BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional dan juga
tidak rasional. Pada hakikatnya manusia itu memiliki kecendrungan untuk
berpikir yang rasional atau logis, disamping itu juga ia memiliki kecendrungan
untuk berpikir tidak rasional atau tidak logis.
Konseling dan psikoterapi merupakan
suatu usaha yang profesional untuk membantu atau memberikan layanan kepada
individu-individu mengenai permasalahan yang bersifat psikologis. Dengan kata
lain konseling dan psikoterapi bertujuan memberikan bantuan kepada klien untuk
suatu perubahan tingkah (behavioral change), kesehatan mental positif (positive
mental health), pemecahan masalah (problem solution), keefektifan
pribadi (personal effectiveness), dan pembuatan keputusan (decision
making). Dengan demikian seorang konselor perlu didukung oleh pribadi dan
keterampilan yang menunjang keefektifan konseling.
Dalam konseling ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan
oleh seorang konselor untuk untuk membantu memberikan layanan kepada klien
mengenai permasalahanya. Salah satu contohnya adalah apabila klien berfikir
yang irasional atau tidak logis, maka seorang konselor bisa menggunakan
pendekatan Rational Emotive Therapy (RET). Terapi ini tujuan utamanya
adalah untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri sendiri dan
lingkungannya. Seorang konselor berusaha mengajak klien agar semakin menyadari
pikiran dan kata-katanya sendiri, serta mengadakan pendekatan yang tegas,
melatih klien untuk bisa berfikir dan berbuat yang lebih realistis dan rasional
Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai
dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan
Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga
seorang Neo Freudian. Teori ini dikembangkanya ketika ia dalam praktek terapi
mendapatkan bahwa sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara
teoritis (Ellis, 1974).
Teori Rasional Emotif ini merupakan
sintesis baru dari Behavior Therapy yang klasik (termasuk Skinnerian
Reinforcement dan Wolpein Systematic Desensitization). Oleh karena itu Ellis
menyebut terapi ini sebagai Cognitive Behavior Therapy atau Comprehensive
Therapy.
Konsep ini merupakan sebuah aliran baru dari Psikoterapi
Humanistik yang berakar pada filsafat eksistensialisme yang dipelopori oleh
Kierkegaard, Nietzsche, Buber, Heidegger, Jaspers dan Marleu Ponty, yang
kemudian dilanjutkan dalam bentuk eksistensialisme terapan dalam Psikologi dan
Psikoterapi, yang lebih dikenal sebagai Psikologi Humanistik.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang dan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam
penulisasn ini adalah bagaimana deskripsi mengenai Teori Rasional Emoty Therapy.
1.3
Tujuan
Penulisan
a.
Tujuan
Umum
Diharapkan mahasiswa
memahami tentang diagnosis epidemiologi perilaku sehingga diharapkan mahasiswa
mampu mendeskripsikan mengenai Teori Rasional Emoty Therapy.
b. Tujuan Khusus
Setelah membuat dan
memahami isi makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1.
Mengetahui definisi Teori Rasional Emoty
Therapy.
2.
Memahami konsep-konsep dasar dari Rasional Emotif Terapi
3.
Mengerti proses dan teknik dalam Rasional Emotif Terapi
4.
Menjelaskan Teori A-B-C-D.
5.
Menjelaskan Tujuan Rational Emotive Therapy
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
2.1
Pengertian
Rational Emotive Therapy (RET)
Istilah Rational Emotive Therapy sukar diganti dengan
istilah bahasa Indonesia yang mengena; paling-paling dengan dideskripsikan
dengan mengatakan: corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi
antara berpikir dan akal sehat(rational thinking), berperasaan(emoting),
dan berperilaku(acting), serta sekaligus menekankan bahwa suatu
perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang
berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Maka, orang yang mengalami
gangguan dalam alam perasaannya, harus dibantu untuk meninjau kembali caranya
berpikir dan memanfaatkan akal sehat.
Pelopor dan sekaligus promotor utama dari corak konseling Rational
Emotive Therapy ini adalah Albert Ellis pada tahun 1962. Sebagaimana
diketahui aliran ini dilatarbelakangi oleh filsafat eksistensialisme yang
berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar
akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah
makhluk yang berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu
kesatuan yang berarti; manusia bebas, berpikir, beernafsu, dan berkehendak.
Rational Emotive Therapy yang menolak pandangan aliran psikoanalisis yang
berpandangan bahwa peristiwa dan pengalaman individu menyebabkan terjadinya gangguan
emosional. Menurut Ellis bukanlah pengalaman atau peristiwa eksternal yang
menimbulkan emosional, akan tetapi tergantung kepada pengertian yang diberikan
terhadap peristiwa atau pengalaman itu. Gangguan emosi terjadi disebabkan
pikiran-pikiran seorang yang bersifat irrasional terhadap peristiwa dan
pengalaman yang dilaluinya.
Rational Emotive Therapy berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia
dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian bersifat filsafat
dan sebagian bersifat psikologis, yaitu :
a)
Manusia
adalah makhluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga bukan
makhluk yang kurang dari seorang manusia.
b)
Perilaku
manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi
sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri.
c)
Hidup
secara rasional berarti berpikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa,
sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif.
d)
Manusia
memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sekaligus
untuk hidup secara tidak rasional.
e)
Orang
kerap berpegang pada setumpuk keyakinanyang sebenarnya kurang masuk akal atau
irrasional, yang ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan kebudayaan atau
diciptakan sendiri.
f)
Pikiran-pikiran
manusia biasanya menggunakan berbagai lambang verbal dan dituangkan dalam
bentuk bahasa.
g)
Bilamana
seseorang merasa tidak bahagia dan mengalami berbagai gejolak perasaan yang
tidak menyenangkan serta membunuh semangat hidup, rasa-rasa itu bukan
berpangkal pada rentetan kejadian dan pengalaman kemalangan yang telah
berlangsung, melainkan pada tanggapannya yang tidak rasional terhadap kejadian
dan pengalaman itu.
h)
Untuk
membantu orang mencapai taraf kebahagian hidupyang lebih baik dengan hidup
secara rasional.
i)
Mengubah
diri dalam berpikir irrasional bukan perkara yang mudah, karena orang memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan keyakinan-keyakinan yang sebenarnya tidak
masuk akal, ditambah dengan perasaan cemas tentang ketidakmampuannya mengubah
tingkah lakunya dan akan kehilangan berbagai keuntungan yang diperoleh dari
perilakunya.
j)
Konselor
RET harus berusaha membantu orang menaruh perhatian wajar pada kebahagiaan
batinnya sendiri tanpa menuntut secara mutlak dukungan dari orang lain.
k)
Konselor
harus membantu konseli mengubah pikirannya yang irrasional dengan
mendiskusikannya secara terbuka dan terus terang.
l)
Diskusi
itu akan menghasilkan efek-efek yaitu pikiran-pikiran yang lebih rasional ,
perasaan yang lebih wajar, dan berperilaku yang lebih tepat dan lebih sesuai.
2.2
Konsep-Konsep
Dasar Rational Emotive Therapy
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang
memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir
dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika
berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif.
Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi,
interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan
psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang
tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam
berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.
Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak
logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan.
Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan.
Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata
yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif
serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan
logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara
verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian
dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang
membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan
Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan
konsep atau teori ABC.
- Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
- Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
- Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Selain
itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus
melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa
menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan
yang rasional.
Sebagai
contoh, “orang depresi merasa sedih dan kesepian karena dia keliru berpikir
bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang
depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas
seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami
orang depresi, melainkan menyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri
sendiri.
Walaupun
tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama
keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan
tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang
muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat
dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.
2.3
Rational
Emotive Therapy dan Teori Kepribadian
Neurosis
adalah pemikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan emosional
berakar pada masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi
sekarang. Sistem keyakinan adalah penyebab masalah-masalah emosional. Oleh
karenanya, klien ditantang untuk menguji kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu.
Metode ilmiah diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
Emosi-emosi
adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka
kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis menyatakan
bahwa "gangguan emosi pada dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau
arti-arti yang keliru, tidak logis dan tidak bisa disahihkan, yang diyakini
secara dogmatis dan tanpa kritik terhadapnya, orang yang terganggu beremosi
atau bertindak sampai ia sendiri kalah".
Rational
Emotive Therapy(RET) berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam masyarakat,
kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru, cenderung
mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara
yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita tetap mempertahankan
gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita. Beberapa gagasan
irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan dan tanpa dapat
dihindari mengakibatkan kesalahan diri.
2.4
Tujuan
Rational Emotive Therapy
Ellis
menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam Rational Emotive
Therapy(RET) yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : " meminimalkan
pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh
filsafat hidup yang lebih realistik". Tujuan psikoterapis yang lebih baik
adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah
dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami
oleh mereka.
Ringkasnya,
proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas.
Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber
ketidakbahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai
kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian
besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang
mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih
toleran dan rasional. Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:
a)
Memperbaiki
dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi rasional
dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
b)
Menghilangkan
gangguan emosional yang merusak
c)
Untuk
membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of Uncertainty,
Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan Self Acceptance
Klien.
d)
Menunjukkan
dan menyadarkan klien bahwa cara pikir yang tidak logis itulah penyebab
gangguan emosionalnya
2.5
Teori
A-B-C tentang Kepribadian
Rational
Emotive Therapy dimulai dengan ABC:
·
A
adalah activating experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu, seperti
kesulitan-ke¬sulitan keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa
kecil, dan hal-hal lain yang kita anggap sebagai penye¬bab ketidak bahagiaan.
·
B
adalah beliefs, yaitu keyakinan-keyakinan, terutama yang bersifat
irasional dan merusak diri sendiri yang merupakan sumber ketidakbahagiaan kita.
·
C
adalah consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik
dan emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah karena depresi yang
bersumber dari keyakinan--keyakinan kita yang keliru.
Pada dasarnya, kita merasakan sebagaimana yang kita
pikirkan. Maka, alangkah lebih baiknya apabila kita selalu memiliki perasaan
positif. Tindakan paling efisien untuk membantu orang-orang dalam membuat
perubahan-perubahan kepribadiannya adalah dengan mengkonfrontasikan mereka
secara langsung dengan filsafat hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka
bagaimana cara berfikir secara logis, sehingga mengajari mereka untuk mampu
mengubah atau bahkan menghapuskan keyakinan-keyakinan irasionalnya.[9]
Ellis menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang
terapis harus me¬lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar
kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi-kologis positif dari
keyakinan-keyakinan yang rasional.
Dalam pelaksanaan Rational Emotive Therapy ini, terapis
harus benar-benar mengenal dirinya sendiri dengan baik, sehingga ia bisa
memisahkan falsafah hidupnya dan tindak memaksakan keyakinannya pada klien.
Disamping itu, terapis juga harus mengetahui timing yang tepat untuk memberikan
dorongan pada klien. Terapis harus menghindari terjadinya indoktrinasi atas
diri klien. Yang perlu dilakukan terapis hanyalah menyampaikan kepada klien apa
yang salah dan bagaimana klien harus mengubahnya menjadi benar.
Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan kesepian
karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”.
Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami
depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan
kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me¬nyerang keyakinan mereka yang
negatif terhadap diri sendiri.
Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui
titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa
keyakinan tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu
kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita
yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.
Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang
“diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini.
Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan
absolut.
Ada beberapa jenis “pikiran¬-pikiran yang keliru” yang
biasanya diterapkan orang, di antaranya
a) Mengabaikan hal-hal yang positif,
b) Terpaku pada yang negatif,
c) Terlalu cepat menggeneralisasi.
2.6
Fungsi
dan Peran Terapis
Aktifitas-aktifitas therapeutic utama Rational Emotive
Therapy dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu : membantu klien untuk
membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar
gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan
klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia
menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang rasional dan takhyul yang
berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, terapis memiliki
tugas-tugas yang spesifik yaitu :
a) Mengajak klien untuk berpikir
tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak
gangguan tingkah laku.
b) Menantang klien untuk menguji
gagasan-gagasannya.
c) Menunjukkan kepada klien
ketidaklogisan pemikirannya.
d) Menggunakan suatu analisis logika
untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
e) Menunjukkan bahwa
keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan
akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
f) Menggunakan absurditas dan humor
untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
g) Menerangkan bagaimana
gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang
rasional yang memiliki landasan empiris, dan
h) Mengajari klien bagaimana menerapkan
pendekatan ilmiah pada cara bepiki sehingga klien bisa mengamati dan
meminimalkan gagasan-gagasan iasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak
logis sekaang maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara
merasa dan berperilaku yang merusak diri.
2.7
Teknik-Teknik
dan Prosedur-Prosedur Utama
Terapi
realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur –
prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang
dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya mencapai keberhasilan
dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapis
bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :
a)
Terlibat
dalam permainan peran dengan klien.
b)
Menggunakan
humor.
c)
Mengonfrontasikan
klien dan menolak dalih apapun.
d)
Membantu
klien dalam merumuskan rencana-rencana yang sesifik bagi
tindakan.
e) Bertindak sebagai model dan guru.
f) Memasang batas-batas dan menyusun
situasi terapi.
g) Menggunakan "terapi kejutan
vebal" atau sarkasme yang layak untuk
mengkonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak
realistis.
h)
Melibatkan
diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.
i)
Manusia
berfikir, berperasaan dan bertindak secara serentak. Kaitan yang begitu erat
menyebabkan jika salah satu saja menerima gangguan maka yang lain akan terlibat
sama. Jika salah satu diobati sehingga sembuh, dengan sendirinya yang dua lagi
akan turut terobati.
Atas pandangan
itu, walaupun RET lebih menitikberatkan aspek kognitif dalam perawatan, tetapi
aspek tingkah laku dan emosi turut diberi perhatian. Oleh sebab itulah dalam
RET, terdapat tiga teknik yang besar: Teknik-teknik Kognitif; Teknik-teknik
Emotif dan Teknik-teknik Behavioristik.
1.
Teknik-Teknik
Kognitif
Teknik-teknik
kognitif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa
Ketut menerangkan ada empat teknik besar dalam teknik-teknik kognitif :
a)
Teknik
Pengajaran - Dalam
RET, konselor mengambil peranan lebih aktif dari klien. Teknik ini memberikan
keleluasan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada
klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan berfikir itu secara
langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
b)
Teknik
Persuasif -
Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya kerana pandangan yang ia kemukakan
itu tidak benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan, mengemukakan pelbagai
argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu adalah tidak
benar.
c)
Teknik
Konfrontasi
- Konselor menyerang ketidaklogisan berfikir klien dan membawa klien ke arah
berfikir yang lebih logik.
d)
Teknik
Pemberian Tugas
- Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu
dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul dengan anggota
masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau membaca buku
untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.
2.
Teknik-Teknik
Emotif
Teknik-teknik
emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Antara teknik
yang sering digunakan ialah:
a)
Teknik
Sosiodrama - Memberi
peluang mengekspresikan pelbagai perasaan yang menekan klien itu melalui
suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan
dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui gerakan dramatis.
b)
Teknik
'Self Modelling'
- Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan konselor untuk menghilangkan
perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada janjinya.
c)
Teknik
'Assertive Training'
- Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola perilaku
tertentu yang diinginkannya.
3.
Teknik-Teknik
Behavioristik
Teknik ini khusus
untuk mengubah tingkah laku pelajar yang tidak diingini. Antara teknik ini
ialah:
a)
Teknik
Reinforcement
- Mendorong klien ke arah perilaku yang diingini dengan jalan memberi pujian
dan hukuman. Pujian pada perilaku yang betul dan hukuman pada perilaku negatif
yang dikekalkan.
b)
Teknik
Social Modelling
- Digunakan membentuk perilaku baru pada klien melalui peniruan, pemerhatian
terhadap Model Hidup atau Model Simbolik dari segi percakapan dan interaksi
serta pemecahan masalah.
Berdasarkan
kepada penjelasan teknik di atas, dapat dilihat bahawa teknik terapi TRE ini
bukan saja terbatas pada sisi konseling, tetapi juga berlaku di luar sesi
konseling.
2.8 Kebaikan
dan Kelemahan Rational Emotive Therapy ( RET)
·
Kebaikan
a)
Pendekatan
ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan itu perawatan
juga dapat dilakukan dengan cepat.
b)
Kaedah
pemikiran logik yang diajarkan kepada klien dapat digunakan dalam menghadapi
gejala yang lain.
c)
Klien
merasakan diri mereka mempunyai keupayaan intelektual dan kemajuan dari cara
berfikir.
·
Kelemahan
a) Ada klien yang boleh ditolong
melalui analisa logik dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu sulit
otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada
logika.
b) Ada setengah klien yang begitu
terpisah dari realita sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar
sekali dicapai.
c) Ada juga klien yang terlalu
berprasangka terhadap logik, sehingga sukar untuk mereka menerima analisa
logik.
d) Ada juga setengah klien yang memang
suka mengalami gangguan emosi dan bergantung kepadanya di dalam hidupnya, dan
tidak mahu membuat apa-apa perubahan lagi dalam hidup mereka.
2.9
Langkah-Langkah
Rational Emotive Therapy (RET)
a)
Langkah
pertama
Konselor berusaha
menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian membantu bagaimana
dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu, menunjukkan pola hubungan
antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia atau dengan gangguan emosi
yang di alami nya.
b) Langkah kedua
Menunjukkan kepada
klien bahwa jika ia mempertahankan perilakunya maka ia akan terganggu
dengan cara berpikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan masih adanya
gangguan sebagaimana yang di rasakan.
c)
Langkah
ketiga
Bertujuan
mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak logis
d) Langkah keempat
Dalam hal ini
konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam
situasi nyata.
BAB III
HASIL PEMBAHASAN
3.1
Studi
Kasus
A.
Identitas
Subjek
Nama
: Inisial ( MT )
Usia
: 45Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku / Agama : Bugis Bone / Islam
Pendidikan : SD
Hoby
: Main Catur
Pekerjaan :
Nelayan
B. Identifikasi Kasus
1. Latar Belakang
Subjek
MT adalah anak kedua dari 3
orang bersaudara dari pasangan suami istri bapak AB dan ibu MK. Di usia 5
tahun, ayahMT meninggal dunia karena sakit,jadi yang membiayai hidup dan
sekolah MT beserta adik dan kakaknya adalah ibu MT dengan menjual gorengan,
diusianya 8 tahun adiknya juga meninggal karena sakit. Setelah
tamat SD MT melanjutkan ke SMP, tetapi tidak Sampai tamat SMP karena ibu MT
sudah tidak sanggup membiayai sekolah dan ditambah lagi jarak antara
rumah dan sekolahnya sangat jauh butuh waktu sekitar 2 jam bisa sampai
disekolah dan karena dulu sekolah jenjang SMP masih jarang sekali. Setelah
berhenti sekolah, MT ikut melaut dengan pamannya, agar bisa membantu
kebutuhan-kebutuhan keluarganya.
Ketika usia
20 tahun ia dan kakaknya merantau ke tarakan dan diusia 23 tahun ia kembali ke
Bone menikah, setelah itu ia membawa istri dan ibunya ketarakan dan menetap
sampai sekarang. MT dikaruniai 5 orang anak, didalam keluarganya MT
dikenal sebagai bapak yang tegas dalam mendidik anaknya, jadi anak-anaknya
semua penurut dan mau mendengarkan nasehatnya. Dilingkungannya, MT adalah
seseorang yang periang dan suka bercanda dengan orang-orang disekitarnya, MT
juga dikenal sebagai orang yang bisa memberikan solusi dan nasehat jika ada
seseorang disekitarnya lagi bermasalah.pekerjaan MT adalah sebagai
seorang nelayan, jika istirahat dari melaut waktunya disempatkan untuk
berkumpul dengan bapak-bapak yang lain bermain catur atau tidak membersihkan
perahunya atau peralatan-peralatannya yang dipakai kelaut. Dulu MT pernah
mencoba usaha lain dengan berjualan tapi menurutnya ia tidak cocok dengan usaha
tersebut, ia merasa lebih cocok pergi kelaut walaupun pekerjaan melaut
hanya bisa menutupi keperluan sehari-hari keluarganya saja, dan memang rata-rata
mata pencarian orang-orang disekitarnya adalah nelayan.
2. Latar
Belakang Permasalahan
Bila dilihat dari fisik, tidak
terlihat bahwa MT mengalami gangguan, akan tetapi setelah melakukan pendekatan
dengan MT ternyata MT mengalami gangguan yaitu fobia social. masalah ini
diawali ketika MT ke Nunukan, kebetulan bertepatan dengan kampanye
pemilihan bupati pada tahun 2004. Ketika itu MT ikut dengan sepupunya
kampanye dilapangan, entah kenapa tiba-tiba MT merasa pusing, sesak nafas,
gemetaran, dan yang paling anehnya merasa mual melihat kerumunan orang banyak
dan jantungnya berdetak kencang, lalu dia jatuh pingsan dan dilarikan kerumah
sakit dan setelah itu ia dipulangkan ketarakan. Sejak itu sampai sekarang
MT menderita penyakit tersebut, bermacam- macam usaha yang dilakukan MT mulai
dari berobat kerumah sakit sampai ketempat orang pintar namun tidak kunjung
sembuh.
MT tidak tahu sebenarnya yang
dideritanya bukanlah sebuah penyakit melainkan sebuah gangguan jiwa yang
disebut dengan phobia social. Ia mengira selama ini menderita sakit
jantung atau lemah jantung karena ia seorang yang kuat merokok. Tetapi mungkin
juga MT punya potensi penyakit tersebut. Sebenarnya bisa dikatakan gangguan ini
merupakan gangguan keturunan dari ibunya, namun sedikit berbeda tetapi sama-sama
mengalami gangguan kecemasan, ibu MT phobia dengan nonton TV jika siaran TV
menayangkan adegan kekerasan seperti pembunuhan dan perkelahian dan juga secara
langsung dengan hanya melihat hal tersebut ibu MT bisa sampai jatuh pingsan.
Pernah ketika dulu, saat itu
MT berencana pulang ke kampung halaman untuk melangsungkan perkawinan
anak pertamanya di Bone. Ketika itu pasnaik kapal, kapal yang ditumpangi
penumpangnya sangat banyak sekali karena kebetulan selesai lebaran haji kapal
hanya satu-satunya dan kapal yang lain di dok. Ketika naik kekapal lagi-lagi
jantungnya berdebar- debar, merasa mual, pusing, sesak nafas seperti kejadian
yang pernah dialami sewaktu di Nunukan dulu. MT langsung turun dari kapal, ia
tidak sanggup melihat begitu banyak orang, padahal tiket sudah dibeli dan akad
nikah anak perempuannya tinggal 3 hari, jadi tiket hangus sia-sia, MT tidak
melihat pesta pernikahan anaknya dan akad nikah anaknya diwalikan oleh
sepupunya yang ada disana. Jadi selama ditarakan, MT jarang sekali keluar
jalan-jalan kekota atau menghadiri acara-acara ia lebih memilih dirumah. Ia
merasa pusing melihat kendaraan yang lalu –lalang di jalan raya. Jika ia keluar
sekalipun bila ada keperluan mendadak.
MT ternyata pernah mengalami
traumatic sewaktu remaja, menurut MT waktu itu ada kerusuhan yang terjadi di
kampungnya tepatnya di bone, pada saat itu MT panic melihat banyaknya orang
yang membawa senjata tajam dan saling pukul memukul akhirnya banyak orang yang
luka parah dan orang yang mati dan berlumuran darah. Sejak kejadian itu,
apabila MT melihat kerumunan orang banyak MT spontan merasa sesak nafas,
pusing, gemetaran, mual.Traumatik itu sangat sulit dihilangkan MT walaupun MT
sudah berusaha sekeras mungkin namun sia-sia saja.
C.
Pendekatan
Teori
Fobia SosialKetakutan berlebih pada
kerumunan atau tempat umum.ketakutan ini disebabkan akibat adanya pengalaman
yang traumatik bagi individu pada saat ada dalam kerumunan atau tempat umum.
misalnya dipermalukan didepan umum, ataupun suatu kejadian yang mengancam
dirinya pada saat diluar rumah.
Penyebab:
Teori Psikoanalitik: pertahanan melawan kecemasan hasil dorongan id yang direpres. Kecemasan: pindahan impuls id yang ditakuti ke objek/situasi, yang mempunyai hubungan simbolik dengan hal tersebut, Menghindari konflik yang direpres. Cara ego untuk mcnghadapi masalah yang sesungguhnya konflik pada masa kanak-kanak yang direpres. Teori Behavioral: hasil belajar kondisioning kfasik, kondisioning operan, modeling.
Teori Psikoanalitik: pertahanan melawan kecemasan hasil dorongan id yang direpres. Kecemasan: pindahan impuls id yang ditakuti ke objek/situasi, yang mempunyai hubungan simbolik dengan hal tersebut, Menghindari konflik yang direpres. Cara ego untuk mcnghadapi masalah yang sesungguhnya konflik pada masa kanak-kanak yang direpres. Teori Behavioral: hasil belajar kondisioning kfasik, kondisioning operan, modeling.
Simtom :
1) Fisik
Ø Gemetar pada
tangan dan kaki, seperti tremor ketika kecemasan meningkat yang juga disertai
gemetar pada saat berbicara.
Ø Berkeringat
terutama pada tangan
Ø Rasa cemas
secara berlebihan yang ditandai dengan adanya serangan panic
Ø Meningkat
ketegangan pada otot, ditandai mudah pegal
Ø Ingin buang
air kecil dalam waktu singkat
Ø Sering sakit
kepala
Ø Insomnia
Ø Mudah merasa
lelah
Ø Rasa sesak
di dada
Ø Pusing
2) Kognitif
Ø Rasa takut
terhadap penilaian orang lain, takut dikritik
Ø Selalu
berpikir negatif, beranggapan bahwa orang lain menilai buruk tentang dirinya
Ø Kesulitan
menemukan ide-ide baru dan cenderung tidak mampu berpikir secara jernih
terhadap permasalahan yang dihadapinya.
Ø Mengisolasi
diri
Ø Merasa
dirinya lemah, bodoh dan selalu merasa khawatir
Ø Merasa
dirinya selalu dilihat oleh orang lain
Ø Rasa takut
untuk melihat atau bertemu orang asing
Ø Merasa
dirinya tidak mampu berkompetisi dan berperilaku sebagaimana orang lainnya.
Ø Menghindari
kerumunan atau kumpulan orang ramai/keramaian tertentu saja (secara diagnostik
harus dipisahkan kecenderungan dari simtom agoraphobia)
Ø Ketakutan
untuk tampil di depan orang lain atau public
Menurut Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSMIII), sosial fobia ditandai
dengan ciri utama ketakutan yang sifatnya menetap, irasional, yang memaksakan
individu menghindari situasi-situasi yang membuat individu tersebut merasa malu
diperhatikan oleh orang lain. Pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM IV) pada gangguan ini ditekankan pada rasa ketakutan tersebut
secara berlebihan dan dengan alasan tidak masuk akal.
Penderita fobia sosial menunjukkan
pelbagai perilaku tertentu seperti rasa takut berbicara di depan umum, makan
ditempat umum, buang air kecil di toilet umum, atau berbicara sepatah kata pada
situasi sosial tertentu, takut menulis sesuatu hal yang dapat dibaca oleh
publik (Artinya, mereka lebih suka menyembunyikan tulisan-tulisannya dengan
menyembunyikan identitas penulis, biodata dan sebagainya). Pada situasi yang
menakutkan bagi dirinya, penderita fobia sosial sering menyalahkan dirinya sendiri,
seiring meningkatnya kecemasan juga terjadinya perubahan warna kulit yang
memerah, berkeringat dan gemetar.
Kemunculan fobia sosial diduga
berawal dari beberapa kondisi dari permasalahan dalam dunia kerja; dimana
individu terjebak dalam pekerjaan yang berat -menyulitkan dirinya,
ketergantungan atau penyalahgunaan pada obat-obatan, alkoholik dan
depresi.(Barlow, DiNardo, Vermilyea dan Blanchard, 1986; Bowen, Cipywnyk,
D’Arcy and Keegan, 1984).
D.
Terapi CBT
Berdasarkan ciri-ciri dan gangguan
yang dialami MT dan dikaitkan dengan beberapa teori kami menarik kesimpulan
bahwa MT mengalami gangguan fobia social. Untuk proses penyembuhan kami
menggunakan terapi CBT, karena Terapi CBT merupakan Terapi yang dilakukan
melalui pendekatan terapi perilaku rasional-emotif, terapi CBT menunjukkan
kepada individu dengan fobia sosial bahwa kebutuhan-kebutuhan irrasional untuk
penerimaan-penerimaan sosial dan perfeksionisme melahirkan kecemasan yang tidak
perlu dalam interaksi sosial. Kunci CBT adalah menghilangkan kebutuhan berlebih
dalam penerimaan sosial.Terapi kognitif berusaha mengoreksi keyakinan-keyakinan
yang disfungsional.Seperti yang dirasakan MT bahwa kerumunan orang banyak tidak
menutup kemungkinan adalah orang jahat dan akan menyerang kapan-kapan saja.
Dengan Terapi kognitif dapat membantu MT untuk mengenali cacat-cacat logis
dalam pikiran MT dan membantu MT untuk melihat situasi secara rasional. Salah
satu contoh tekhnik kognitif adalah restrukturisasi kognitif, suatu proses
dimana kami membantu MT mencari pikiran-pikiran dan mencari alternatif rasional
sehingga MT bisa belajar menghadapi situasi pembangkit kecemasan.
Terapi Kognitif Behavioral (CBT),
Terapi ini memadukan tehnik-tehnik behavioral seperti pemaparan dan
tehnik-tehnik kognitif seperti restrukturisasi kognitif. Beberapa gangguan
kecemasan yang mungkin dapat dikaji dengan penggunaan CBT antara lain : fobia
sosial, gangguan stres pasca trauma, gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan
obsesif kompulsif dan gangguan panik.
Pada fobia social seperti yang
dialami MT, terapi CBT membantu membimbing MT selama percobaan pada pemaparan
dan secara bertahap menarik dukungan langsung sehingga MT mampu menghadapi
sendiri situasi tersebut.
E.
Proses
Terapi
Sesi
I
: Luahan Rasa
Tempat
: Rumah Subjek
Kegiatan
: Identitas dan Identifikasi Kasus
Konselor :Sebelum
kita mulai pembicaraan ini Pertama-tama, kami minta kepada Bapakagar
menjelaskan sejujur-jujurnya apa masalah yang bapak alami. Semuanya
akankami rahasiakan. Kami berharap bapak bisa terbuka dan mengatakan apa adanya
kepada kami. Dengan begitu, masalah bapak bisa kita atasi lebih cepat sesuai
dengan kemampuan kami.
MT : baiklah,
kira-kira dari mana dulu bapak harus jelaskan?
Konselor : terima
kasih pak, oya mungkin bapak sebutkan dulu identitas bapak dengan lengkap
MT : nama bapak
MT, umur kurang lebih 45 tahun, bapak orang bugis dan Alhamdulillah muslim,
terus bapak dulu sekolah lulus SD dan lanjut SMP tapi sampai kelas 1 saja.
Bapak suka main catur, pekerjaan bapak memukat.
Konselor : orang tua
bapak masih ada ?
MT : bapak
sudah meninggal kalau ibu masih ada.
Konselor : baiklah
pak, kita langsung kepermasalahan yang bapak alami. Kira-kira kenapa bapak bisa
merasa ketakutan saat berada ditempat keramaian? Sejak kapan bapak ngalami
ketakutan tersebut ?
MT : bapak dulu
tidak takut ketempat yang banyak orang, tapi sekarang kalau bapak berada
ditengah-tengah orang banyak, bapak merasa kurang aman seperti ada yang
menyerang bapak. Bapak takut soalnya waktu bapak masih usia seperti kamu, bapak
pernah melihat langsung kerusuhan dikampung bapak. Disana ada banyak orang trus
semuanya bawa senjata tajam mereka berkelahi, banyak yang mati, ada yang
kepalanya pecah, ada yang tangan sama kakinya patah terus banyak darah.
Konselor : jadi pada
waktu kejadian kerusuhan, kira-kira reaksi bapak kayak apa?
MT : yah bapak
ketakutan, badannya bapak gemeran, terus bapak sesak nafas, pusing sama kayak
mau muntah lihat darah sama kepala orang yang pecah.
Konselor : bapak kan
bilang kejadiannya waktu bapak masih muda, jadi bagaimana caranya bapak bisa
merantau ketarakan sedangkan dari kampung bapak ketarakan pasti banyak orang
lalu lalang dikapal?
MT : itu dia
bapak bingung, sejak kejadian kerusuhan itu bapak sering bepergian trus itu
bapak tidak merasa ada yang aneh sama bapak. Tapi pada saat ke Nunukan sama
sepupunya bapak baru bapak merasa pusing, gemetaran, sesak nafas, keringat
dingin, mual. Bapak jadi ingat terus kerusuhan waktu bapak masih muda.
Konselor : berapa
kali bapak mengalami hal seperti itu?
MT : sejak
kampanye di Nunukan, bapak sudah mengalami banyak kali tapi yang paling parah
waktu di Nunukan sama dikapal. Saat itu bapak mau kekampung melangsungkan
pernikahan anak bapak yang pertama, waktu naik kapal penyakitnya bapak kembali
lagi, bapak mulai keringatan, gemetaran, pusing, rasa mau muntah.Bapak tidak
jadi pergi kekampung bapak tidak tahan. Kalau jalan di tengah-tengah kota bapak
juga sering pusing, gemetaran tapi bapak masih bisa tahan itupun Cuma sebentar
kalau lama bapak langsung muntah.
Konselor :semua itu
terjadi, Karena pola pikir bapak yang sering merasa was-was. Sebaiknya bapak
berpikir jernih dan bapak seimbangkan pemikiran bapak, bahwa tidak semua
kerumunan orang banyak akan terjadi kerusuhan. Dengan seperti itu bapak tidak
akan ragu apabila berada ditengah orang banyak.
MT : betul juga
yang kamu bilang, memang selama ini bapak selalu berpikir bahwa kalau banyak
orang pasti akan terjadi sesuatu yang berbahaya. Bapak terlalu mengingat kejadian
yang dulu-dulu.
Konselor :baiklah
pak, sebelum kami pulang kami akan berikan beberapa cara yang dapat membuat
bapak merasa tenang. Pertama yang harus bapak lakukan yaitu Kontrol pernafasan
bapak dengan baik dengancara duduk atau berbaring, usahakan bapak menemukan
kenyamanan selama kurang lebih 30 menit. Terus itu sugesti diri bapak sendiri
bahwa tidak semua tempat yang banyak orang akan terjadi kerusuhan. Selanjutnya
lebih mendekatkan diri kepada tuhan dengan harapan bapak dihindarkan dari
bahaya.Terus itu bapak lebih akrab lagi dengan keluarga, sering bercanda atau
apalah yang bapak lakukan agar bisa membuat suasana dirumah bapak terasa ramai.
MT : Insya
Allah bapak akan usahakan. Bapak berterima kasih sekali dengan kalian.
Konselor :Baiklah
pak, pertemuan kita hari ini sampai disini dulu, mudah-mudahan bapak akan ada
perubahan. Kami akan kembali lagi minggu depan. Pak bagaimana kalau minggu
depan kita langsung ketempat yang ramai orang, melihat apakah ada perubahan
yang bapak alami selama seminggu menerapkan cara-cara yang kami berikan kepada
bapak?
MT : boleh,
kebetulan juga bapak mau beli alat untuk perahu. Minggu depan kalian kesini
baru itu kita sama-sama ke THM.
Konselor : baiklah
pak, kami pamit pulang.
Sesi
II :
Proses Pemulihan
Tempat
:Rumah subjek
Kegiatan
: keseimbangan emosional
Seminggu telah berlalu, hari ini
kami akan ke THM dengan MT, kami akan melihat sendiri bagaimana reaksi MT saat
berada di pusat keramaian. Dan kami akan melihat apakah pertemuan pertama
seminggu yang lalu memberi manfaat kepada MT ataupun tidak ada sama sekali.
Konselor : bagaimana
pak, bapak siap berangkat?
MT : insya
Allah bapak siap
Konselor : bapak
menerapkan ngga cara-cara yang kami berikan?
MT : iya,
rasanya bapak terasa lebih tenang
Konselor : baguslah
pak, kalau bapak merasa tenang. Memang itu harapan kami
kami berangkat bersama MT dan juga
anak MT yang laki-laki, kami naik angkot sampai di THM. Didalam pasar MT
kelihatan biasa-biasa saja.Setelah keliling didalam pasar tidak terlihat reaksi
yang aneh dari MT, jadi kami mengajak MT dan anaknya berjalan keluar dari
pasar, tembus kejalan besar tepat di lampu merah simpang 3. Disana kami merasa
panik melihat MT, ternyata apa yang kami takutkan terlihat juga. MT mulai
keringatan dan gemetaran saat melihat kendaraan lalu-lalang tapi tidak disertai
rasa pusing dan mual, kami menenagkan MT menyuruh MT menarik nafas berulang
kali. Kami mengatakan ke MT bahwa dia tidak akan kenapa-napa, akhirnya MT
terlihat tenang, kami tidak lama disana, MT mengajak kami pulang, alat yang
ingin dibeli akhirnya tidak jadi dibeli.
Tidak lama kemudian kami sudah
sampai dirumah MT, MT terlihat kelelahan seperti orang yang baru selesai
mengangkat benda berat.
Konselor : gimana
pak, bapak baik-baik aja kan?
MT : iya bapak
tidak apa-apa.
Konselor : pak,
bagaimana kalau minggu depan kita jalan-jalan dengan keluarga bapak ke pantai
amal minggu depan, kebetulan minggu depan kan ada acara adat tidung?
MT : boleh,
sekalian bapak mau biasakan diri berada dikeramaian. Siapa tau bapak bisa
sembuh.
Konselor : baiklah
pak, mungkin pertemuan kita pada hari ini sampai disini dulu, Insya Allah kita
lanjutkan minggu depan. Jadi bapak sering-sering latihan ke pinggir jalan
besar, dengan begitu bapak akan terbiasa.
Sesi
III : Proses
Pemulihan
Tempat
: Pantai Amal
Kegiatan
: keseimbangan emosional
jika minggu lalu kami membawa MT ke
THM ternyata rasa takut dengan tempat keramaian, akhirnya reaksi ketakutannya
terlihat namun hal itu masih bisa ditahan. Jadi minggu ini kami ingin
melanjutkan terapi kami terhadap MT, kami akan melihat apakah terjadi perubahan
yang banyak kepada MT setelah seminggu yang lalu kami memberi terapi kepada
beliau. Kami memilih Pantai amal karena bertepatan dengan diadakan acara adat
suku tidung, di minggu ini pantai amal akan dibanjiri orang-orang yang akan
menyaksikan acara tersebut. Jadi acara ini merupakan waktu yang tepat untuk
menerapi MT.
Sesampai dipantai amal, kejadian
yang dialami MT minggu lalu kembali terjadi pada diri MT, MT mulai berkeringat
dingin, tangannya gemetaran.MT mengeluh merasa pusing dan terasa ingin muntah.Kami
berusaha menenangkan MT, dengan menyuruh MT menarik nafas panjang dan
melepaskan dengan perlahan.Karena MT sudah terlihat pucat, kami memutuskan
mengajak MT kekontrakan kami.
Setelah sampai dikontrakan, MT sudah
mulai tenang.Tidak lama kemudian MT mengajak kami untuk kembali ke Pantai,
karena jarak kontrakan ke pantai tidak terlalu jauh, kami berjalan kaki
saja.Disepanjang jalan kami selalu mengajak MT untuk ngobrol, akhirnya MT tidak
sadar kalau dia sudah berada diantara kerumunan orang banyak.Rekasi MT kembali
berkeringat dan gemetaran tapi tidak separah pertama sampai.Kami membelikan
minuman kepada MT, kami menyuruh MT minum dan menarik nafas panjang dan
melepaskan dengan perlahan. MT mengatakan kepada kami dia sudah merasa sedikit
lega namun rasa pusingnya juga masih ada, akan tetapi MT berusaha menahan.
Kami dan keluarga MT jalan-jalan
dikerumunan orang banyak, namun MT tetap kami apit dengan begitu MT bisa merasa
dirinya selamat.MT mengatakan baru kali ini dia ketempat dimana dibanjiri orang,
selama mengalami trauma di Nunukan.MT mengatakan bahwa semua ini berkat kami
telah menerapi MT, walaupun rasa pusing, gemetaran, rasa mual MT masih ada tapi
semua itu sudah tidak separah dulu, MT sudah bisa menahan sedikit demi sedikit.
MT membutuhkan proses yang lama untuk kembali normal menjalani semua ini.
Setelah berada di pantai kurang lebih 1 jam, MT mengajak pulang, sebelumnya
kami ingin membuat pertemuan sekali lagi dengan MT untuk melihat perkembangan
MT lebih jauh. MT setuju, dan menyuruh kami kerumahnya minggu depan.
Sesi
IV :
pertemuan terakhir
Tempat
: Rumah Subjek
Minggu ini merupakan pertemuan
terakhir kami dengan MT, kami akan memberikan tabel untuk di isi MT, tentang
perubahan apa yang rasakan MT selama kami menerapi MT.
Konselor : Pak
bagaimana kabar apak hari ini?
MT :
Alhamdulillah baik
Konselor : gimana
pak, ada perubahan tidak yang bapak alami selama beberapa kali bertemu dengan
kami
MT :
Alhamdulillah nak, bapak sudah bisa jalan ketempat yang banyak orang, bapak
masih rasa pusing tapi bapak sudah bisa tahan tidak seperti dulu.
Konselor : baguslah
kalau bapak merasa ada perubahan, kami mau memberikan bapak kertas, nanti
kertas itu di isi sesuai apa yang bapak rasakan, kalau memang bapak merasa
tidak ada perubahan yang bapak rasakan bapak isi saja kalau bapak tidak
mengalami perubahan sama sekali selama kami terapi
MT : iya
Sesi I
Tempat : rumah subjek
|
LUAHAN RASA
|
KET.
|
Tidak ada perubahan
|
||
Sedikit tenang
|
||
tenang
|
||
Sesi II
Tempat : simpang 3
|
PROSES PEMULIHAN
|
|
Tidak ada Perubahan
|
||
Sedikit tenang
|
||
tenang
|
||
Berkeringat dingin
|
||
Pusing
|
||
Gemetaran
|
||
Sesak nafas
|
||
Mual
|
||
Sesi III
Tempat : pantai amal lama
|
PROSES PEMULIHAN
|
|
Tidak ada perubahan
|
||
Sedikit tenang
|
||
Berkeringat dingin
|
||
Pusing
|
||
Gemetaran
|
||
Sesak nafas
|
||
Mual
|
F.
Kesimpulan
MT merupakan sosok seorang ayah yang
baik bagi anak-anaknya, suami yang baik bagi Istrinya, tetangga yang baik bagi
tetangga lainnya.Namun tidak dapat dipercaya bahwa MT mengalami gangguan fobia
social, gangguan ini disadari waktu MT ke Nunukan. Setelah ditelusuri ternyata
MT pernah mengalami traumatic sewaktu MT masih muda, dan itu kampuh setelah
sekian lama MT mengalami trauma sewaktu mudanya. Akhirnya kami melakukan
terapi kepada MT, setelah beberapa kali melakukan terapi, MT mengaku bahwa MT
mengalami perubahan lebih baik dibandingkan sebelum melakukan terapi. Namun
terapi ini belum sepenuhnya membuat MT berubah 100% karena waktunya sangat
singkat sedangkan MT membutuhkan proses yang lama untuk menghilangkan fobia
sosialnya.
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
a)
Rational
Emotive Therapy
(RET) adalah pendekatan konseling yang mementingkan berfikir rasional sebagai
tujuan terapeutik, menekankan modifikasi atau pengubahan keyakinan irasional
yang telah merusak berbagai konsekuensi emosional dan tingkah laku. Atau
pendekatan konseling yang mengajak klien untuk menggantikan ide-ide yang tidak
rasional dengan ide yang lebih rasional untuk memecahkan permasalahan yang
dihadapi dalam hidupnya. Teori ini mucul dan berkembang pada tahun 1950-an oleh
Albert Ellis, seorang ahli clinical psychology (psikologi klinis).
b)
Rational
Emotive Therapy (RET)
adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan bahwa manusia dilahirkan dengan
potensi, baik untuk berfikir rasional dan jujur maupun untuk berfikir irasional
dan jahat. Manusia sehat menurut RET adalah jika seseorang telah
berfikir rasional atau logis yang dapat diterima dengan akal sehat, maka orang
itu akan bertingkah laku rasional dan logis. Sedangkan manusia tidak sehat
menurut RET adalah jika seseorang itu berfikir yang tidak rasional atau tidak
bisa diterima akal sehat maka ia menunjukkan tingkah laku yang tidak rasional.
c)
Fungsi
konselor dalam Rational Emotive Therapy ini adalah mengajak dan membuka
ketidaklogisan pola berfikir klien dan membantu klien mengubah pikirannya yang
irasional dengan mendiskusikannya secara terbuka dan terus terang. Sedangkan
peran konselor dalam proses konseling rasional emotif adalah menyadarkan klien
bahwa gangguan atau masalah yang dihadapinya disebabkan oleh cara berfikirnya
yang tidak logis, meyadarkan klien bahwa pemecahan masalah yang dihadapinya
merupakan tanggung jawab sendiri, berperan mengajak klien untuk menghilangkan
cara berfikir dan gagasan yang tidak rasional, dan mengembangkan
pandangan-pandangan yang realistis dan menghindarkan diri dari keyakinan yang
tidak rasional.
d)
Berberapa
teknik konseling rasional emotif, yakni:
·
Teknik
pengajaran
·
Teknik
konfrontasi
·
Teknik
persuasive
·
Teknik
pemberian tugas
DAFTAR
PUSTAKA
Dhiyan, 2008. Terapi rasional emotif. [Online] Available at: http://dhiyan-psikologiasyik.blogspot.com
[Accessed 1 Mei 2014].
Hijriani, S., 2008. Rational Emoted Theory. [Online] Available at: http://susanhijriani.blogspot.com
[Accessed 1 Mei 2014].
Anon., 2008. Scribd. [Online] Available at: http://www.scribd.com/doc/76026377/Model-model-konseling-rasional
emotif-terapi [Accessed 1 Mei 2014].
Titah, 2011. Bimbingan Dan Konseling Rational. [Online]
Available at: http://titah8221.blogspot.com/2011/10/bimbingan-dan-konseling-rational.html
[Accessed 1 Mei 2014].
[Accessed 1 Mei 2014].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar