Rabu, 24 Februari 2016

PERMASALAHAN PADA MASA NIFAS




BAB I
PENDAHULUAN

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu.
Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi dan partus yang artinya melahirkan atau berarti masa sesudah melahirkan. Asuhan kebidanan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaaan seperti sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil.
Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Saleha, 2009).
Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerperalis.
Jika ditinjau dari penyabab kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahtaraan bayi yang dilahirkan karena bayi tersebut tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka morbiditas dan mortalitas bayi pun akan semakin meningkat.
Oleh karena itu, sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk mengetahui gejala-gejala dari infeksi dan penyakit yang timbul pada masa nifas.




BAB II
PERMASALAHAN PADA MASA NIFAS

2.1         Infeksi Puerperalis
Infeksi puerperalis adalah infeksi luka jalan lahir postpartum, biasanya dari endometrium, bekas insersi plasenta.
Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan infeksi nifas, maka demam dalam nifas merupakan gejala penting dari penyakit ini. Demam dalam nifas sering disebut juga morbiditas nifas dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas. Demam dalam nifas selain oleh infeksi nifas dapat juga disebabkan oleh Pyelitis, infeksi jalan pernafasan, malaria, typhus, dan lain-lain. Morbiditas nifas ditandai oleh suhu 380C atau lebih, yang terjadi selama dua hari berturut-turut. Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam postpartum dalam 10 hari pertama masa nifas.
Kejadian infeksi nifas berkurang antara lain karena adanya anti-biotica, berkurangnya operasi yang merupakan trauma berat, pembatasan lamanya persalinan, asepsis, transfusi darah dan bertambah baiknya kesehatan umum (kebersihan, gizi dan lain-lain).
Kuman-kuman penyebab infeksi puerperalis dapat berasal dari luar (exogen) atau dari jalan klahir penderita sendiri (endogen). Golongan kedua lebih sering menyebabkan infeksi. Kuman yang sering menjadi infeksi adalah streptococcus, bacil toli, staphylococcus, tapi kadang kuman lain yang memegang peranan seperti bacil Welchii, gonococcus, bacil typhus atau clostridium tetani.
Cara infeksi
Kemungkinan terbesar ialah bahwa si penolong sendiri membawa kuman ke dalam rahim penderita karena telah membawa kuman dari vagina ke atas, misalnya dengan pemeriksaan dalam.
Mungkin juga tangan penolong dan alat-alat yang masuk membawa kuman-kuman dari luar misalnya dengan infeksi tetes.
Karena itu baiknya memakai masker dalam kamar bersalin dan pegawai dengan infeksi jalan nafas bagian atas hendaknya ditolak dikamar bersalin. Kadang-kadang infeksi datang dari penolong sendiri, misalnya kalau ada luka pada tangannya yang kotor atau dari pasien lain, seperti pasien dengan infeksi puerperalis, luka operasi yang meradang, dengan Carcinoma uteri atau dari bayi dengan infeksi tali pusat. Mungkin juga infeksi disebabkan karena coitus pada bulan terakhir kehamilan.
Faktor predisposisi
Faktor terpenting yang memudahkan terjadinya infeksi nifas adalah perdarahan dan trauma persalinan. Perdarahn menurunkan daya tahan ibu, sedangkan trauma mengadakan porte d’entree dan jaringan nekrotis merupakan daerah yang subur untuk kuman-kuman.
Selanjutnya partus lama, retensio plasenta sebagian atau seluruhnya memudahkan terjadinya infeksi. Akhirnya keadaan umum ibu merupakan faktor yang ikut menentukan, seperti anemia, malnutrition sangat melemahkan daya tahan ibu.
Patologi
Setelah persalinan, tempat bekas perlekatan placenta pada dinding rahim merupakan luka yang cukup besar.
Patologi infeksi puerperalis sama dengan infeksi luka. Infeksi itu dapat:
a.    Terbatas pada lukanya (infeksi luka perineum, vagina, cervix atau endometrium)
b.    Infeksi itu menjalar dari luka ke jaringan sekitarnya.
Prognosa                                             
          Terutama tergantung pada virulensi kuman dan daya tahan penderita. Yang paling dapat dipercayai untuk membuat prognosa adalah nadi. Jika nadi tetap dibawah 100 maka prognosa baik, sebalinya jika nadi di atas 130, apalagi kalau tidak diikuti dengan penurunan suhu, maka prognosanya kurang baik.
Demam yang kontinyu lebih buruk prognosanya dari demam yang remittens. Demam mengigil berulang-ulang, insomnia dan ikterus merupakan tanda-tanda yang kurang baik.
Kadar Hb yang rendah dan jumlah leukosit yang rendah atau sangat tinggi memburukkan prognosa.
Juga kuman penyebab yang ditentukan dengan pembiakan menentukan prognosa. Diagnosa peritonitis, thrombophlebitis pelvica mengandung prognosa yang kurang baik.

2.2         Jenis Infeksi Puerperalis
1.    Infeksi luka perineum
Luka menjadi nyeri, merah dan bengkak akhirnya luka terbuka dan mengeluarkan nanah.
2.    Infeksi luka cervix
Kalau lukanya dalam, sampai ke parametrium dapat menimbulkan parametritis.
3.    Endometritis
Infeksi puerperalis paling sering menjelma sebagai endometritis. Setelah masa inkubasi, kuman-kuman menyerbu ke dalam luka endometrium, biasanya bekas perlekatan placenta.
Leukosit-leukosit segera membuat pagar pertahanan dan di samping itu keluarlah serum yang mengandung zat anti sedangkan otot-otot berkontraksi dengan kuat,  dengan maksud menutup jalan darah dan limfa. Adanya kalanya endometritis menghalangi involusi.

2.3         Jenis Infeksi Puerperalis Lain
1.    Thrombophlebitis
Penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan sebab yang terpenting kematian karena infeksi puerperalis. Dua golongan vena biasanya memegang peranan:
a.    Trombhophlebitis pelvica (vena-vena dinding rahim dan ligamentum latum)
Yang paling sering meradang ialah vena ovarica karena mengalirkan darah dari luka bekas placenta yaitu daerah fundus uteri. Penjalaran thrombophlebitis pada vena ovarica kiri ialah ke vena renalis dab dari vena ovarica kanan ke vena cafa inferior. Karena radang terjadi thrombosis yang bermaksud untuk menghalangi perjalanan kuman-kuman. Dengan proses ini infeksi dapat sembuh, tapi kalau daya tahan tubuh kurang maka thrombus menjadi nanah.
Bagian-bagian kecil thrombus terlepas dan terjadilah emboli atau sepsis dan karena embolus ini mengandung nanah disebut pyaemia. Embolus ini biasanya tersangkut pada paru-paru. Ginjal atau katup jantung. Pada paru-paru dapat menimbulkan infarkt. Kalau daerah yang mengalami infarkt besar, maka pasien meninggal mendadak, tapi kalau pasien tidak meninggal dapat timbul absces paru-paru.
b.    Thrombophlebitis femoralis (vena-vena tungkai)
Dapat terjadi sebagai berikut:
Ø Dari thrombophlebitis vena saphena magna atau peradangan vena femoralis sendiri.
Ø Penjalaran thrombophlebitis vena uterina.
Ø Akibat parametritis.
Thrombophlebitis pada vena femoralis mungkin terjadi karena aliran darah lambat di daerah lipat paha karena vena tersebut tertekan oleh ligamnetum inguinale, lagi pula kadar fibrinogen tinggi dalam masa nifas.
Pada thrombophlebitis femoralis terjadi oedem tungkai yang mulai pada jari kaki, dan naik ke kai, betis dan paha, kalu thrombophlebitis itu mulai pada vena saphena atau vena femoralis. Sebaliknya kalau terjadi sebagai lanjutan thrombophlebitis pelvica, maka oedem mulai terjadi pada paha dan turun ke betis.
Biasanya hanya satu kaki yang bengkak, tapi ada kalanya keduanya. Thrombophlebitis femoralis jarang menimbulkan emboli.
Penyakit ini juga terkenal dengan nama phlagmasi alba dolens (radang yang putih dan nyeri).
2.    Sepsis Puerperalis
Sepsis puerperalis terjadi jiak setelah persalinan ada sarang sepsis dalam badan yang secara terus menerus atau periodik melepaskan kuman-kuman ke dalam peredaran darah dan dengan demikian secara mutlak mempengaruhi gambaran penyakit (yang tadinya hanya dipengaruhi oleh proses dalam sarang).
Pada sepsis dapat dibedakan:
a.    Porte d’entree             :biasanya bekas insersi placenta
b.    Sarang sepsis primer   :thrombophlebitis pada vena uteina atau vena ovarica.
c.    Sarang sepsis sekunder (metastatis) misalnya paru-paru sebagai absces paru-paru atau pada katup jantung sebagai endocarditis ulcerosa septica, disamping itu dapat terjadi absces di ginjal, hati, limfa, otak dan lain-lain.
3.    Peritonitis
Infeksi puerperalis melalui jaln limfa dapat menjalar ke peritoneum hingga terjadi peritonitis atau ke parametrium menyebabkan parametritis.
Kalau peritonitis ini terbatas pada rongga panggul disebut pelveoperitronitis, sedangkan kalau seluruh peritoneum meradanag kita menghadapi peritonitis umum.
4.    Parametritis (cellulitis pelvica)
Parametritis dapat terjadi dengan 3 cara:
a.    Robekan cervik yang dalam
b.    Penjalaran endometritis atau luka cervix yang berinfeksi melalui jalan limfa
c.    Sebagai lanjutan thrombophlebitis pelvica
Kalau terjadi infeksi parametrium, maka timbulah pembengkakan yang mula-mula lunak tetapi kemudian menjadi keras sekali. Infiltrat ini dapat terjadi hanya pada dasar ligamentum latum tetapi dapat juga bersifat luas, misalnya dapat menempati seluruh parametrium sampai ke dinding panggul dan dinding perut depan di atas ligamentum inguinale. Kalau infiltrat menjalar ke belakang dapat menimbulkan pembengkakan di belakang cervix.
Eksudat ini lambat laun diresorpsi atau menjadi absces. Absces dapat memecah di daerah lipat paha di atas lig. Inguinale atau ke dalam cavum Douglasi.
Parametritis biasanya unilateral dan karena biasanya sebagai akibat luka cervix, lebih sering terdapat pada primipara daripada multipara.
Secara ikhtisar cara penjalaran infeksi alat kandungan adalah sebagai berikut:
1.    Penjalaran pada permukaan:
a.    Endometritis
b.    Salpingitis
c.    Pelveoperitronitis
d.   Peritonitis umum
2.    Penjalaran ke lapisan yang lebih dalam:
a.    Endometritis
b.    Myometritis
c.    Perimetritis
d.   Peritonitis
3.    Penjalaran melalui pembuluh getah bening:
a.    Lymphangitis
b.    Perilymphangitis
c.    Parametritis
d.   Perimetritis
4.    Penjalaran melalui pembuluh darah balik:
a.    Phlebitis             sepsis
b.    Periphlebitis
c.    Parametritis



Gejala-gejala:
1.    Sapraemia (retention lever)
Demam karena retensi gumpalan darah atau selaput janin. Demam ini sedikit demi sedikit turun setelah darah dan selaput keluar. Keadaan ini dicurigai kalau pasien yang demam terus merasakan HIS royan. Kalau penderita demam dan perdarahan agak banyak, maka mungkin jaringan placenta yang tertinggal.
2.    Luka perineum, vulva, vagina cervix
Perasaan nyeri dan panas timbul pada luka yang berinfeksi dan kalau terjadi pernanahan dapat disertai dengan suhu tinggi dan menggigil.
3.    Endometritis
a.    Gambaran klinis endometritis berbeda-beda tergantung pada virulensi kuman penyebabnya. Biasanya demam mulai 48 jam postpartum dan bersifat naik turun (remittens).
b.    His royan lebih nyeri dari biasa dan lebih lama dirasakan.
c.    Lochia bertambah banyak, berwarna merah atau coklat dan berbau. Lochia berbau tidak selalu menyertai endometritis sebagai gejala. Sering ada subinvolusi.
d.   Sakit kepala, kurang tidur dan kurang nafsu makan dapat mengganggu penderita.
e.    Kalau infeksi tidak meluas maka suhu turun dengan berangsur-angsur dan turun pada hari ke 7 – 10.
4.    Thrombophlebitis Pelvica
Biasanya terjadi dalam minggu ke 2 ditandai dengan:
a.    Demam menggigil: biasanya sebelumnya pasien sudah memperlihatkan suhu yang tidak tenang seperti pada endometritis.
b.    Kalau membuat kultur darah sebaiknya diambil waktu pasien menggigil atau sesaat sebelumnya.
c.    Penyulit ialah absces paru, pleuritis, pneumonia dan absces ginjal.
d.   Penyakit berlangsung antara 1 – 3 bulan dan angka kematian tinggi. Kematian biasanya karena penyulit paru-paru.
5.    Thrombophlebitis Femoralis
a.    Terjadi anatar hari ke 10 – 20 ditandai dengan kenaikan suhu dan nyeri pada tungkai biasanya kiri.
b.    Tungkai itu biasanya tertekuk dan tertular ke luar dan agak sukar digerakkan. Kaki yang sakit biasanya lebih panas dari kaki yang sehat.
c.    Palpasi menunjukkan adanya nyeri sepanjang salah satu vena kaki yang teraba sebagai utas yang keras biasanya pada paha. Timbul oedem yang jelas biasanya mulai pada ujung kaki atau pada paha dan kemudian naik ke atas.
d.   Oedem ini lambat sekali hilang, keadaan umum pasien yang baik, kadang-kadang terjadi thrombophlebitis pada kedua tungkai.
6.    Sepsis Puerperalis
Ditandai dengan suhu tinggi (400C atau lebih) biasanya remittens, menggigil, keadaan umum buruk (pols kecil dan tinggi, nafas cepat, gelisah) dan Hb menurun karena haemolisis dan leukositosis.
7.    Peritonitis
Ditandai dengan nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi, demam menggigil, pols tinggi, kecil, perut kembung, tapi kadang-kadang ada diarhhoea, muntah, pasien gelisah, mata cekung dan sebelum meninggal ada delirium dan koma.
8.    Parametritis (cellulitis pelvica)
Jika suhu postpartum tetap tinggi lebih dari satu minggu, maka parametritis patut dicurigai. Ada nyeri sebelah atau kedua belah di perut bagian bawah, sering memancar pada kaki. Setelah beberapa waktu pada toucher dapat teraba infiltrat dalam parametrium yang kadang-kadang mencapai didning panggul.
Infiltrat ini dapat diresopsi kembali tetapi lambat sekali dan menjadi keras (sama sekali tiak dapat dgerakkan), kadang-kadang infiltrat ini menjadi absces.
9.    Salpingitis
Sering disebabkan karena gonorhea, biasanya terajdi pada minggu kedua. Pasien demam menggigil dan nyeri pada perut bagian bawah biasanya kiri dan kanan. Salpingitis dapat sembuh dalam dua minggu tapi dapat mengakibatkan sterilitas.
Profilaks
Dalam kehamilan: anemia dalam kehamilan perlu segera diobati karena anemia memudahkan terjadinya infeksi. Biasanya pengobatan anemia kehamilan ialah dengan pemberian Fe. Keadaan gizi penderita juga sangat menentekan, diit harus memenuhi kebutuhan kehamilan dan nifas, harus seimbang dan mengandung cukup vitamin. Persetubuhan hendaknya ditinggalkan dalam 1 – 2 bulan terakhir kehamilan.
Selama persalinan: dalam persalinan 4 usaha penting harus dilaksanakan.
a.    Membatasi kemasukan kuman-kuman ke dalam jalan lahir.
b.    Membatasi perlukaan
c.    Membatasi perdarahan
d.   Membatasi lamanya persalinan
Untuk menghindarkan kemasukan kuman, maka teknik aseptik harus dipegang teguh.
Toucher hanya dilakukan kalau ada indikasi.
Pegawai kamar bersalin hendaknya memakai masker dan pegawai dengan infeksi jalan pernafasan bagian atas tidak diperbolehkan bekerja di kamar bersalin.
Setiap luka merupakan porte d’entree dan menambah perdarahan, maka perlukaan sedapat-dapatnya dicegah.
Pembatasan perdarahan sangat penting dan ini terutama berlaku untuk kala III. Kalau juga terjadi perdarahan yang banyak, maka darah yang hilang ini hendaknya segera diganti.
Untuk wanita Indonesia yang pada umumnya kecil badannya tiap perdarahan yang melebihi 500 cc sedapat-dapatnya diberi transfusi, darah yang diberikan hendaknya tidak kurang dari setengahnya darah yang hilang.
Untuk pasien dengan anemia, kehilangand darah yang sedikit saja sudah memerlukan transfusi.
Dalam nifas: jalan lahir setelah persalinan mudah dimasukki kuman-kuman mengingat adanya perlukaan. Tetapi jalan lahir terlindung terhadap kemasukan kuman-kuman karena vulva tertutup. Maka untuk mencegah infeksi janganlah kita membuka vulva atau memasukkan jari ke dalam vulva misalnya waktu membersihkan perineum.
Irigasi tidak dibenarkan dalam 2 minggu pertama nifas. Semua pasien dengan infeksi hendaknya diasingkan supaya infeksi ini tidak menular kepada pasien lain.
Pengobatan
Adanya antibiotika dan kemoterapika sekarang ini, sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan pengobatan infeksi puerperalis dengan obat-obat tersebut merupakan usaha yang terpenting.
Dalam memilih satu antibiotik untuk pengobatan infeksi, terutama infeksi yang berat seperti pada sepsis puerperalis, kita tentu menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman penyebab. Tapi sambil menunggu hasil test tersebut sebaiknya kita segera memberi dulu salah satu antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam keadaan yang begitu gawat.
Pada saat yang sekarang penisiln ialah penisilin G atau penisilin setengah sintesis (ampisilin) merupakan pilihan yang paling tepat.
Sebabnya karena penisilin bersifat atoxis. Karena sifat atoxisnya ini, peniilin dapat diberikan dalam dosis yang sangat tinggi tanpa memberikan pengaruh toxis. Maka sebaiknya diberikan penisilin G sebanyak 5 juta S tiap 4 jam dari 30 juta S tiap hari. Penisilin ini diberikan sebagai injeksi intravena atau secara infus pendek selama 5 – 10 menit.
Penicilin dilarutkan dalam laruta glukosa 5% atau ringerlaktat. Dapat juga diberikan ampisilin 3 – 4 gram mula-mula intravena atau intramuskular. Staphylococcus yang penisilin resisten, tahan terhadap penisilin karena mengeluarkan penisilinase. Preparat penisilin yang tahan penisilinase ialah axasilin, dicloxasilin dan methacilin.
Disamping pemberian antibiotika dalam pengobatan infeksi puerperalis, masih diperlukan bebrapa tindakan khusus untuk mempercepat penyembuhan infeksi tersebut.
1.    Luka perineum, vulva vagina
Kalau terjadi infeksi dari luka luar maka biasanya jahitan diangkat, supaya ada drainage getah-getah luka. Kompres untuk luka tersebut juga berguna.
2.    Endometritis
Pasien sedapatnya diisolasi, tapi bayi boleh terus menyusu pada ibunya.
Untuk kelancaran pengaliran lochia, pasien boleh diletakkan dalam letak Fowler dan diberi juga uterotonica.
3.    Thrombophlebitis pelvica
Tujuan terapi pada thrombophlebitis ialah mencegah emboli pada paru-paru dan mengurangi akibat-akibat thrombophlebitis (oedema kaki yang lama, perasaan nyeri di tungkai).
Pengobtan dengan antikooagulan (heparin, dicumarol) dengan maksud untuk mengurangi terjadinya thrombus dan mengurangi bahaya emboli.
4.    Thrombophlebitis femoralis
Kaki ditinggikan dan pasien harus tinggal di tempat tidur sampai seminggu sesudah demam sembuh. Setelah pasien sembuh, ia dianjurkan untuk tidak lama-lama berdiri dan pemakaian kaos elastik baik sekali.
5.    Peritonitis
Antibiotica diberikan dengan dosis tinggi, untuk menghilangkan gembung perut. Cairan diber per infus. Transfusi darah dan O2 juga baik. Pasien biasanya diberi sedativa untuk menghilangkan rasa nyeri. Minuman dan makanan per os dberikan setelah ada flatus.
6.    Parametritis
Pasien diberi antibiotica dan kalau ada fluktuasi perlu dilakukan incisi. Tempat incisi ialah diatas lipat paha atau pada cavum Douglasi.

2.4         Perdarahan dalam Nifas
          Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan yang masif yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu disamping perdarahan karena kehamilan ektopik dan abortus. Perdarahan pascapersalinan bila tidak mendapat penanganan yang semestinya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta proses penyembuhan kembali.
          Definisi perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang abnormal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan.
Sebab-sebab:
1.    Sisa Placenta dan Placenta Polyp
Sisa placenta dalam nifas menyebabkan:
a.    Perdarahan
b.    Infeksi
Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa placenta
Terapi:
a.    Dengan perlindungan antibiotik sisa plasenta dikeluarkan secara kuret.
b.    Kalau ada demam ditunggu dulu sampai suhu turun dengan pemberian antibiotik dan 3-4 hari kemudian rahim dibersihkan, tapi kalau perdarahan banyak maka rahim segera dibersihkan walaupun ada demam.
2.    Endometritis Puerperalis
Perdarahan biasanya tidak banyak.
3.    Perdarahan Fungsionil
a.    Perdarahan karena hyperplasia glandularis yang dapat terjadi berhubungan dengan cyclus anovulatoir dalam nifas
b.    Perubahan dinding pembuluh darah
Pada perdarahan ini tidak diketemukan sisa plasenta, endometritis atau pun luka.
4.    Perdarahan luka
Kadang-kadang robekan servik atau robekan rahim tidak didiagnosa sewaktu persalinan karena perdarahan pada waktu itu tidak menonjol, beberapa hari postpartum dapat terjadi perdarahan yang banyak.

2.5         Kelainan Payudara Saat Nifas
1.    Pembendungan Air Susu
Merupakan pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu.
Keluhan ibu adalah payudara bengkak, keras, panas, dan nyeri. Penanganannya sebaiknya dimulai selama hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah terjadinya kelainan-kelainan. Bila terjadi juga, maka berikan terapi simptomatis untuk sakitnya (analgetika), kosongkan payudara (bukan ditekan) dengan BH, sebelum menyusukan, diurut dulu, sehingga sumbatan hilang. Kalau perlu berikan stil bestrol atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari untuk membendung sementara produksi air susu.
2.    Mastitis
Merupakan suatu peradangan pada payudara disebabkan kuman, terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu, atau melalui peredaran darah.
Berdasarkan lokasinya mastitis terbagi atas yang berada di bawah areola mammae, di tengah areola mammae, dan mastitis yang lebih dalam antara payudara dan otot-otot.
Biasanya mastitis yang tidak segera diobati akan menyebabkan abses payudara yang bisa pecah ke permukaan kulit dan menimbulkan borok yang besar. Keluhannya adalah payudara membesar, keras, nyeri, kulit memerah, dan membisul, dan akhirnya pecah dengan borok serta keluarnya cairan nanah bercampur air susu. Dapat disertai suhu naik dan menggigil.
Penanganan
a.    Bila terjadi mastitis pada payudara, hentikan penyususan bayi
b.    Karena penyebab utama adalah Staphylococcus aureus, antibiotika jenis penisilin dengan dosis tinggi dapat membantu, sambil menunggu hasil pembiakkan dan uji kepekaan air susu
c.    Lakukan kompres dan pengurutan ringan dan penyokong payudara, bila panas dan nyeri berikan obat anti panas dan analgetika.
d.   Bila terjadi abses lakukanlah insisi radial sejajar dengan jalannya duktus laktiferus. Pasang pipa (drain) atau tamponade untuk mengeringkan nanah.
3.    Galaktokel (galactocele)
Air susu membeku dan terkumpul pada suatu bagian payudara menyerupai tumor kistik. Terjadi karena sumbatan air susu. Hanya dengan pengurutan dan tekakan ketat pada payudara, galaktokel dapat hilang dengan sendirinya.
4.    Kelainan Puting Susu
a.    Puting susu bundar dan menonjol
b.    Puting susu terbenam dan cekung sehingga menyulitkan bayi untuk menyusu. Bila tidak dapat diperbaiki, air susu dipijat atau dipompa.
c.    Ada luka pada puting susu, segera diobati dengan salep dan sementara menunggu sembuh, air susu dipompa.
5.    Jumlah Air Susu
a.    Tidak ada air susu (agalaksia)
b.    Air susu sedikit keluar (oligogalaksia)
c.    Air susu keluar melimpah ruah (poligalaksia)
d.   Air susu tetap keluar terus menerus dalam waktu lama walaupun sudah menyapih (galaktorea)
Pada sindroma Chiari-Fromme dijumpai trias yang terdiri dari galaktorea, amenorea, dan atrofi rahim.
6.    Penghentian Laktasi
“Air susu ibu (ASI) adalah yang terbaik untuk anak ibu dan air susu lembu (sapi) hanya baik untuk lembu” merupakan motto yang dipakai untuk menggalakkan pemberian air susu ibu diseluruh dunia dan indonesia. Walaupun demikian kadang kala perlu penghentian laktasi karena sesuatu sebab, misalnya bayi lahir lalu meninggal, atau karena ibunya sakit, bekerja, dan sebagainya.
Cara penghentian laktasi
a.    Secara alamiah, kebanyakan dilakukan oleh para ibu yaitu dengan mengikat dada. Hal ini akan menimbulkan rasa nyeri dan bengkak serta keras.
b.    Pemberian obat-obatan:
Ø Dietil stilbestrol peroral 3x30 mg selama satu minggu atau tablet lynoral 3x1 tablet selama 1 minggu.
Ø Tablet parlodel peroral
Ø Injeksi intramuskular ablakton
Ø Suntikan estradiol valerat 10 mg intramuskular.
Pada pemberian estrogen harus hati-hati karena dianggap sebagai predisposisi untuk terjadinya tromboembolisme. Kadang-kadang setelah pemberian estrogen dihentikan, dapat terjadi perdarahan rahim. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan.

2.6         Kelainan-kelainan Lain pada Masa Nifas
1.    Embolisme
Trombosis dapat terjadi saat kehamilan, tetapi lebih sering ditemukan pada masa nifas. Walau trombosis ada hubungannya dengan kehamilan, kejadian trombosis jarang dijumpai di Indonesia. Penyebabnya ada 3 hal pokok, yaitu perubahan susunan darah, perubahan laju peredaran darah dan perlukaan lapisan intima pembuluh darah.
Pada masa hamil dan khususnya pada persalinan saat terlepasnya plasenta, kadar fibrinogen serta faktor-faktor pembekuan darah yang lain yang meningkat akan menyebabkan mudahnya terjadi pembekuan. Pada hamil tua peredaran darah kaki menjadi lambat karena tekanan dari uterus yang berisi janin serta berkurangnya aktivitas ibu. Kekurangan aktivitas ini tetap berlangsung sampai masa nifas. Pada persalinan, terutama yang diselesaikan dengan pembedahan, ada kemungkinan terjadi gangguan pada pembuluh darah, terutama di daerah pelvis.
Faktor-faktor yang merupakan predisposisi timbulnya trombosis adalah bedah kebidanan, usia lanjut, multiparitas, varises, dan infeksi nifas.
Trombosis bisa terjadi pada vena-vena kaki. Akan tetapi, mungkin pula terjadi pada vena-vena daerah panggul. Lokalisasi trombus di kaki ialah pada vena-vena yang dekat permukaan dan/atau yang terletak lebih dalam.
Trombosis pada vena-vena yang dekat permukaan biasanya disertai peradangan sehingga merupakan trombo-flebitis. Gejala-gejala setempat ialah nyeri, panas pada palpasi, dan kemerahan dengan gejala umumnya terjadi kenaikan suhu tubuh.
Trombosis dari vena-vena yang lebih dalam kira-kira 50 % tidak menimbulkan gejala. Bila ada gejala biasanya ada rasa nyeri di kaki jika berjalan. Kadang-kadanng dapat dilihat bahwa kaki yang sakit agak membengkak. Suhu badan dapat meningkat sedikit. Tekanan pada betis bisa menimbulkan rasa nyeri demikian pula dorso-fleksi ujung kaki (tanda homan).
Diagnosis trombosis vena-vena yang terletak dalam kini bisa ditegakkan dengan flebografi, dengan penggunaan radio-isotop dan dengan cara ultrasonik.
Kadang-kadang trombosis menutup total vena femoralis dengan timbulnya edema yang padat pada kaki dan rasa sakit yang sangat. Keadaan ini terkenal dengan nama flegmasia alba dolens. Sesudah keadaan ini menjadi tenang, bisa tertinggal sindroma pascaflebitis, terdiri atas edema, varises, eksema dan ulkus pada kaki.
Embolisme paru jarang terjadi dari trombosis vena kaki yang dekat permukaan, tetapi lebih sering dari trombus vena yang dalam dan dari vena-vena panggul. Embolus kecil menimbulkan gejala dispnea dan pleuritis, sedangkan embolus besar dapat menutup arteria pulmonalis yang bisa menimbulkan syok sampai kematian.
Penanganan
Tromosis ringan, khususnya dari vena-vena daerah permukaan, ditangani dengan istirahat dengan kaki agak tinggi dan pemberian obat-obat seperti asidum asetilosalisilikum. Jika ada tanda keradangan dapat diberi antibiotik. Segera setelah rasa nyeri hilang, penderita dianjurkan untuk mulai berjalan.
Pada kasus yang agak berat dan terutama jika vena-vena dalam ikut serta, perlu diberi antikoagulansia untuk mencegah bertambah luasnya trombus, dan mengurangi bahaya emboli. Terapi dapat dimulai dengan heparin melalui infus intravena sebanyak 10.000 satuan setiap 6 jam untuk kemudian diteruskan dengan koumarin (misalnya warfarin) yang dapat diberikan per oral. Perlu dikemukakan bahwa koumarin tidak boleh diberikan pada ibu hamil karena dapat melewati plasenta dan dapat menyebabkan perdarahan pada janin. Warfarin diberikan mula-mula 10 mg per hari, kemudian 3 mg per hari dan sebagai pengawasan dilakukan pemeriksaan masa protrombon berulang, untuk mencegah terjadinya perdarahan. Pengobatan dilanjutkan selama 6 minggu untuk kemudian dikurangi dan dihentikan dalam 2 minggu.
Pengobatan embolisme paru terdiri atas usaha untuk menanggulangi syok dan pemberian antikoagulansia. Pada embolus kecil yang timbul berulang dapat dipertimbangkan pengikatan vena di atas tempat trombus.

2.    Nekrosis Pars Anterior Hipofisis Pascapersalinan
Nekrosis pars anterior hipofisis pascapersalinan (sindroma sheehan) terjadi tidak lama sesudah persalinan sebagai akibat syok karena perdarahan. Hipofisis berinvolusi sesudah persalinan dan diduga bahwa pengaruh syok pada hipofisis yang sedang dalam involusi dapat menimbulkan nekrosis pada pars anterior. Akhir-akhir ini dicari hubungan antara nekrosis ini dan pembekuan intravaskular dengan terjadinya trombosis pada sinusoid hipofisis. Dengan demikian, menurrut pendapat ini nekrosis timbul pada syok yang disertai kelainan pembekuan darah, seperti pada eklampsia dan solusio plasenta.
Pada kasus yang berat tanda0tanda sindroma timbul tidak lama sesudah persalinan. Terdapat agalaktia, amenorea, dan gejala insufisiensi pada organ-organ lain yang fungsinya dipengaruhi oleh hormon-hormon pars anterior hipofisis (kelenjar tiroid, kelenjar supra-renalis).
Pengobatan terdiri dari pemberian hormon-hormon untuk mengganti hormon yang tidak lagi atau kurang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid, kelenjar supra-renalis, dan ovarium.
3.    Sub-involusi uterus
Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim dimana berat rahim dari 1000 gram saat setelah bersalin, menjadi 40-60 gr 6 minggu kemudian. Bila pengecilan ini kurang baik atau terganggu disebut sub-involusi.
Faktor-faktor penyebabnya antara lain adalah infeksi (endometritis), sisa uri, mioma uteri, bekuan-bekuan darah, dan sebagainya.
Pada palpasi uterus teraba masih besar, fundus masih tinggi, lochea banyak, dapat berbau dan terjadi perdarahan.
Pengobatan dilakukan dengan memberikan injeksi methergin setiap hari ditambah dengan ergometrin peroral. Bila ada sisa plasenta lakukan kuretase. Berikan antibiotika sebagai pelindung infeksi.
Perdarahan nifas sekunder (Late puerpural haemorhage)
Yaitu perdarahan yang terjadi setelah lebih dari 24 jam postpartum, dan biasanya terjadi pada minggu kedua nifas. Frekuensinya kira-kira 1 % dari semua persalinan. Faktor-faktor penyebab adalah antara lain seperti sub-involusi, sisa plasenta, mioma uteri, kelainan uterus, inversio uteri, dan pemberian estrogen untuk menekan laktasi.
Penanganan seperti pada sub-involusi, kecuali pada inversio uteri dan mioma uteri dilakukan penanganan khusus.
4.    Flegmasia alba Dolens
Yaitu suatu tromboflebitis yang mengenai satu atau kedua vena femoralis. Hal ini disebabkan oleh adanya trombosis atau embolus yang disebabkan karena adanya perubahan atau kerusakan pada inti pembuluh darah, perubahan darah, perubahan pada susunan darah, laju peredaran darah, atu karena pengaruh infeksi atau venaseksi.
Frekuensi
Lebih sering dijumpai dalam masa nifas dan jarang dalam kehamilan. Faktor-faktor predisposisinya adalah usia lanjut, miltiparitas, obstetri operatif, adanya varises dan infeksi nifas.
Diagnosis dan gejala klinis
Suhu badan naik, dan pada daerah yang terkena dijumpai nyeri kaki dan betis bila berjalan atau ditekan, panas dan bengkak, yang kalau ditekan menjadi cekung. Diagnosis trombosis dan embolus superfisial mudah, yang lebih dalam dibuat dengan flebografi atau dengan ultrasonografi.
Penanganan
Daerah yang terkena diistirahatkan, kaki ditinggikan dan diberikan obat-obatan, seperti tablet asam asetilsalisilat dan antibiotika. Pada yang agak berat diberikan antikoagulansia berupa infus intravena heparin 10.000 satuan setiap 6 jam kemudian dilanjutkan dengan pemberian kumarin (warfarin) peroral sebanyak 10 mg sehari sebagai inisial lalu diteruskan 3 mg sehari dengan diteksi masa protrombin.
Perlu diingat bahwa pemberian kumarin tidak boleh dalam kehamilan, karena dapat menyebabkan perdarahan pada janin.






BAB III
PENUTUP

Masa nifas merupakan sesuatu yang fisiologis terjadi terhadap ibu setelah melahirkan. Masa dimana semua organ kandungan akan kembali seperti sebelum terjadinya kehamilan.
Namun, ternyata tidak semua ibu akan mengalami masa nifas yang fisiologis. Ada juga ibu yang mengalami masa nifas yang berisiko untuk terjadinya sebuah infeksi, penyakit bahkan kematian.
Untuk menghindari terjadinya infeksi pada masa nifas, kita harus mengetahui tanda atau gejala awal yang akan menimbulkan terjadinya penyakit-penyakit seperti yang disebutkan di atas, dan kita pun harus tetap menjaga kebersihan pada saat menolong ibu melahirkan.






DAFTAR PUSTAKA

Wulandari, Diah. 2015. Asuhan Kebidanan (Nifas). Jogjakarta: Mitra Cendekia Press.
Sastrawinata, R Sulaeman. 2014. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset Bandung.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Prawihardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.


sumber http://lipsoil.blogspot.co.id/2012/09/permasalahan-pada-masa-nifas.html

Tidak ada komentar: