Senin, 08 Desember 2014

KEHAMILAN MOLAHIDATIDOSA MOLAHIDATIDOSA


MOLAHIDATIDOSA

A. Pengertian
         Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan.
         Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur
         Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) 
B. Penyebab
                  Penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah
      Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat  dikeluarkan.
    Imunoselektif dari tropoblast
    Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
    Kekurangan protein dan asam folat, infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
   Kekurangan gizi pada ibu hamil.
   Kelainan rahim.
   Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun.
C. Tanda dan Gejala
Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16, dimana kita dapat melihat adanya tanda-tanda seperti dibawah ini :
         Ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa
         Pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan
         Bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.
Adapun gejala dari mola hidatidosa adalah :
         Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
         Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
         Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
        Gejala – gejala preeklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria.
D. Patofisiologi
E.  Klasifikasi
Klasifikasi mola hidatidosa berdasarkan ada atau tidaknya janin yaitu :
      Mola Hidatidosa Komplit (Klasik)
Villi korion berubah menjadi massa vesikel dengan ukuran bervariasi dari sulit terlihat sehingga diameter beberapa centimeter. Histologinya memiliki karakteristik yaitu :
         Tidak ada pembuluh pada vili yang membengkak
         Prolifersi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran
         Tidak adanya janin atau amnion

      Mola Hidatidosa Inkomplit (Parsial)
Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.
F. Manifestasi Klinik
            Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah :
         Amenore dan tanda-tanda kehamilan
         Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
         Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
         Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.

      Pemeriksaan Penunjang
         Pemeriksaan Fisik
            Mola lengkap (Complete mole)
         Tanda klasik: pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan yang diharapkan, atau dengan kata lain, ukuran (uterus) inkonsisten dengan usia kehamilan.
Pembesaran yang tidak diharapkan ini disebabkan oleh pertumbuhan trofoblas yang berlebihan (excessive trophoblastic growth) dan darah yang tertahan (retained blood)
         Preeclampsia (Preeklamsia)
Sekitar 27% pasien mola lengkap disertai toksemia, yang
ditandai dengan:
         hipertensi (tekanan darah>140/90 mmHg)
         proteinuria (>300 mg/hari)
         edema dengan hyperreflexia, kejang (convulsion) jarang terjadi.
         Kista teka lutein (Theca lutein cysts)
Kista ini merupakan kista ovarium yang berdiameter lebih dari 6 cm dan menyertai pembesaran ovarium. Karena meningkatnya ukuran ovarium, dapat berisiko terjadi puntiran (torsion). Kista ini tidak terdeteksi dengan palpasi bimanual namun teridentifikasi dengan USG (ultrasonography). Selain itu, kista ini berkembang sebagai respon (tanggapan) atas tingginya kadar beta-HCG, dan mengecil spontan setelah mola dievakuasi (diangkat).

            Mola parsial (Partial mole)
         Pembesaran uterus dan preeclampsia dilaporkan terjadi hanya pada 3% pasien.
         Jarang disertai kista teka lutein, hiperemesis, dan hipertiroidisme.
Kembar (Twinning).
         Kembar dengan mola lengkap dan janin (fetus) dengan plasenta normal telah dilaporkan. Kasus bayi sehat pada keadaan seperti ini telah dilaporkan pula.
         Wanita dengan coexistent molar dan kehamilan (gestation) normal berisiko tinggi untuk berkembang menjadi persistent disease dan metastasis. Tindakan mengakhiri kehamilan (termination of pregnancy) merupakan pilihan yang direkomendasikan.
         Kehamilan dapat dilanjutkan selama status maternal stabil, tanpa perdarahan (hemorrhage), thyrotoxicosis, atau hipertensi berat. Pasien haruslah diberitahu tentang tingginya risiko morbiditas maternal (kematian ibu) ari komplikasi yang mungkin terjadi.
         Diagnosis genetika prental melalui sampel chorionic villus atau amniocentesis direkomendasikan untuk mengevaluasi karyotype janin (fetus).

         Pemeriksaan Laboratorium
         Quantitative beta-HCG
Kadar HCG lebih dari 100,000 mIU/mL mengindikasikan pertumbuhan trofoblas yang berlebihan (exuberant trophoblastic growth) dan dugaan adanya kehamilan mola haruslah disingkirkan. Kadar HCG pada kehamilan mola biasanya normal.
         Hitung darah lengkap dengan trombosit (complete blood cell count with platelets)
Anemia merupakan komplikasi medis yang umum terjadi, sebagai perkembangan (development) dari proses koagulopati.
         Fungsi pembekuan (clotting function)
Tes ini dilakukan untuk menyingkirkan dugaan adanya komplikasi akibat proses perkembangan koagulopati.
         Tes fungsi hati (Liver function test)
         Blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin
         Thyroxin
Meskipun wanita dengan kehamilan mola secara klinis biasanya euthyroid, namun kadar plasma thyroxin biasanya naik di atas nilai normal wanita dengan kehamilan normal. Di samping itu, gejala hyperthyroidism dapat terjadi.
         Serum inhibin A dan activin A
Serum inhibin A dan activin A menjadi 7-10 kali lipat lebih tinggi pada kehamilan mola dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia kehamilan (gestational) yang sama.

      Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan gangguan mola hidatidosa adalah :
         Perforasi uterus saat melakukan tindakan kuretase (suction curettage) terkadang terjadi karena uterus luas dan lembek (boggy). Jika terjadi perforasi, harus segera diambil tindakan dengan bantuan laparoskop.
         Perdarahan (hemorrhage) merupakan komplikasi yang sering terjadi saat pengangkatan (evacuation) mola. Oleh karena itu, oksitosin intravena harus diberikan sebelum evakuasi mola. Methergine dan atau Hemabate juga harus tersedia. Selain itu, darah yang sesuai dan cocok dengan pasien juga harus tersedia.
         Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease) berkembang pada 20% kehamilan mola. Oleh karena itu, quantitative HCG sebaiknya dimonitor terus-menerus selama satu tahun setelah evakuasi (postevacuation) mola sampai hasilnya negatif.
         Pembebasan faktor-faktor pembekuan darah oleh jaringan mola memiliki aktivitas fibrinolisis. Oleh karena itu, semua pasien harus diskrining untuk disseminated intravascular coagulopathy (DIC).
         Emboli trofoblas dipercaya menyebabkan acute respiratory insufficiency. Faktor risiko terbesar adalah ukuran uterus yang lebih besar dibandingkan usia kehamilan (gestational age) 16 minggu. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian.

      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
         Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
         Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
         Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
         Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
         Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. 


Tidak ada komentar: