BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar
dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.
Status gizi berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada
masa usia dini tergantung pada asupan zat gizi yang diterima. Semakin rendah
asupan zat gizi yang diterima, semakin rendah pula status gizi dan kesehatan
anak. Gizi kurang atau buruk pada masa bayi dan anak-anak terutama pada umur
kurang dari 5 tahun dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan jasmani dan
kecerdasan anak. Pertumbuhan sel otak berlangsung sangat cepat dan akan
berhenti atau mencapai taraf sempurna pada usia 4-5 tahun. Perkembangan otak
yang cepat hanya dapat dicapai bila anak berstatus gizi baik(Depkes RI, 2002;
Soendjojo dkk, 2000).
Cara menilai status gizi dapat dilakukan dengan
pengukuran antropometrik, klinik, biokimia, dan biofisik. Pengukuran
antropometrik dapat dilakukan dengan beberapa macam pengukuran yaitu pengukuran
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan sebagainya. Dari beberapa
pengukuran tersebut, pengukuran Berat Badan (BB) sesuai umur (U) merupakan
salah satu pengukuran antropometik yang sering dilakukan dalam survei gizi (Dep.KesRI,
2002 ; Soekirman 2000).
Berdasarkan indikator BB/U, status gizi dibagi
menjadi 4 yaitu status gizi lebih, status gizi baik, status gizi kurang dan
status gizi buruk. Status gizi lebih, status
gizi
kurang dan status gizi buruk sama-sama mempunyai risiko yang tidak baik bagi kesehatan.
Status gizi lebih dapat menyebabkan meningkatnya penyakit degeneratif, seperti
jantung koroner, diabetus mellitus, hipertensi dan penyakit hati. Status gizi
yang rendah pada balita dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi pada bayi
dan anak-anak, terganggunya pertumbuhan badan, menurunnya daya kerja, gangguan
perkembangan mental dan kecerdasan serta terdapatnya berbagai jenis penyakit
tertentu (Almatsier, 2001 ; Soekirman, 2000).
Menurut Almatsier (2001), masalah gizi lebih
disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan tertentu disertai kurangnya
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Menurut Arnelia dan Sri Muljati (1991),
adanya penurunan status gizi disebabkan karena kurangnya jumlah makanan yang
dikonsumsi baik secara kuantitas maupun kualitas. Kuantitas dan kualitas pangan
yang dikonsumsi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan
ibu tentang gizi, ketersediaan pangan di keluarga dan tingkat pendapatan
keluarga.
Analisis data Susenas 1999 menunjukkan bahwa
prevalensi gizilebih sebesar 4,48% dan prevalensi gizi buruknya sebesar 9,5%.
Padatahun 1999 diperkirakan 1,7 juta anak balita mengalami gizi buruk.
Darijumlah tersebut 170.000 anak berada dalam gizi buruk tingkat berat
yangdisebut kwashiorkhor dan marasmus (Almatsier, 2001 ; Jahari dkk, 2000).
Dari sini dapat dilihat bahwa prevalensi gizi buruk
lebih besar daripada prevalensi gizi lebih. Prevalensi gizi buruk mengalami
peningkatansejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Krisis tersebut
telahmenyebabkan meningkatnya jumlah keluarga miskin. Akibatnya, daya
belimasyarakat melemah dan konsumsi pangan menurun. (Tabor, dkk, 2002 ;Latief,
dkk, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Laksmi Widajanti, dkkpada tahun 1999
menunjukkan bahwa ada penurunan konsumsi energi,protein dan zat besi pada anak
SD saat terjadinya krisis moneter.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk
meneliti lebihjauh mengenai hubungan faktor sosial ekonomi, dengan status gizi
anak yang telahdisapih pada usia 2-5 tahun. Menurut Arnelia dan Sri Muljati
(1991), padausia ini mulai terjadi pergeseran status gizi dari gizi sedang ke
gizi kurang.Hal ini diduga karena anak sudah tidak mendapatkan ASI,
sedangkanmakanan yang dikonsumsi belum memenuhi kebutuhan gizi yang
semakinmeningkat seiring dengan pertambahan umur.
Lokasi penelitian dipilih Puskesmas Pekan Labuhan
Belawandenganpertimbangan prevalensi gizi buruk pada anak usia balita cukup
tinggi.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan,
makapermasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut : “Apakahfaktor sosial ekonomi berhubungan dengan status gizi anak usia 2-5 tahun di
Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun 2013? “
1.3.
Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui
hubungan faktor sosial ekonomi dengan status gizi anak yang telah disapihyaitu
usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
a.
Mengetahui hubungan pendidikan dengan
status gizi pada anak usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun
2013.
b.
Mengetahui hubungan pendapatan dengan
status gizi pada anak usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan BelawanTahun
2013.
c.
Mengetahui hubungan jumlah anggota
keluarga dengan status gizi pada anak usia 2-5 tahun diPuskesmas Pekan Labuhan
BelawanTahun 2013.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi Masyarakat
Memberikan
tambahan informasi tentang faktor-faktor yangberhubungan dengan status gizi
pada anak yang telah disapih yaituusia 2-5 tahun.
2.
Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan
Memberikan
informasi tentang faktor-faktor yang berhubungandengan status gizi pada anak
usia 2-5 tahun di Puskesmas Pekan Labuhan Belawansehingga upaya peningkatan
status gizi bisa dilakukan.
3.
Bagi Peneliti
Memberikan
pengalaman langsung dalam penelitian di dalambidang Gizi Masyarakat yang memberi
latihan cara dan prosesberfikir secara ilmiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar