Kamis, 02 Februari 2017

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN : STROKE HAEMORAGIC DI RUANG NEOROLOGI RUMAH SAKIT UMUM Dr.PIRNGADI MEDAN BAB IV



BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis akan membahas kasus tentang Asuhan Keperawatan Ny.A dengan gangguan sistem persyarafan : Stroke Haemoragic di Ruang Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan ditemukan beberapa kesenjangan antara teori dan kasus dalam Asuhan Keperawatan antara lain:
4.1  Pengkajian
Dalam tahap pengkajian ini, penulis memulai mengkaji selama 3 hari dari tanggal 25-27 april 2014. Penulis mengumpulkan data dengan cara anamnesa pada Pasien, keluarga, tim kesehatan lain dan melalui observasi langsung. Pada saat penulis mengkaji tidak menemukan kesulitan dalam mengumpulkan data karena penulis menggunakan cara dengan cara berkomunikasi kepada pasien dan keluarga pasien menanyakan tentang hal-hal yang di alami oleh pasien sehingga data yang diperlukan penulis dapat di peroleh.
Adapun data yang ditemukan pada teori tetapi tidak ditemukan pada kasus yaitu penyakit cardiovaskuler, hal ini tidak ditemukan pada pasien karena pasien tidak ada kelainan penyakit cardiovaskuler.
Adapun gejala-gejala klinis yang di temukan pada teori tidak ditemukan pada kasus adalah, menggigil, dan kejang-kejang.


4.2    Diagnosa Keperawatan
Pada tahap ini penulis membandingkan dengan diagnosa yang muncul pada teori keperawatan dengan diagnosa yang di temukan pada Ny.A. Penulis menjumpai kesenjangan antara teori dan praktek yaitu :
Diagnosa yang ditemukan penulis pada teori adalah :
1.      Gangguan Perfusi jaringan cerebral b/d perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori d/d interupsi aliran darah dan gangguan oklusif.
2.      Kerusakan mobilitas fisik b/d neuromuskular d/d  Kelemahan, paralisis, ketidakmampuan, kerusakan koordinasi, keterbatasan  rentang gerak, penurunan tekanan otot.
3.      Kurang perawatan diri (mandi, gigi, berpakaian) b/d  klien bedrest, tanda vital, penurunan tingkat kesadaran, gangguan anggota gerak.
4.      Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan b/d proses menelan tidak efektif d/d tidak selera makan, dibagaian leher klien sakit pada saat menelan
5.      Komunikasi verbal b /d kerusakan sirkulasi serebral, kehilangan tonus/ kontrol otot fasial/ oral, kelemahan umum d/d ketidakmampuan untuk bicara, ketidakmampuan memahami bahasa tertulis atau ucapan.
6.      Perubahan persepsi sensori b/d stress psikologis dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, orang.
7.      Gangguan harga diri sehubungan dengan perubahan biofisik, psikologis ditandai dengan perubahan aktual dalam struktur dan/atau fungsi.
Sedangkan diagnosa pada kasus  ada 5 diagnosa keperawatan yaitu :
1.      Perubahan perfusi jaringan serebral b/d gangguan aliran darah pada pembuluh darah otak d/d bagian eksremitas susah di gerakkan
2.      Kerusakan mobilitas fisik b/d kelemahan alat gerak d/d kekuatan otot menurun
3.      Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan b/d proses menelan tidak efektif d/d tidak selera makan, dibagaian leher klien sakit pada saat menelan
4.      Gangguan komunikasi verbal b/d kerusakan neuro muscular d/d klien terlihat bingung, bicara tidak jelas
5.      Defisit perawatan diri b/d kerusakan pusat gerak motorik d/d klien terlihat tidak bersih.
Adapun diagnosa kpererawatan pada stroke haemoragic yang terdapat dalam teori tetapi tidak terdapat di kasus :
1.    Perubahan persepsi sensori b/d stress psikologis dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, orang. Penulis tidak menemukan masalah tersebut karena pasien tidak mengalami disorientasi terhadap waktu, tempat, orang.
2.      Gangguan harga diri sehubungan dengan perubahan biofisik, psikologis ditandai dengan perubahan aktual dalam struktur dan/atau fungsi. Penulis tidak menemukan masalah tersebut karena pasien menyadari kondisi yang saat ini dialami.

Adapun diagnosa yang terdapat pada kasus tapi tidak ada pada teori tidak ada. Karena masalah yang terdapat pada kasus, semua ada pada teori.

4.3   Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan penulis merecanakan tujuan sesuai dengan masalah yang di hadapi oleh pasien dapa tahap ini asuhan keperawatan pada ny.A gangguan sistem saraf “stroke haemorhagic” di susun menurut langkah-langkah proses keperawatan dengan menetukan tujuan, kriteria hasil dan rencana tindakan. Sesuai dengan perioritas masalah yang di temukan penulis menyusun intervensi sebagai berikut:
Diagnosa I :
Perubahan perfusi jaringan serebral b/d gangguan aliran darah pada pembuluh darah otak d/d bagian eksremitas susah di gerakkan
Intervensi yang ada pada teori :
1.      Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya.
2.      Pantau tanda-tanda vital,  seperti catat : adanya hipertensi atau hipotensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
3.      Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya terhadap cahaya.
4.      Berikan oksigen sesuai indikasi
5.      Berikan terapi obat  sesuai indikasi
6.      Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi seperti masa protombin
Intervensi yang ada pada kasus:
1.      Monitor tanda-tanda vital.
2.      Bandingkan tekanan darah pada kedua lengan.
3.      Letakkan kepala lebih tinggi dalam posisi terlentang.
4.      Pertahankan keadaan tirang baring, ciptakan lingkungan yang tenang.
Intervensi yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus  adalah intervensi teori 1, 3, 4, 5, 6 penulis tidak melakukan intervensi tersebut karena intervensi tersebut sudah dilakukan sebelum penulis melakukan pengkajian dan tidak ada insrtuksi lagi oleh dokter.
      Intervensi yang ada pada kasus tetapi tida ada pada teori adalah intervensi  2,3,4. Penulis memelakukan intervensi tersebut karena instruksi dari dokter
Diagnosa II :
Kerusakan mobilitas fisik b/d kelemahan alat gerak d/d kekuatan otot menurun.
Intervensi yang ada pada teori :
1.      Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan mengobservasi setiap ekstremitas secara terpisah terhadap kekuatan dan gerakan normal, respon terhadap rangsangan.
2.      Ubah posisi klien setiap 2 jam (terlentang, miring).
3.      Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi.
4.      Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat bantu untuk pengaturan posisi dan/atau pembalut selama periode paralisis spastik.
5.      Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
6.      Bantu dengan stimulus elektrik
7.      Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi,
Intervensi yang ada pada kasus :
1.      Kaji kemampuan otot secara fungsional.
2.      Ajarkan klien melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada extremitas.
3.      Anjurkan keluarga untuk membantu berpartisipasi dalam pemenuhan kebutuhan pasien.
4.      Tinggikan tangan dan kepala.
Intervensi yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus  adalah intervensi teori , 3, 4, 5, 6, 7 penulis tidak melakukan intervensi tersebut karena intervensi tersebut sudah dilakukan sebelum penulis melakukan pengkajian dan tidak ada insrtuksi lagi oleh dokter.
Intervensi yang ada pada kasus tetapi tidak ada pada teori adalah intervensi ,4. Penulis memelakukan intervensi tersebut karena instruksi dari dokter
Diagnosa III :
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan b/d proses menelan tidak efektif d/d tidak selera makan, dibagaian leher klien sakit pada saat menelan
Intervensi yang ada pada teori :
1.      Tingkatkan upaya untuk dapat menamnbah selera makan.
2.      Berikan makanan lunak dalam porsi kecil tapi sering.
3.      Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
4.      Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
5.      Pertahankan masukan dan keluaran dengan akurat, catat jumlah kalori yang masuk.
6.      Berikan cairan melalui IV atau makan melalui selang
Intervensi yang ada pada kasus
1.      Kaji kebiasaan makan klien.
2.      Berikan makanan lunak dalam porsi kecil tapi sering.
3.      Beri motivasi klien supaya mau makan.
4.      Beri obat sesuai dengan program terapi.
Intervensi yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus  adalah intervensi teori, 3, 4, 5, 6,  penulis tidak melakukan intervensi tersebut karena intervensi tersebut sudah dilakukan sebelum penulis melakukan pengkajian dan tidak ada insrtuksi lagi oleh dokter.
Intervensi yang ada pada kasus tetapi tidak ada pada teori adalah intervensi 1,,4. Penulis memelakukan intervensi tersebut karena instruksi dari dokter.
Diagnosa IV :
Gangguan komunikasi verbal b/d kerusakan neuro muscular d/d klien terlihat bingung, bicara tidak jelas
Intervensi yang ada pada teori
1.      Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
2.      Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederahana ( saperti” buka mata”.”tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata atau kalimat yang sederhana
3.      Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut
4.      Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien
5.      Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara
Intervensi yang ada pada kasus
1.      Kaji derajat disfungsi cerebral.
2.      Perhatikan dalam komuniksi dan berikan umpan balik.
3.      Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
4.      Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan dan dengan tenang.
5.      Hargai kemampuan klien, hindarkan pembicaraan yang merendahkan klien atau hal-hal menentang klien.
Intervensi yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus  adalah intervensi teori 1, 5. Penulis tidak melakukan intervensi tersebut karena intervensi tersebut sudah dilakukan sebelum penulis melakukan pengkajian dan tidak ada insrtuksi lagi oleh dokter.
Intervensi yang ada pada kasus tetapi tidak ada pada teori adalah intervensi 1,  5. Penulis memelakukan intervensi tersebut karena instruksi dari dokter dan bisa mengungkapkan perasaannya lebih baik

Diagnosa V
Defisit perawatan diri b/d kerusakan pusat gerak motorik d/d klien terlihat tidak bersih.
Intervensi yang ada pada teori
1.      Lakukan oral hygien
2.      Bantu klien mandi
3.      Bantu klien mengganti pakaian
4.      Ganti pakaian pengalas tempat tidur
5.      Berikan obat supositoria dan pelunak feses
6.      Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
Intervensi yang ada pada kasus
1.      Kaji kemampuan klien untuk melakukan aktivitas perawatan diri.
2.      Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien untuk perawatan diri.
3.      Pertahankan suport terhadap klien memberi dan tanggapan positif pada setiap usahanya
4.      Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi dalam menjaga kebersihan pasien
Intervensi yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus  adalah intervensi teori 5, 6. Penulis tidak melakukan intervensi tersebut karena intervensi tersebut tidak diinsrtuksikan oleh dokter.
Intervensi yang ada pada kasus tetapi tidak ada pada teori adalah intervensi 1,  ,3, 4. Penulis memelakukan intervensi tersebut karena instruksi dari dokter dan agar keluarga juga berperan dalam proses terapi.
4.4   Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan perwujudan perencanaan perawatan yang telah disusun dan disesuaikan berdasarkan kebutuhan klien. Pada tahap pelaksanaan ini penulis tidak melakukan sendiri tapi bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya yang bertugas di ruangan tersebut dan juga dari pihak keluarga pasien dalam menggunakan fasilitas yang ada di ruangan itu sendiri untuk kelancaran tindakan keperawatan.
4.5    Tahap eavaluasi
      Evaluasi merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian indikator yang dipakai untuk mengamati dan mengobservasi perkembangan dan kebersihan.
Dari 5 diagnosa keperawatan yang ditemui tidak semuanya dapat di atasi. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat diatasi sebagian adalah:
1.      Perubahan perfusi jaringan serebral b/d gangguan aliran darah pada pembuluh darah otak d/d bagian eksremitas susah di gerakkan
2.      Kerusakan mobilitas fisik b/d kelemahan alat gerak d/d kekuatan otot menurun
3.      Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan b/d proses menelan tidak efektif d/d tidak selera makan, dibagaian leher klien sakit pada saat menelan
4.      Gangguan komunikasi verbal b/d kerusakan neuro muscular d/d klien terlihat bingung, bicara tidak jelas
5.      Defisit perawatan diri b/d kerusakan pusat gerak motorik d/d klien terlihat tidak bersih.
Dalam hal ini memerlukan waktu yang banyak dalam tahap pemulihan namun karena keterbatasan waktu dari penuis sehingga penulus tidak dapat merawat pasien sampai sembuh, namun penulis sudah berusaha seoptimal mungkin untuk melakukan tindakan keperawatan pada pasien.

Tidak ada komentar: