Sabtu, 02 Mei 2015

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAN LABUHAN BELAWAN TAHUN 2013



BAB I
PENDAHULUAN



1.1.      Latar Belakang
Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. Status gizi berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia dini tergantung pada asupan zat gizi yang diterima. Semakin rendah asupan zat gizi yang diterima, semakin rendah pula status gizi dan kesehatan anak. Gizi kurang atau buruk pada masa bayi dan anak-anak terutama pada umur kurang dari 5 tahun dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan anak. Pertumbuhan sel otak berlangsung sangat cepat dan akan berhenti atau mencapai taraf sempurna pada usia 4-5 tahun. Perkembangan otak yang cepat hanya dapat dicapai bila anak berstatus gizi baik(Depkes RI, 2002; Soendjojo dkk, 2000).
Cara menilai status gizi dapat dilakukan dengan pengukuran antropometrik, klinik, biokimia, dan biofisik. Pengukuran antropometrik dapat dilakukan dengan beberapa macam pengukuran yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan sebagainya. Dari beberapa pengukuran tersebut, pengukuran Berat Badan (BB) sesuai umur (U) merupakan salah satu pengukuran antropometik yang sering dilakukan dalam survei gizi (Dep.KesRI, 2002 ; Soekirman 2000).
Berdasarkan indikator BB/U, status gizi dibagi menjadi 4 yaitu status gizi lebih, status gizi baik, status gizi kurang dan status gizi buruk. Status gizi lebih, status

gizi kurang dan status gizi buruk sama-sama mempunyai risiko yang tidak baik bagi kesehatan. Status gizi lebih dapat menyebabkan meningkatnya penyakit degeneratif, seperti jantung koroner, diabetus mellitus, hipertensi dan penyakit hati. Status gizi yang rendah pada balita dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi pada bayi dan anak-anak, terganggunya pertumbuhan badan, menurunnya daya kerja, gangguan perkembangan mental dan kecerdasan serta terdapatnya berbagai jenis penyakit tertentu (Almatsier, 2001 ; Soekirman, 2000).
Menurut Almatsier (2001), masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan tertentu disertai kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Menurut Arnelia dan Sri Muljati (1991), adanya penurunan status gizi disebabkan karena kurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi baik secara kuantitas maupun kualitas. Kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu tentang gizi, ketersediaan pangan di keluarga dan tingkat pendapatan keluarga.
Analisis data Susenas 1999 menunjukkan bahwa prevalensi gizilebih sebesar 4,48% dan prevalensi gizi buruknya sebesar 9,5%. Padatahun 1999 diperkirakan 1,7 juta anak balita mengalami gizi buruk. Darijumlah tersebut 170.000 anak berada dalam gizi buruk tingkat berat yangdisebut kwashiorkhor dan marasmus (Almatsier, 2001 ; Jahari dkk, 2000).
Dari sini dapat dilihat bahwa prevalensi gizi buruk lebih besar daripada prevalensi gizi lebih. Prevalensi gizi buruk mengalami peningkatansejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Krisis tersebut telahmenyebabkan meningkatnya jumlah keluarga miskin. Akibatnya, daya belimasyarakat melemah dan konsumsi pangan menurun. (Tabor, dkk, 2002 ;Latief, dkk, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Laksmi Widajanti, dkkpada tahun 1999 menunjukkan bahwa ada penurunan konsumsi energi,protein dan zat besi pada anak SD saat terjadinya krisis moneter.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebihjauh mengenai hubungan faktor sosial ekonomi, dengan status gizi anak yang telahdisapih pada usia 2-5 tahun. Menurut Arnelia dan Sri Muljati (1991), padausia ini mulai terjadi pergeseran status gizi dari gizi sedang ke gizi kurang.Hal ini diduga karena anak sudah tidak mendapatkan ASI, sedangkanmakanan yang dikonsumsi belum memenuhi kebutuhan gizi yang semakinmeningkat seiring dengan pertambahan umur.
Lokasi penelitian dipilih Puskesmas Pekan Labuhan Belawandenganpertimbangan prevalensi gizi buruk pada anak usia balita cukup tinggi.
1.2.      Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, makapermasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut : “Apakahfaktor sosial ekonomi berhubungan  dengan status gizi anak usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun 2013? “




1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan faktor sosial ekonomi dengan status gizi anak yang telah disapihyaitu usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
a.       Mengetahui hubungan pendidikan dengan status gizi pada anak usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun 2013.
b.      Mengetahui hubungan pendapatan dengan status gizi pada anak usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun 2013.
c.       Mengetahui hubungan jumlah anggota keluarga dengan status gizi pada anak usia 2-5 tahun diPuskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun 2013.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Memberikan tambahan informasi tentang faktor-faktor yangberhubungan dengan status gizi pada anak yang telah disapih yaituusia 2-5 tahun.
2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan
Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang berhubungandengan status gizi pada anak usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan Belawansehingga upaya peningkatan status gizi bisa dilakukan.


3. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman langsung dalam penelitian di dalambidang Gizi Masyarakat yang memberi latihan cara dan prosesberfikir secara ilmiah.


Tidak ada komentar: