWHO-NCHS
(2)          Tergolong normal jika hasil ukur lebih besar atausama dengan angka pada kolom -2 SD dan lebihkecil dari + 2 SD baku WHO-NCHS
(3)          Tergolong kurus/wasted jika hasil ukur lebih besaratau sama dengan angka pada kolom -3 SD lebihkecil dari - 2 SD baku WHO-NCHS
(4)          Tergolong sangat kurus gizi buruk jika hasil ukurlebih kecil dari angka pada kolom -3 SD baku WHONCHS
2)             Kelebihan pemakaian indikator BB/TB
a)             Independen terhadap umur dan ras
b)             Dapat menilai status “kurus” dan “gemuk” dan keadaanmarasmus atau KEP berat yang lain.
3)             Kelemahan pemakaian indikator BB/TB
a)             Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anakyang tidak dilepas dan anak bergerak terus
b)             Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atautinggi badan pada kelompok usia balita
c)             Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhiorang tua untuk tidak mau menimbang anaknya karenadianggap seperti barang dagangan
d)            Kasalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur,terutama jika dilakukan oleh petugas non profesional
e)             Tidak dapat memberikan gambaran apakah anaktersebut normal, pendek atau jangkung

2.3.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
            Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi antara lain :
2.3.1.    Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan Dasar
Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan terhadappelayanan kesehatan dasar. Anak balita sulit dijangkau olehberbgai kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan lainnya karena tidakdapat datang sendiri ke tempat berkumpul yang ditentukan tanpadiantar (Sediaoetama, 2000).
Beberapa aspek pelayanan kesehatan dasar yang berkaitandengan status gizi anak antara lain: imunisasi, pertolonganpersalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan anak, sertasarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit,praktek bidan dan dokter. Makin tinggi jangkauan masyarakatterhadap sarana pelayanan kesehatan dasar tersebut di atas,makin kecil risiko terjadinya penyakit gizi kurang.
2.3.2.    Ketersediaan Pangan
Penyebab masalah gizi yang pokok di tempat paling sedikitdua pertiga dunia adalah kurang cukupnya pangan untukpertumbuhan normal, kesehatan, dan kegiatan normal. Kurangcukupnya pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan dalamkeluarga. Tidak tersedianya pangan dalam keluarga yang terjaditerus menerus akan menyebabkan terjadinya penyakit kurang gizi(Winarto, 1990).
2.3.3.      Pola Pengasuhan Anak
Pola pengasuhan anak adalah kemampuan keluarga danmasyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukunganterhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang sebaik-baiknyasecara fisik, mental, dan sosial. Bentuk kongkrit pola pengasuhananak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam halkedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat,menjaga kebersihan, memberikan kasih sayang, dan sebagainya.Hal tersebut sangat berkaitan dengan kesehatan ibu, status giziibu, pendidikan, pengetahuan, dan adat kebiasaan (Soekirman, 2000).
2.3.4.      Jumlah Anggota Keluarga
Keluarga miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhanmakanannya jika yang diberi makan jumlahnya sedikit. Panganyang tersedia pada sebuah keluarga yang besar mungkin hanyacukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluargatersebut. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskinmerupakan kelompok paling rawan kurang gizi di antara anggotakeluarganya. Anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruholeh kekurangan pangan. Seandainya anggota keluargabertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang. Usia 1 -6tahun merupakan masa yang paling rawan. Kurang energi proteinberat akan sedikit dijumpai pada keluarga yang jumlah anggotakeluarganya lebih kecil (Winarno, 1990).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dini Latief, dkk (2000)menunjukkan adanya penurunan rata-rata intake energi dan proteinselama terjadi krisis moneter. Distribusi pangan yang dikonsumsisemakin memburuk pada rumah tangga yang mempunyai anggotayang cukup besar. Pada rumah tangga yang beranggotakan 6orang atau lebih menunjukkan tingkat konsumsi pangan yangmemburuk. Pada rumah tangga yang beranggotakan 3 – 5 orangrata-rata intake energi dan protein masih mendekati nilai yangdianjurkan.
Selain itu banyak penemuan yang menyatakan bahwabudaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi diberbagai masyarakat dan negara. Unsur-unsur budaya manusiamenciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadangkadangbertentangan dengan prinsip gizi. Dalam hal pangan, adabudaya yang memprioritaskan keluarga tertentu untukmengkonsumsi hidangan keluarga yang telah disiapkan yaitukepala keluarga. Anggota keluarga lain menempati prioritasberikutnya dan yang paling umum mendapatkan prioritas terakhiradalah ibu rumah tangga. Apabila hal demikian masih dianut olehsuatu budaya, maka dapat saja terjadi distribusi pangan yang tidakbaik di antara anggota keluarga. Apabila keadaan tersebutberlangsung dalam waktu yang lama dapat berakibat timbulnyamasalah gizi kurang di dalam keluarga yang bersangkutan. Apabilakeluarga itu terdiri dari individu-individu yang termasuk dalamgolongan yang rawan gizi seperti ibu hamil, ibu menyusui, bayi dananak-anak balita maka kondisi tersebut akan lebih mendukungtimbulnya gizi kurang (Sayogjo, 1978 ; Tabor, S Steven, dkk, 2000 ;Oakley, CB, 1997).
2.3.5.      Tingkat Pendapatan
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisipertama pada kondisi yang umum di masyarakat. Masalah utamapenduduk miskin pada umumnya sangat tergantung padapendapatan per hari yang pada umumnya tidak dapat mencukupikebutuhan dasar secara normal. Penduduk miskin cenderung tidakmempunyai cadangan pangan karena daya belinya rendah. PadaTahun 1998, ada 51,0 % rumah tangga di daerah perkotaan dan47,5 % rumah tangga di daerah pedesaan mengalami masalahkekurangan konsumsi pangan (Dini Latief, dkk 2000).
Batas kriteria miskin menurut BPS untuk daerah pedesaanadalah Rp 72.780,00 /kapita/bulan sedangkan untuk daerahperkotaan Rp 96.959,00 /kapita/bulan (Irawan, 2000).
2.3.6.      Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasitentang gizi. Masyarakat dengan pendidikan yang rendah akanlebih mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan denganmakanan sehingga sulit menerima informasi baru di bidang Gizi(Suharjo, 1992). Selain itu tingkat pendidikan juga ikut menentukanmudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Semakintinggi tingkat pendidikan seseorang, akan semakin mudah diamenyerap informasi yang diterima termasuk pendidikan daninformasi gizi yang mana dengan pendidikan gizi tersebutdiharapkan akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat (Handayani, 2007).

2.4.      Kerangka Konsep
Variabel Independent                                                 Variabel Dependent


 





2.5.         Hipotesis Penelitian
  1. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan tingkat konsumsienergi dan protein pada anak usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun 2013.
  2. Ada hubungan tingkat pendapatan per kapita dengan tingkatkonsumsi energi dan protein pada anak usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun 2013.
  3. Ada hubungan jumlah anggota keluarga dengan tingkat konsumsienergi dan protein pada anak usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun 2013.

Tidak ada komentar: